Eks Kajari Jakbar Iwan Ginting Minta Tak Dikaitkan di Kasus JPU Tilep Barbuk

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 12 Maret 2025 16:19 WIB
Mantan Kajari Jakarta Barat, Iwan Ginting (Foto: Istimewa)
Mantan Kajari Jakarta Barat, Iwan Ginting (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Iwan Ginting meminta namanya tidak dikait-kaitkan dengan kasus Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan aset korban Robot Trading Fahrenheit. 

Pasalnya, kata dia, saat dirinya sudah tak lagi di Kejari Jakarta Barat kasus tersebut masih tahap kasasi. "Saya sudah pindah perkara itu masih kasasi, jadi tolong jangan dikaitkan dengan saya," kata Iwan kepada Monitorindonesia.com, pada 6 Maret 2025 lalu dikutip Rabu (12/3/2025).

Adapun sebelumnya muncul desakan agar dirinya diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta yang menangani kasus tersebut. Di lain sisi Kejati DKI Jakarta tengah menelusuri praktik suap dan gratifikasi yang melibatkan mantan jaksa penuntut umum itu. 

Adapun kasus ini berawal dari PN Jakarta Barat memutuskan agar uang Rp 61,4 miliar yang disita dari terpidana Hendry dikembalikan kepada para korban trading yang ditipu Hendry. 

Vonisnya dibacakan pada Deaember 2022, namun eksekusi pengembalian kepada korban baru bisa dilaksankan pada Desember 2023, setelah vonis Peninjauan Kembali. “Tapi BA-20 yang diterima korban dari pengacara cuma Rp 38,2 miliar, padahal sesuai putusan harusnya Rp 61,4 miliar,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DK Jakarta, Selasa (4/3/2025).

BA-20 adalah berita acara pengembalian barang bukti yang dikeluarkan oleh kejaksaan.  Dalam proses BA-20 tersebut harus ada tandatangan JPU yang  menangani perkara yang ditunjuk oleh Jaksa Bidang Barang Bukti dan tanda tangan korban atau kuasa hukumnya.

Pengacara korban saat itu adalah Oktavianus Setiawan dan Bonivasius Gunung. Adapun jaksa yang membubuhkan tanda tangan di sana adalah Azam dan Oktavianus. 

Berdasarkan BA-20 Kejari Jakbar, nominal yang tertera sesuai dengan putusan yakni Rp 61,4 miliar. Namun BA-20 yang ditunjukkan pengacara kepada korban hanya Rp 38,2 miliar.  “Oktavianus meminta Azam untuk memalsukan BA-20 yang diserahkan, tapi yang di Kejari Jakbar sesuai,” jelasnya.

Mereka menilap Rp 23 miliar dari total yang harus dikembalikan. Dengan pembagian Azam mendapat Rp 11, 5 miliar. Sementara sisanya dibagi untuk kedua pengacara korban. 

Niat itu  muncul, karena pengacara merasa bayaran mereka terlalu kecil, padahal sudah berhasil mengembalikan uang dengan nilai yang besar. Akhirnya dibujuklah Azam dan terjadi sebuah kesepakatan itu. 

Syahron menjelaskan, dari BA-20 yang diterima, korban kemudian merasa curiga. Namun Oktavianus berusaha meyakinkan bahwa uang yang dikembalikan memang hanya senilai Rp 38,2 miliar. 

Belakangan korban melalui ketua paguyuban mereka yakni Davidson Samosir mempertanyakan hal itu kepada Kejari Jakbar, namun mereka menujukkan bahwa di BA-20 uang yang dikembalikan sesuai putusan hakim. 

Dari isu itu, Kejati kemudian memanggil Azam pada 24 Februari 2025 untuk dimintai keterangan. 

Di hari yang sama surat penyidikan dikeluarkan. “Hari itu juga kami tetapkan sebagai tersangka, karena jelas perbuatannya,” katanya.

Menyusul kemudian Oktavianus dan Bonivasius ditetapkan jadi tersangka pada 28 Februari 2025.

Adapaun Azam saat ditetapkan sebagai tersangka, jabatannya adalah Kasi Intel Kejari Landak, ia baru sekitar dua bulan dipindahkan. 

Pasal yang disangkakan terhadap kuasa hukum yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara oknum jaksa itu disangkakan dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)

Topik:

Kejari Jakarta Kejati DKI Jakarta JPU Kejari jakbar Iwan Ginting Azzam