Jejak Utang BUMN di Era SBY dan Jokowi


Jakarta, MI - Kondisi keuangan sejumlah BUMN Karya makin memprihatinkan. Dalam sepuluh tahun terakhir, utang mereka membengkak tajam hingga mencapai Rp181 triliun. Ironisnya, lonjakan utang itu terjadi di luar beban utang negara.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama jajaran direksi BUMN Karya pada Rabu (5/3/2025) lalu, sejumlah anggota dewan menyampaikan kecemasan atas lonjakan utang perusahaan pelat merah seperti PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya (Wika), PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, dan PT Brantas Abipraya.
"Sebetulnya menyedihkan BUMN Karya ini. Itu naiknya utang Rp 181 triliun, sampai September 2024," ujar anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto. Dikutip Sabtu (7/6/2025).
Dalam RDP tersebut, Darmadi membacakan rincian lonjakan utang sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga era Presiden Joko Widodo (Jokowi):
1. PT Brantas Abipraya
Era SBY: Rp 1,2 triliun
September 2024: Rp 6,9 triliun
2. PT Adhi Karya
Era SBY: Rp 8,7 triliun
September 2024: Rp 25,3 triliun
3. PT Waskita Karya
Era SBY: Rp 9,69 triliun
September 2024: Rp 80,850 triliun
4. PT Wijaya Karya (WIKA)
Era SBY: Rp 11 triliun
September 2024: Rp 50,721 triliun
5. Hutama Karya
Era SBY: Rp 5 triliun
Era Joko Widodo: Rp 53 Triliun.
“Dahsyat kan, kemana uang ini? Utang-utang ini diapakan,” kata Darmadi.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Unair Prof Henry Subiakto mengatakan, mendengar pernyataan dan penjelasan anggota DPR RI dari Komisi VI Darmadi Durianto terkait utang BUMN Karya, belakangan ini sungguh sangat memprihatinkan.
"BUMN Karya dalam 10 tahun terakhir menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur Indonesia yang kita banggakan. Penggerak Pembangunan infrastruktur yang membuat Presiden Jokowi dinilai “sukses membangun Indonesia” oleh para pengagumnya," tulis Henry di X, Minggu (9/3/2025).
Namun, lanjutnya, di balik gencarnya BUMN Karya menjalankan tugas pembangunan infrastruktur, justru terjadi lonjakan utang korporasi yang tidak tercatat sebagai utang negara.
Saat perusahaan-perusahaan pelat merah itu berjibaku memperoleh mandat bekerja untuk kemajuan infrastruktur, justru manajemen mereka terpuruk dalam utang korporasi yang harus mereka tanggung di luar utang pemerintah.
"Lalu siapa yang harus tanggung jawab terhadap hutang-hutang yang membelit dan bisa membangkrutkan korporasi BUMN-BUMN Karya ini? Siapa yang harus menjelaskan kepada rakyat terkait mengapa begitu banyaknya hutang baru hingga membuat BUMN-BUMN tersebut merugi dan kesulitan karena terlilit hutang sedemikan besar?" imbuhnya.
Ia menambahkan, apakah ini semua juga karena adanya kesalahan manajemen pengelolaan negara, dan adanya penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi besar-besaran yang biasa terjadi di berbagai sektor belakangan ini?
"Rakyat tentu ingin mendapatkan penjelasan yang gamblang dan rencana penyelesaiannya," tandasnya.
Topik:
dpr-ri bumn utang-bumn presiden-sby presiden-joko-widodo