Kejagung, KPK dan Polri Didesak 'Keroyok' Kasus Beras Oplosan Wilmar Group Dkk Rp 99 T


Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagun), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri didesak agar mengusut atau 'mengeroyok' kasus dugaan beras oplosan yang menyeret Wilmar Group dan kawan-kawan.
Praktik curang produsen dalam mengoplos dan mengemas ulang beras mengakibatkan kerugian besar bagi konsumen mencapai Rp99 triliun per tahun.
"Saya di Komisi III akan dorong juga pihak kepolisian, kejaksaan, bahkan semuanya masuk meneliti itu,” tegas Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).
Aparat penegak hukum (APH) kata dia, harus menindak tegas pihak yang terlibat. "Nanti biarkan penegak hukum yang akan turun. Kita berharap kalau misalkan laporan-laporan di bawah ini sudah hal yang merugikan orang banyak,” lanjut Cucun.
Pun Cucun juga menyinggung soal dugaan keterlibatan Wilmar Group dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada 2022, serta kini kembali terseret kasus beras oplosan.
Soal apakah perusahaan tersebut layak dibubarkan? Menurut Cucun, pembubaran perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran hukum harus mengikuti mekanisme sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Siapapun, mau Wilmar, mau siapapun. Sekarang Pak Presiden sudah konsen dan kita apresiasi siapapun pokoknya yang melakukan pelanggaran hukum ya nanti kan ada mekanismenya. Kalau masalah pembubaran dan segala macam itu ada undang-undang juga tentang company ya,” tegasnya.
Sebanyak empat perusahaan produsen dan distributor beras yaitu Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diperiksa Bareskrim terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf membenarkan, proses pemeriksaan itu.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” kata Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Keempatnya diperiksa berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan. Wilmar Group diperiksa terkait produk beras merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip, berdasarkan 10 sampel dari wilayah Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
PT Food Station Tjipinang Jaya dimintai keterangan terkait produk seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan Setra Pulen, dari total 9 sampel asal Sulsel, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh.
Sementara itu, PT Belitang Panen Raya diperiksa atas produk Raja Platinum dan Raja Ultima dari 7 sampel yang dikumpulkan di Sulsel, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.
Sedangkan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diperiksa atas produk beras Ayana yang sampelnya berasal dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Satgas Pangan saat ini masih menganalisis hasil pemeriksaan terhadap sampel-sampel tersebut. Jika ditemukan pelanggaran terhadap standar mutu dan takaran, Bareskrim memastikan akan menindaklanjuti secara hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Terkait pemeriksaan itu, Kepala Divisi Unit Beras PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group), Carmen Carlo Ongko S, mengatakan pihaknya menghormati dan mendukung penuh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri.
Dia menegaskan pentingnya langkah tersebut demi menjaga kepercayaan publik terhadap rantai pasok pangan nasional. “Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” kata Carmen dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).
Sementara pihak perusahaan lainnya belum memberikan keteranga resmi.
Modus
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut modusnya dilakukan dengan mencampur beras biasa ke dalam kemasan premium atau medium, serta mengurangi isi bersih dari jumlah yang tercantum di label.
"Contoh di kemasan tertulis 5 kilogram, padahal isinya hanya 4,5 kilogram. Ada juga yang mengklaim beras premium, padahal isinya beras biasa. Selisih harga per kilogramnya bisa mencapai Rp2.000 sampai Rp3.000," kata Amran.
Menurut Amran, kerugian yang ditanggung konsumen akibat praktik semacam itu sangat besar. "Itu bisa mencapai Rp99 triliun per tahun. Kalau dibiarkan terus selama 10 tahun, kerugian total bisa mencapai Rp1.000 triliun," tegasnya.
Temuan ini diperoleh Kementerian Pertanian (Kementan) setelah melakukan pengecekan terhadap ratusan merek beras yang beredar di pasar. Setidaknya 212 merek ditemukan tidak memenuhi ketentuan mutu dan label. Kementan telah melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Amran berharap aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku karena dampaknya sangat merugikan masyarakat, khususnya kalangan ekonomi lemah.
Topik:
Beras Beras Oplosan KPK Polri Kejagung Kementan Wilmar Group