Proyek Bermasalah di Telkom Lebih dari Rp 10 T? Ini Bocorannya

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 11 Mei 2025 13:04 WIB
PT Telkom Indonesia (TLKM) (Foto: Dok MI)
PT Telkom Indonesia (TLKM) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Proyek bermasalah di tubuh PT Telkom Indonesia (Telkom) diduga lebih dari Rp 10 triliun. Lebih besar daripada kasus-kasus dugaan korupsi yang kini diusut aparat penegak hukum (APH).

“Total proyek bermasalah lebih dari 10 triliun. Saya akan buka satu per satu. Saya akan cicil,” kata sumber internal di lantai 36 Gedung Telkom Hub Jakarta dikutip pada Minggu (11/5/2025).

Setidaknya ada lebih dari seratus proyek. Namun cukup tiga proyek saja dulu, yakni:

1. Proyek PT Telering Onyx Pratama (TOP) dan Asiatel

Dalam proyek ini nilai kerugian Telkom tercatat ratusan miliar. Dari kronologi yang dibocorkan ke redaksi, ini adalah pengadaan perangkat tablet Samsung Tab S3 dengan Nilai Total Rp 322.871.362.500 yang dipecah kepada dua anak perusahaan Telkom, TelkomInfra dan TelkomSigma. 

Cilakanya, Telkom baru menerima pembayaran down payment (DP) proyek sebesar Rp 18,9 miliar. 

Sedangkan Telkom, melalui anak usahanya, sudah melunasi pembelian barang ke vendor EraKomp. Telkom sempat menerima pembayaran berupa cek dari TOP. 

Tapi ternyata itu hanya cek bodong yang tak bisa dicairkan. Belakangan diketahui vendor EraKomp terafiliasi dengan bowheer TOP. Mereka bekerja sama dengan pejabat tinggi Telkom untuk merampok uang Telkom.

2. Proyek TOP-Visiland

Ini mirip dengan proyek sebelumnya. Telkom seolah mendapat order pengadaan PC All In One Lenovo senilai Rp 95.874.678.500. Telkom lantas menunjuk anak usaha, TelkomSigma, untuk menjalankan proyek. Penunjukan anak usaha ini diduga kuat agar mudah untuk pengaturan konkalikong dengan pihak vendor. 

TelkomSigma kemudia menunjuk Visiland sebagai vendor pemasok komputer. Anehnya, meski Telkom baru menerima down payment (DP) sebesar Rp 9,5 miliar, Telkom meminta TelkomSigma untuk melunasi pembelian komupter ke Visiland. 

Seperti diduga, hingga hari ini Telkom tak pernah menerima pelunasan pembayaran proyek. “Puluhan miliar mengalir sampai jauh. Saya tahu siapa saja direksi yang bermain,” kata sumber itu.

3. Proyek VSC Indonesia Satu

Proyek ini adalah soal pengadaan manajemen layanan visa Arab Saudi Untuk PT VSC Indonesia Satu. Awalnya VSC dan Telkom membuat perjanjian proyek recurring Rp 20,22 miliar per 3 bulan, dengan masa Kontrak dua tahun. 

Pada proyek ini Telkom sudah membayar setidaknya Rp 67 miliar untuk pengadaan perangkat proyek. 

Sayangnya, hingga saat kesepakatan dengan pihak Arab Saudi, layanan tersebut tak bisa diselenggarakan. Karena berulang kali wanpretasi, pihak Arab Saudi memutuskan kontrak dengan VSC-Telkom, dan memindahkan pekerjaan ke pihak Biometrik Kharisma Universal. 

Kini layanan ini sudah beroperasi dengan baik. Telkom, selain kehilangan dana investasi puluhan miliar, juga dianggap tak cakap di mata pihak Arab Saudi.

Tak akan sampai disitu saja, sumber Telkom menyatakan membongkar kasus-kasus lainnya. “Ada yang lebih besar. Ratusan juta dolar melibatkan Direksi. Pekan depan saya bocorkan. Tunggu saja,” tegasnya.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal itu kepada Direktur Utama Telkom, Ririek Adrianysah. Namun hingga tenggat artikel berita ini diterbitkan, Ririek belum merespons.

Dirut Telkom Ririek Adriansyah 'Cuci Tangan'?

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyoroti PT Telkom Indonesia dan anak perusahaannya yang terserer kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Teranyar soal kasus dugaan investasi fiktif ke TaniHub. 
Kepala Bidang Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda PBHMI, Abdul Hakim EL menyebut skandal ini sebagai cermin dari bobroknya kepemimpinan korporasi negara.

Menurutnya, dalih transformasi digital yang selama ini dikampanyekan Telkom justru menjadi kedok untuk praktik penyimpangan dalam bentuk investasi ke startup fiktif.

“Proyek yang dijalankan TaniHub dilaporkan tidak memiliki aktivitas bisnis riil, tetapi dana tetap dicairkan. Kerugian Rp400 miliar hanyalah puncak gunung es,” kata Abdul Hakim Minggu (11/5/2025).

Menurutnya dugaan kerugian negara lain yang jauh lebih besar, mencapai Rp10 triliun, dari investasi serupa yang dikucurkan melalui entitas Telkom, seperti MDI Ventures dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). 

Dana tersebut diduga menguap di balik justifikasi investasi berisiko tinggi ala venture capital, namun tanpa akuntabilitas dan transparansi memadai. Pun, Abdul Hakim menilai terdapat indikasi kuat persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengambilan keputusan investasi.

“Keputusan-keputusan ini dilakukan dengan sadar, tanpa dasar kelayakan objektif, dan menyalahi prosedur. Ini jelas memenuhi unsur delik korupsi menurut Pasal 2 dan 3 UU Tipikor,” katanya.

Pernyataan Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah, yang menyebut bahwa tanggung jawab investasi berada di tangan anak perusahaan juga tak lupa disoroti. 

Pernyataan ini, kata dia, tidak selaras dengan sistem pengawasan dalam struktur BUMN, karena proyek bernilai besar tetap memerlukan persetujuan pemegang saham dan dewan komisaris. “Kami melihat ini sebagai upaya ‘cuci tangan’ yang menegaskan nihilnya etika tanggung jawab,” ungkapnya.

Atas hal demikian, PB HMI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera membentuk satuan tugas gabungan guna menyelidiki seluruh skema investasi yang dilakukan Telkom dan anak usahanya sejak tahun 2018.

Investigasi, harus mencakup penelusuran aliran dana dan potensi kickback, hubungan personal dan politik antara direksi dan startup penerima dana, keterlibatan aktor oligarki digital dan evaluasi atas seluruh proyek fiktif yang merugikan negara.

“Kita sedang menyaksikan kolonialisme baru. Bukan oleh bangsa asing, tetapi oleh pejabat konstitusional yang menyalahgunakan kekuasaan. Jika negara gagal menjamin pengelolaan uang publik, maka legitimasi kekuasaan itu sendiri sedang runtuh,” ucapnya.

Hakim juga memperingatkan bahwa penyimpangan ini tidak hanya berdampak pada keuangan negara, tetapi juga pada moralitas dan fondasi etik bangsa.

“Jika kita gagal menuntut pertanggungjawaban atas proyek fiktif Rp10 triliun, maka kita sedang membiarkan normalisasi kejahatan yang dibungkus dengan narasi pembangunan,” tandasnya.

Pernyataan Ririek

Dirut Telkom Ririek Adriansyah telah buka suara terkait dugaan proyek fiktif TaniHub yang kian nyaring di publik. Bahwa cucu usaha TLKM yang bergelut di bidang modal ventura, MDI Ventures itu pernah memimpin pendanaan Seri B untuk TaniHub senilai US$ 65,5 juta pada 2021. 

Ririek mengakui bahwa memang secara substansi terjadi masalah dan Grup Telkom akan mengikuti proses hukum yang berlaku. 

“Tapi ke depannya tentu kami akan melakukan perbaikan dari berbagai proses sehingga diharapkan hal tersebut tidak terjadi lagi di masa depan,” kata Ririek, Senin (5/5/2025) kemarin.

Lantas Ririek sebagai bos utama di Telkom itu mengaku tidak ikut mengambil keputusan. "Kasus yang terjadi ada di level cucu, bahkan saya juga tidak ikut mengambil keputusan," tegas Ririek. 

Adapun, kasus dugaan rasuah yang menyeret namanya itu makin menyeruak menjelang Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Mei mendatang. Namun Ririek tak banyak komentar soal pergantian direksi. "Ditunggu saja hasil RUPST nanti," demikian Ririek.

Topik:

Korupsi Telkom Telkom Dirut Telkom