Kemenkeu Siapkan Revisi Aturan Pajak Kripto

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 22 Juli 2025 14:00 WIB
Kementerian Keuangan tengah menyiapkan revisi aturan perpajakan aset kripto (Foto: Ist)
Kementerian Keuangan tengah menyiapkan revisi aturan perpajakan aset kripto (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyiapkan revisi aturan perpajakan terkait aset kripto. 

Bimo menjelaskan bahwa rencana tersebut berkaitan dengan perubahan status aset digital kripto, yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai komoditas dan berada di bawah pengawasan Bappebti, namun sejak awal tahun ini pengawasannya telah dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kami [akan] mengatur kripto itu sebagai bagian dari yang semula commodities, kemudian ketika dia beralih kepada financial instrument (instrumen keuangan), maka aturannya harus kita adjust (sesuaikan)," kata Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto kepada awak media di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Sebelumnya, Bimo telah mengungkapkan rencana penerapan pajak kripto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR di Jakarta pada pertengahan Juli. Saat itu, ia menyampaikan bahwa otoritas pajak tengah menyempurnakan sejumlah kebijakan terkait pengenaan pajak atas transaksi kripto.

Rencana tersebut sebagai bagian dari perluasan cakupan pemajakan atas transaksi digital yang mulai diterapkan secara sistematis pada 2026 mendatang. Sebelumnya, pada 1 Mei 2022, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang mengatur aset kripto merupakan bagian dari sistem perpajakan nasional.

Pelaku industri kripto sebelumnya juga berharap adanya perhatian lebih dari regulator terhadap daya saing industri kripto nasional, termasuk kemungkinan insentif dari sisi kebijakan maupun penyesuaian biaya transaksi.

Mereka juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap kebijakan pajak kripto, mengingat saat ini transaksi aset digital tersebut masih dikenakan pajak final yang tarifnya lebih tinggi dibandingkan pasar modal.

"Para pelaku industri berharap adanya penyesuaian terhadap tarif pajak atas transaksi aset kripto, agar selaras dengan perlakuan pajak di pasar saham yang hanya dikenakan PPh Final sebesar 0,1%," kata CEO Tokocrypto Calvin Kizana, awal Juni lalu.

Merujuk data OJK hingga Mei 2025, tercatat sebanyak 1.444 aset kripto yang telah resmi terdaftar dan dapat diperdagangkan di Indonesia dengan catatan transaksi per April 2025 secara yoy mengalami penurunan 31,85% menjadi Rp35,61 triliun dibandingkan sebelumnya, Rp52,26 triliun.

Topik:

pajak kripto djp kemenkeu