Trump Klaim Iran-Israel Sepakat Gencatan Senjata

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 24 Juni 2025 10:54 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (Foto: Ist)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa Iran dan Israel telah mencapai kesepakatan gencatan senjata secara penuh, yang disebutnya akan mulai berlaku dalam beberapa jam ke depan. 

Pernyataan mengejutkan ini disampaikan Trump pada Senin (23/6/2025) waktu setempat, hanya beberapa saat setelah Iran meluncurkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, yang menjadi markas pasukan AS.

“Dengan asumsi semuanya berjalan sebagaimana mestinya — dan itu akan terjadi — saya ingin mengucapkan selamat kepada kedua negara, Israel dan Iran, atas ketangguhan, keberanian, dan kecerdasan mereka dalam mengakhiri apa yang seharusnya disebut ‘PERANG 12 HARI,” kata Trump dalam sebuah unggahan di media sosial.

“Ini adalah perang yang bisa saja berlangsung selama bertahun-tahun dan menghancurkan seluruh Timur Tengah, tetapi itu tidak terjadi — dan tidak akan pernah terjadi! Tuhan memberkati Israel, Tuhan memberkati Iran, Tuhan memberkati Timur Tengah, Tuhan memberkati Amerika Serikat, dan TUHAN MEMBERKATI DUNIA!”

Hingga saat ini, baik Israel maupun Iran belum memberikan konfirmasi resmi terkait adanya kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Pernyataan Donald Trump memberi sinyal bahwa Iran akan menghentikan serangannya lebih dulu, hanya beberapa jam sebelum Israel menyudahi operasi militernya.

Berdasarkan laporan dari Teheran, jurnalis Al Jazeera Tohid Asadi melaporkan bahwa lebih dari satu jam setelah pengumuman Trump, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pihak-pihak terkait mengenai kesepakatan gencatan senjata tersebut.

“Beberapa menit yang lalu, kami mendengar suara ledakan yang terkait dengan upaya pencegatan dan aktifnya sistem pertahanan udara di seluruh ibu kota,” ujar Asadi.

“Jadi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa serangan Israel masih berlanjut, dan hal ini membuka jalan bagi reaksi balasan lebih lanjut dari pihak Iran.”

Analis Timur Tengah Omar Rahman mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pernyataan Trump masih menyisakan banyak tanda tanya, terutama terkait rincian kesepakatan dan kemungkinan adanya perundingan lanjutan pasca gencatan senjata yang diklaim.

Rahman menuduh Trump melakukan “penyesatan” sebelumnya demi kepentingan Israel. Presiden AS tersebut sempat menegaskan kembali komitmen AS terhadap jalur diplomasi hanya beberapa jam sebelum Israel melancarkan serangan awalnya ke Iran.

Pekan lalu, Trump menyebut bahwa ia akan memutuskan dalam dua minggu apakah akan bergabung dengan Israel dalam perang, namun justru melancarkan serangan ke Iran dua hari kemudian.

Rahman mengungkapkan bahwa serangan besar-besaran oleh Israel di jam-jam terakhir, termasuk kemungkinan pembunuhan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bisa menggagalkan kesepakatan tersebut.

“Kalau itu merupakan operasi terakhir, apakah perang akan langsung berakhir? Tentu saja tidak. Jadi, saya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” jelasnya.

Iran dan Israel telah saling melancarkan serangan udara sejak Israel melancarkan serangan militer besar-besaran pada 13 Juni. Pejabat Israel mengklaim bahwa serangan tersebut, yang menewaskan ratusan orang, bersifat “preventif” dan ditujukan untuk menghantam program nuklir dan rudal Iran.

Dalam gelombang serangan pertama, Israel berhasil menewaskan sejumlah jenderal Iran.

Iran menyebut serangan tersebut sebagai agresi tanpa provokasi yang melanggar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan menanggapi dengan meluncurkan ratusan rudal yang menyebabkan kehancuran besar di wilayah Israel.

Pada Sabtu, Trump memberikan izin bagi militer AS untuk melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir milik Iran.

Kemudian pada Senin, Iran melancarkan serangan rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar sebagai balasan atas serangan AS. Trump menanggapi serangan balasan itu dengan menyebutnya “lemah” dan memberi isyarat bahwa AS tidak akan melakukan pembalasan.

Seorang peneliti di Al Jazeera Media Institute Liqaa Maki menilai, AS mungkin bisa menahan serangan Iran terhadap pangkalan-pangkalan militernya tanpa membalas, selama serangan tersebut tidak menimbulkan korban jiwa.

“Setelah serangan penting terhadap fasilitas nuklir Iran, AS perlu mengubah pencapaian militer tersebut menjadi pencapaian politik yang dilegalkan melalui sebuah kesepakatan,” tutur Maki usai serangan balasan dari Iran.

Ia mengatakan bahwa Iran masih memiliki persediaan besar uranium yang sudah diperkaya tinggi, serta kemampuan teknis nuklir.

“Jadi, dalam dua hingga tiga tahun ke depan, Iran bisa melanjutkan kembali aktivitas nuklirnya tanpa pengawasan. Mereka bisa memproduksi bom tanpa diketahui dunia,” imbuh Maki.

Sejauh ini, tingkat kerusakan yang dialami program nuklir Iran masih belum jelas. Iran bersikeras bahwa mereka tidak sedang mengembangkan senjata nuklir, sementara Israel secara luas diyakini memiliki persenjataan nuklir yang tidak diumumkan secara resmi.

Sumber: Al Jazeera

Topik:

donald-trump iran-israel as gencatan-senjata