Tambang Nikel di Raja Ampat Tak Disetop akan Dibawa ke Hukum Internasional!


Jakarta, MI - Seruan penolakan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak hanya datang dari warga lokal setempat, tetapi juga dari berbagai pihak yang peduli dengan isu lingkungan.
Pun aktivitas pertambangan di kawasan pariwisata Raja Ampat, dinilai tidak hanya melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tetapi juga membahayakan ketahanan ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal.
Beberapa pihak juga berpendapat, dampak kerusakan tersebut melampaui batas nasional dan harus dipertimbangkan dalam kerangka hukum internasional. Maka kegiatan tambang tersebut harus dihentikan total secara paksa.
"Pertama harus dihentikan secara paksa kegiatan-kegiatan baik yang bersifat komersial langsung atau kegiatan lainya. karena ini berkaitan dengan tidak hanya kekayaan alam sebagai sunber daya ekonomi, tetapi jg ada faktor sisiologis dan alam yang spiritual," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar saat berbincang singkat dengan Monitorindonesia.com, Selasa (10/6/2025).
Abdul Fickar menegaskan bahwa perusakan alam itu sama dengan merusak kehidupan tak hanya membuat manusia tetapi juga makhluk Tuhan lainnya. "Hewan, tumbuhan dan kehidupan secara umum, karena itu kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya bersifat lokal nasional tapi juga kerugian kehidupan makhluk Tuhan secara internasional," jelasnya.

Dengan demikian, Abdul Fickar menegaskan bahwa jika tambang tersebut tidak segera disetop maka akan dibawa ke hukum internasional. "Tapi hukum intetnasional itu baru bisa bekerja jika otoritas hukum nasional itu tidak mau atau juga tidak mampu menangani perkara tersebut," tandasnya.
Sementara Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan bahwa dampak kerusakan tersebut melampaui batas nasional dan harus dipertimbangkan dalam kerangka hukum internasional.
"Secara nyata, hukum internasional jauh lebih kuat dari hukum nasional. Jadi tidak ada alasan bagi negara untuk patuh terhadap aturan itu kecuali sudah diratifikasi oleh negara itu sendiri," kata Juru Kampanye Jatam Farhat saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (10/6/2025).
Cuman, tambah Farhat, berkaitan dengan krisis iklim akibat pertambangan di kawasan pulau-pulau kecil yang sangat rentan dan berisiko tinggi, negara tersebut akan mendapatkan klaim etika lingkungan yang begitu beruk dan tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi bersama oleh masyarakat internasional.
Farhat pun menyatakan bahwa pihaknya terus mendorong dan mendukung agar kasus tambang nikel di Raja Ampat itu dibawa ke ranah hukum internasional, jika tidak segera ditutup.
"Tentu, kampanye internasional akan kita lakukan. Kita akan menyampaikan kepada masyarakat internasional tentang kebebalan pemerintah yang hanya mementingkan akumulasi kekayaan dibandingkan dengan keselamatan warganya," tandasnya.
Langkah Pemerintah
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahlil Lahadalia menegaskan bahwa empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat resmi dicabut.
Empat perusahaan tersebut dinilai melanggar peraturan dalam konteks lingkungan.
Bahlil menegaskan, bahwa pasca rapat terbatas dengan Presiden RI Prabowo Subianto diputuskan untuk menyetop kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat.
"Kami lapor Presiden mempertimbangkan berbagai hal, dan memutuskan mempertimbangkan komprehensif, bahwa 4 IUP yang di luar PT GAG Nikel itu dicabut, dan saya langsung melakukan langkah-langkah teknis berkoordinasi dengan menteri teknis untuk melakukan pencabutan," terang Bahlil dalam Konfrensi Pers di Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Bahlil membeberkan, keempat IUP yang dicabut diantaranya adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham.
Sebelumnya Menseneg RI, Prasetyo Hadi menegaskan, atas petunjuk dari Presiden Prabowo diputuskan bahwa pemerintah akan mencabut Izin Usaha Pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat.
"Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau putuskan bahwa pemerintah akan cabut izin usaha pertambangan untuk 4 perusahaan di kabupaten Raja Ampat," terang Prasetyo Hadi, di Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Berikut daftar 4 IUP yang dicabut:
1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele. Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.
2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha. Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.
3. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 Ha di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada tahun 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.
4. PT Nurham
Pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waegeo. Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.
Topik:
Hukum Internasional Raja Ampat Tambang Nikel Adbul Fickar Hadjar