DJP Buka Suara Soal PPN 12 Persen pada Layanan Uang Elektronik

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 20 Desember 2024 19:28 WIB
Pembayaran Digital dengan QRIS (Foto: Ist)
Pembayaran Digital dengan QRIS (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Sistem pembayaran digital untuk transaksi uang elektronik bakal dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklarifikasi terkait isu transaksi uang elektronik menjadi objek pajak yang dikenakan tarif PPN 12 persen.

“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya Undang-Undang (UU) PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

UU PPN telah direvisi melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam regulasi ini, layanan uang elektronik tidak termasuk kategori yang dibebaskan dari PPN. Dengan demikian, saat tarif PPN naik menjadi 12% pada tahun 2025, ketentuan tersebut akan turut diterapkan pada transaksi yang menggunakan uang elektronik.

Ketentuan rinci terkait pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.

Adapun layanan yang dikenakan PPN di antaranya uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

PPN berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.

Hal serupa berlaku untuk layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater, di mana PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR). Namun, nilai uang elektronik itu sendiri, seperti saldo, bonus poin, reward poin, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.

Sebagai contoh, jika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dengan biaya administrasi sebesar Rp1.000, maka PPN hanya dikenakan pada biaya administrasi tersebut. Dengan tarif PPN saat ini sebesar 11%, pengguna perlu membayar PPN sebesar Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110. Ketika tarif PPN naik menjadi 12%, PPN yang dibayarkan meningkat menjadi Rp120, menjadikan total biaya Rp1.120.

Sebaliknya, jika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa ada biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan. Perlu diketahui, UU HPP juga mengatur pembebasan PPN untuk sejumlah jasa keuangan tertentu.

Jasa yang dikecualikan dari PPN meliputi penghimpunan dana seperti giro, tabungan, deposito, dan sertifikat deposito yang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan. Selain itu, kegiatan penyaluran dan peminjaman dana melalui transfer elektronik, cek, atau wesel juga bebas dari PPN.

Pembiayaan seperti leasing dengan hak opsi, anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen, termasuk yang berbasis syariah, juga tidak dikenakan pajak. Layanan gadai, baik gadai syariah maupun fidusia, serta jasa penjaminan yang bertujuan melindungi kewajiban finansial, turut masuk dalam kategori yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

Topik:

ppn pembayaran-digital pajak-ppn-12-persen transaksi-elektronik djp