Formappi Duga CSR BI Hasil Kesepakatan Politik Manfaatkan Relasi Kerja Komisi XI-BI-OJK, Penyimpangan Sangat Terbuka!


Jakarta, MI - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menduga bahwa dana sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia-Otoritas Jasa Keuangan (BI-OJK) merupakan kesepakatan politik memanfaatkan relasi kerja antara Komisi XI DPR RI dan Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sehingga, potensi dugaan penyimpangannya sangat terbuka lebar. Adapun kasus dugaan korupsi CSR BI-OJK ini telah menyeret dua Anggota DPR RI, yakni Heri Gunawan (HG) dan Satori (ST) saat masih menjabat di Komisi XI DPR RI (2019-2024).
"Saya menduga, karena dana CSR ini hasil kesepakatan politik memanfaatkan relasi kerja antara Komisi XI dan BI serta OJK, maka potensi penyimpangan penggunaannya juga sangat terbuka," kata Peneliti senior Formappi, Lucius Karus, saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (12/8/2025).
"Dalam kondisi tanpa masalah, laporan penggunaan dana ini juga diselesaikan dengan kesepakatan politik," timpal Lucius.
Modus ini, katanya, nyaris terjadi di semua Komisi DPR periode lalu (2019-2024). Apalagi menjelang pemilu 2024. "Ini kan dana-dana pemerintah yang diberikan kepada DPR karena hubungan kerja," lanjut Lucius.
Menurut Lucius, keputusan pendistribusian dana pemerintah oleh anggota DPR saja sebenarnya bermasalah. Bagaimana bisa DPR selaku pengawas penggunaan anggaran, justru menjadi bagian dari pelaksana?
"Karena distribusi dana seperti CSR ini terjadi karena hubungan kerja, maka potensi penyalahgunaan menjadi terbuka," kata Lucis lagi.
Bagi Lucius, hal ini yang harus menjadi kesadaran awal KPK, yang harusnya membuat mereka harus menelusuri secara mendalam penggunaan dana CSR BI oleh masing-masing anggota.
"Anggota Komisi XI yang terdaftar sebagai penerima dana CSR ini harus diperiksa satu per satu dengan asumsi awal ada kemungkinan penyimpangan dalam penggunaan dana CSR tersebut," tegasnya.
Laporan penggunaan dana juga harus diteliti secara detail karena sangat mungkin laporan yang ada juga fiktif. Jangan sampai, tegasnya, dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka hanya tumbal politik saja.
"Kita menginginkan penegakan kasus korupsi dijauhkan dari intervensi politik seperti yang sudah-sudah. Kali ini KPK harus bekerja transparan demi mencegah intervensi politik yang mungkin terjadi," tandasnya.
Adapun KPK akan mendalami setiap keterangan dari para tersangka dan saksi terkait kasus dugaan korupsi corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2020-2023.
“Penyidik tentu akan mendalami setiap keterangan dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka ataupun saksi-saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangannya dalam perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).
Budi mengatakan, penyidik akan mendalami aliran uang dana CSR BI-OJK ke pihak-pihak lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dia mengatakan, langkah ini untuk memastikan uang negara tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
“Hal ini untuk memastikan setiap rupiah uang negara tidak disalahgunakan untuk keuntungan pribadi maupun pihak-pihak lainnya, dengan berbagai modus tindak pidana korupsi,” jelasnya.
“Oleh karena itu, KPK masih akan terus menelusuri dan melacak pihak-pihak lain yang diduga terkait,” pungkasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng membantah pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai mayoritas anggota Komisi XI DPR menerima dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mekeng mengeklaim bahwa anggaran CSR tidak pernah dibagikan kepada anggota Komisi XI DPR.
"Jadi, anggaran CSR itu tidak dibagikan ke anggota," tegas Mekeng, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Mekeng mengatakan, dana CSR tersebut dibagikan langsung kepada pihak yang meminta. Dengan begitu, kata Mekeng, anggota Komisi XI DPR tidak pernah memegang uang CSR itu sama sekali.
“Itu dibagikan langsung kepada yang minta, misalnya rumah ibadah, gereja, masjid, atau UMKM. Anggota tidak pernah memegang uang sama sekali. Anggota hanya menyampaikan kepada Bank Indonesia, bilang, 'ini ada masjid di daerah sini, minta tolong dibantu'," katanya.
"Itu diproses langsung oleh Bank Indonesia, uangnya langsung ke masjidnya. Jadi, enggak ada anggaran dikasih ke anggota," timpal Mekeng.
Terkait dua anggota DPR, Satori dan Heri Gunawan, yang menjadi tersangka karena dana CSR ini, Mekeng mengaku tidak tahu bagaimana KPK mendeteksinya.
Sebelumnya, KPK mendalami dugaan bahwa mayoritas anggota Komisi XI DPR menerima dana CSR dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk periode 2020-2023.
Materi tersebut didalami KPK bermula dari pengakuan Anggota DPR Satori yang ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelewengan dana CSR BI-OJK pada Kamis (7/8/2025).
“Bahwa menurut pengakuan ST (Satori), sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Topik:
Formappi CSR BI-OJK OJK BI Korupsi CSR BI-OJK Tersangka Korupsi CSR BI-OJK