Ahok Juru Kunci Korupsi Pertamina! 5 Tahun Komisaris Utama kok Tak Lapor APH?


Jakarta, MI - Apakah mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menjadi juru kunci terungkapnya skandal besar korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina? Hanya waktu yang akan menjawab.
Sempat terucap dari mulut Ahok bahwa “Saya boleh keluar dari sini (Pertamina), tapi catatan saya punya. Kalau rezim betul-betul mau membereskan negeri ini dari korupsi di migas dan Pertamina, saya berani jamin dengan data ini saya penjarakan kalian semua!”
Bahkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu begitu gatal ingin membongkar praktik korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. Pun dia mengklaim memiliki alat bukti berupa notulensi hingga rekaman rapat selama menjabat di perusahaan minyak dan gas tersebut.
Ahok menyebut kasus yang menjerat sejumlah petinggi subholding Pertamina saat ini adalah kasus lama. Namun, dirinya tidak bisa berbuat banyak karena jabatannya hanya sebagai komisaris bukan direktur utama. Sehingga, ia tidak bisa berperan banyak untuk membongkar kasus tersebut. “Ini ada tangan yang berkuasa ikut main kalau menurut saya di republik ini,” kata Ahok.
Namun demikian, pernyataan Ahok baru-baru ini menuai sorotan pula. Selain harus diperiksa oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khususu (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ahok juga dinilai telah mendiamkan dugaan rasuah yang terjadi di tubuh Pertamina itu. Ahok menjadi Komut Pertamina daro 2019-2024 (5 tahun).
Terkait hal ini, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti), Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa seharusnya Ahok kala itu melaporkan dugaan korupsi Pertamina ke aparat penegak hukum (APH), bukan malah koa-koar saat ini.
"Harusnya kan dia melaporkan setiap kasus korupsi yang dia ketahui di Pertamina itu, baik yang dia alami sendiri atau yang dia pegang," kata Abdul Fickar kepada Monitorindonesia.com, Kamis (6/3/2025).
Jika Ahok tidak melaporkan, tambah Abdul Fickar, bisa dianggap sebagai bagian dari pelaku korupsi. "Karena dia tahu tapi memilih untuk tidak melaporkan," tegasnya.
Meksi Ahok tak lagi di Pertamina, Abdul Fickar mengimbaunya agar segera melaporkan kasus yang dia ketahui, baik ke Kejaksaan atau KPK. Bahkan, ujar Abdul Fickar, jika Ahok melihat atau mengalami sendiri kasus tersebut, maka dia bisa menjadi saksi yang sangat berarti.
"Ya siapa pun termasuk Ahok yang mengetahui atau mempunyai informasi tentang korupsi itu bisa dijadikan saksi, apalagi Ahok pernah menjadi Komut, artinya dia tahu segala informasi yang ada di Pertamina termasuk penyelewengannya," tegas Abdul Fickar.
Di lain sisi, menurut Abdul Fickar, setiap orang yang melaporkan kasus korupsi kepada penegak hukum biasanya akan mendapatkan perlindungan hukum. “Melalui pelaporan, Pak Ahok akan menjadi warga negara yang terhormat, karena dia ikut berperan dalam pemberantasan korupsi," jelasnya.
"Ini adalah tindakan yang sangat mulia dan patut diapresiasi, bukan hanya sebagai bentuk kewajiban, tetapi juga sebagai kontribusi besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,” imbuh Abdul Fickar.
Senada dengan itu, Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai apa pun yang akan disampaikan Ahok kepada Kejaksaan Agung nantinya bisa jadi hal penting yang akan membuat terang proses hukum yang saat ini berjalan.
Aparat Penegakan Hukum (APH) dalam hal ini, harus terbuka dan transparan terhadap kasus ini, karena setiap informasi dan data dari masyarakat harus ditindaklanjuti termasuk juga dari Ahok. “Bisa jadi informasi tersebut dari Ahok punya arti penting dan menambah bukti serta petunjuk lebih lanjut,” kata Bisman.
Sementara peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, berpendapat bahwa jika seorang mempunyai informasi baiknya memang segera dipanggil oleh penyidik.
Tujuannya adalah untuk menyelesaikan berita acara penyidikan perkara yang sedang ditangani oleh penyidik. “Apalagi Ahok ini mantan komisaris utama lagi. Dia harus dipanggil oleh kejaksaan,” katanya.
Pemanggilan Ahok ini bisa menjadi saksi kunci dan penting untuk membuktikan sangkaan dari penyidik di Kejaksaan. Pun bila ternyata Ahok mengetahui hal di luar kasus yang sedang ditangani Kejagung saat ini, maka itu akan menjadi lebih bagus lagi.
Dalam hal ini Kejaksaan bisa melakukan pendalaman terhadap hal tersebut. Sekaligus bisa membuka kemungkinan apakah ternyata informasi yang dimiliki Ahok itu berharga, apakah itu mengarah kepada pidana, atau hal lainnya yang perlu ditindaklanjuti.
“Tetapi kan tidak semua informasi itu ternyata berharga dari sisi penegakan hukum. Itu terserah dari penyidiknya. Penyidik yang tahu apa kebutuhannya,” tutur dia.
Keterangan dari Ahok, setidaknya bisa memperkuat sangkaan dari Kejaksaan. Dan barangkali juga keterangannya bisa kemudian membuka perkara-perkara baru. Tapi itu semua akan tergantung apakah didukung oleh alat bukti atau misalnya itu hanya berbentuk perkiraan-perkiraan.
“Jadi semua harus didukung pakai alat bukti. Dan ini menjadi kesempatan bagus untuk bongkar semua. Bongkar semua agar semuanya jelas. Mana yang pidana, mana yang bukan. Mana yang itu hanya dugaan-dugaan. Mana yang didukung oleh alat bukti dan seterusnya,” demikian Zaenur.
Saat ini Kejagung tengah menyelidiki kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Adapun penghitungan penyidik Kejagung dalam korupsi Pertamina Patra Niaga senilai Rp193,7 triliun per tahun. Korupsi tersebut terjadi selama lima tahun, hingga total diperkirakan kerugian negara capai Rp1.000 triliun. Di lain sisi, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang tahun 2018–2023.
Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Lalu, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. (wan)
Topik:
Kejagung Korupsi PertaminaBerita Sebelumnya
Tom Lembong Rugikan Negara Rp 578 Miliar
Berita Selanjutnya
Deret Peran Tom Lembong di Kasus Korupsi Impor Gula Rp 578 Miliar
Berita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
1 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
12 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB