Peran Dirut PT Semangat Hasrat Jaya dan Direktur PT Sumbersari Ciptamarga Elpi Sandra di Kasus Korupsi Fly Over

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Januari 2025 08:42 WIB
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan peran Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya, Triandi Chandra hingga Direktur PT Sumbersari Ciptamarga Elpi Sandra dalam kasus dugaan korupsi pembangunan fly over simpang Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta (Simpang SKA) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018.

Triandi dan Elpi adalah 2 dari 5 tersangka dalam kasus ini. 3 Tersangka lainnya itu adalah Kabid Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tahun 2018, Yunannaris; Gusrizal, selaku pihak swasta yang mengambil alih pekerjaan Review Rancang Bangun Rinci (Detail Engineering Design atau DED) dari PT Plato Isoiki dan Nurbaiti selaku Kepala PT Yodya Karya (Persero) Cabang Pekanbaru, perusahaan yang mendapatkan pekerjaan Konsultan Manajemen Konstruksi (MK) Pembangunan Flyover Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa Triandi Chandra dan Elpi Sandra selaku KSO dalam pelaksanaan konstruksi mengalihkan pelaksanaan sejumlah pekerjaan utama kepada pihak lain, tanpa adanya persetujuan dari PPK. Hal tersebut, tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Namun, pihak PPK mengetahui dan membiarkan hal tersebut.

Lalu, Nurbaiti melakukan pembiaran atas tidak benarnya data dan pemalsuan tanda tangan pada dokumen kualifikasi personel dan CV yang telah disiapkan oleh PT Yodya Karta sebagai syarat penggantian personel konsultan pengawas. Pengawasan bukan dilakukan oleh personel dari PT Yodya Karya sebagai pemenang lelang.

Sementara itu, Gusrizal meminjam bendera perusahaan PT Plato Isoiki dengan pemberian fee sebesar 7 persen. Namun, perusahaan tersebut tidak pernah melakukan pekerjaan perencanaan. Kemudian, pihak manajemen perusahaan tersebut juga tidak pernah melakukan pekerjaan dan menandatangani dokumen lelang.

"Bahwa seluruh nama-nama personil yang diajukan oleh PT PI (PT Plato Isoiki)pada saat mengikuti lelang pekerjaan review DED fly over tidak ada satupun yang melaksanakan kegiatan perencanaan sebagaimana mestinya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Hal ini diketahui dan dibiarkan terjadi oleh tersangka YN (Yunannaris)," kata Tessa, Jumat (31/1/2025).

Dia menjelaskan, Yunannaris, selaku PPK tidak melakukan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), tidak mencari data pendukung untuk pekerjaan tersebut, yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya, dan tidak membuat perhitungan secara detail.

Dalam perkara ini, para tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dia menyebut, pembangunan fly over ini, terdiri dari tiga kontrak. Yakni kontrak perencanaan sebesar Rp544.989.000 dengan pemenang PT Plato Isoiki (PT PI); kontrak pelaksanaan sebesar Rp159.255.854.000 dengan pemenang PT Cipta Marga-Semangat Hasrat (KSO); dan kontrak konsultan pengawasan sebesar Rp1.337.113.000 dengan Pemenang PT Yodya Karya.

KPK menilai, perbuatan melawan hukum tersebut berpotensi merugikan keuangan negara, dengan rincian antara lain: untuk pekerjaan konstruksi kerugian negara sebesar Rp58.968.994.730,77; Untuk pekerjaan kontrak Konsultan Perencana sebesar Rp544.989.500,00; dan Untuk Konsultan Pengawas sebesar Rp1.337.113.000,00. “Sehingga total potensi kerugian negara dapat mencapai Rp60.851.097.230,77 (Rp60 miliar),” tutupnya.

Topik:

KPK