Sertifikat Pagar Laut Langgar Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, Seret AHY hingga Jokowi!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Januari 2025 22:42 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menko Polhukam Hadi Tjahjanto (kiri) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) memberikan keterangan pers usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/2/2024). Presiden Joko Widodo melantik Hadi Tjahjanto menjadi Menko Polhukam menggantikan Mahfud MD yang mengundurkan diri karena menjadi cawapres pada Pemilu 2024 dan melantik Agus Harimurti Yudhoyono menjadi Menteri ATR/Kepala BPN menggantikan Hadi Tjahjanto pada sisa masa jabatan periode tahun 2019-2024 Kabinet Indonesia Maju.
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menko Polhukam Hadi Tjahjanto (kiri) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) memberikan keterangan pers usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/2/2024). Presiden Joko Widodo melantik Hadi Tjahjanto menjadi Menko Polhukam menggantikan Mahfud MD yang mengundurkan diri karena menjadi cawapres pada Pemilu 2024 dan melantik Agus Harimurti Yudhoyono menjadi Menteri ATR/Kepala BPN menggantikan Hadi Tjahjanto pada sisa masa jabatan periode tahun 2019-2024 Kabinet Indonesia Maju.

Jakarta, MI - Pakar Kelautan, Prof Muhammad Amin Alamsja, turut angkat bicara terkait pembangunan pagar laut di Tangerang, Banten. Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu juga memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). 

Menurutnya, aksi memasang pagar laut hingga ber-HGB ini jelas bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Pasal ini mengatur tentang penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pasal ini juga mengatur pemanfaatan kekayaan alam tersebut untuk kesejahteraan rakyat. 

Bunyi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 adalah: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Kekayaan alam tersebut dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Dalam perspektif kelautan, tindakan ini berpotensi merusak tatanan ekologis dan ekonomi masyarakat pesisir," kata Prof Amin, Rabu (29/1/2025).

Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Artinya, wilayah laut tidak dapat dimiliki secara pribadi atau perusahaan. Selain melanggar konstitusi, dengan adanya pagar laut juga berisiko merusak ekosistem perairan. Salah satunya mempercepat sedimentasi.

"Juga mengurangi carrying capacity wilayah perairan. Dampak jangka panjangnya yakni merusak nursery ground dari benih ikan dan mengancam habitat biota laut seperti terumbu karang dan padang lamun,” jelasnya.

Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga, itu juga menyoroti dampak ekonomi yang dialami oleh masyarakat pesisir. Tidak dipungkiri bahwa sehari-hari, para nelayan menggantungkan mata pencaharian hidupnya pada sumber daya laut. 

Dengan keterbatasan akses karena pagar laut, para nelayan harus memutar otak dan mencari wilayah baru. Tidak menutup kemungkinan akan lebih jauh dari rumah dan membutuhkan biaya operasional lebih besar.

“Kawasan pesisir yang menjadi sumber penghidupan nelayan tradisional bisa terdegradasi. Akibatnya, produktivitas perikanan menurun, dan mata pencaharian masyarakat terganggu,” pungkas Prof Amin.

Siapa terlibat?

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan akan menyelidiki prosedur penerbitan sertifikat pagar laut, agar tidak terjadi kesalahan atau penyimpangan yang merugikan rakyat.

Pihak-pihak yang terlibat dan terkait dalam proses penerbitan sertifikat tanah mulai dari juru ukur Kepala Kantor Pertanahan Tangerang hingga pihak swasta akan diperiksa. Jika terbukti sertifikat itu berada di luar garis pantai, pihak-pihak tersebut akan ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Presiden Prabowo Subianto pun memerintahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusut tuntas secara hukum terbitnya sertifikat HGB dan SHM di perairan laut Tangerang. 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menegaskan di dasar laut tidak boleh ada sertifikat, sehingga penerbitan sertifikat HGB di sekitar pagar laut Tangerang adalah ilegal.

Sejumlah sertifikat hak guna bangunan di area pagar laut Tangerang mencapai 263 bidang, yang dimiliki oleh beberapa perusahaan yakni atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang dan sejumlah HGB atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang, serta 17 bidang surat hak milik (SHM). 

Belum terungkap si dalang pagar laut itu. Kini muncul kabar bahwa 243 SHGB diterbitkan saat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjabat sebagai menteri agraria dan tata ruang/kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 2024.

Semua SHGB tersebut berada di Desa Kohod, Pakuhaji, Tangerang. Adapun luas lahan yang diurus menjadi SHGB terpecah dalam berbagai ukuran di bawah 2 hektare.

Berdasarkan dokumen tersebut, penerbitan SHGB pertama dilakukan pada 14 Maret 2024, sementara SHBG terakhir dikeluarkan pada 11 September 2024.

Menanggapi hal tersebut, AHY, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, menyatakan bahwa ia tidak mengetahui proses penerbitan SHGB di perairan laut Tangerang yang dibatasi pagar bambu.

Ketua umum Partai Demokrat itu menjabat sebagai menteri ATR/BPN sejak 21 Februari 2024 hingga berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2024.

"Saya tidak tahu dan tentunya ini sudah terjadi sebelumnya untuk yang HGB itu, kan, 2023 dan sekali lagi karena itu sudah keluar. Saya masuk (ke kabinet Presiden Jokowi), kan, 2024," tutup AHY di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Jokowi, Hadi Tjahjanto dan Raja Juli
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menegaskan bahwa Menteri Kehutanan yang juga sempat menjadi Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni sebagai sosok yang bertanggung jawab terkait penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di lokasi pagar laut yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.
Sebab kata dia, penerbitan SHGB terjadi saat Raja Juli Antoni menjabat, dan kala itu pula Menteri ATR/BPN adalah Marsekal TNI (purn) Hadi Tjahjanto.
Sehingga wajar saja ketika publik saat ini menyorot Sekretaris Jenderal DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.

“Wamen ATR (Raja Juli) saat itu kenapa tidak jadi sorotan?,” kata Hari Purwanto, Minggu (26/1/2025).

Aktivis demokrasi ini pun menyatakan jika ketidaktahuan 263 bidang SHGB di kawasan pagar laut Tangerang seperti ini akan terulang kembali saat Raja Juli menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

Namun indikasi ketidaktahuannya sudah dimulai dengan gagasan pembukaan 20 juta hektar lahan di kawasan hutan. Dan jika hutan kita sudah gundul karena ide Raja Juli membuka 20 juta hektar lahan di hutan, maka bisa jadi apa yang dilakukannya akan diulang lagi, yakni buang badan.

“Raja Juli akan mengeluarkan kalimat ‘haqqul yaqin’ itu di luar sepengetahuan Menteri Kehutanan,” ketusnya.

Selain Raja Juli Antoni dan Hadi Tjahjanto, aktivis 98 ini pun menyebut jika Joko Widodo, juga dianggap sosok yang patut untuk diminta keterangannya.

Hal ini karena menurutnya, polemik soal oligarki di Kabupaten Tangerang yang menyeret pemilik Agung Sedayu Group tersebut bisa dikaitkan dengan Presiden Republik Indonesia ke 7 tersebut.

“Tentunya Jokowi person yang paling bertanggung jawab, karena kelakuan rente oligarki,” ujarnya.

Sementara itu Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sendiri telah menanggapi perihal penerbitan SHGB dan SHM pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten itu.

Bahwa SHGB dan SHM kawasan laut Tangerang tersebut terbit pada tahun 2023, kata itu Raja Juli menjabat sebagai Wakil Menteri ATR/BPN dan Hadi Tjahjanto sebagai menterinya.

Dalam paparannya, Raja juli meyakini penerbitan SHGB dan SHM di pagar laut tersebut di luar pengetahuan menteri, wakil menteri (wamen), dan para pejabat di kementerian.

“Sesuai Permen 16 tahun 2022, terutama Pasal 12 secara terang-benderang menjelaskan penerbitan SHGB di lokasi tersebut adalah wewenang Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Tangerang,” kata Raja Juli, Sabtu (25/1/2025).

“Oleh karena itu saya haqqul yaqin pernerbitan sertifikat-sertifikat tersebut di luar pengetahuan menteri, wamen dan para pejabat di kementerian,” imbuhnya.

Topik:

Pagar laut Jokowi AHY