Lengkap! Temuan BPK PTPN II Bikin Irwan Peranginangin Cs Terseret Korupsi Lahan Citraland

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 November 2025 00:27 WIB
Pola Ruang dan Lahan PTPN II di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024. Sumber: Olah Data RTRW Kabupaten dan Peta Kebun PTPN II
Pola Ruang dan Lahan PTPN II di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024. Sumber: Olah Data RTRW Kabupaten dan Peta Kebun PTPN II

Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi penjualan aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional I oleh PT Nusa Dua Propertindo (NDP) melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land atau Citraland.

Catatan Monitorindonesia.com bahwa kasus ini naik ke penyidikan sejak 25 Agustus 2025.

Sudah 4 tersangka yang dijbeloskan ke sel tahanan. Yakni, Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II periode 2020-2023 Irwan Peranginangin pada Jumat (7/11/2025). Lalu, Direktur PT NDP Iman Subakti (IS) pada Senin (20/10/2025).

Irwan Peranginangin
Mantan Dirut PTPN II Irwan Peranginangin (Foto: Kolase MI/Diolah)
https://monitorindonesia.com/storage/news/image/iman-subekti.webp
Direktur PT NDP Iman Subakti ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus jual beli aset milik PTPN I Regional 1 kepada PT Ciputra Land dengan sistem kerja sama operasional, Senin (20/10/2025) (Foto: Dok MI)

Kemudian, mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumut Askani dan mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang Abdul Rahim Lubis pada Selasa (14/10/2025) lalu.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/askani-dan-abdul-rahman-lubis.webp
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Sumut) menahan mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumut, Askani dan mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang, Abdul Rahman Lubis, Selasa (14/10/2025) (Foto: Dok MI)

Kepala Kejati Sumut, Harli Siregar, begitu disapa Monitorindonesia.com pekan lalu menyatakan bahwa pengusutan kasus ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

Adalah temuan pertama ihwal klausul kontrak kerja sama belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan.

"Yang sedang kita tangani adalah temuan ke-1 dari 15 temuan BPK, yakni klausul kontrak kerja sama belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan," kata Harli.

Kajati Sumut Harli Siregar
Kajati Sumut Harli Siregar (Foto: Dok M/Istimewa)

Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut hingga kini masih fokus dari temuan ke-1 itu. Sementara temuan lainnya masih perlu investigasi lebih lanjut.

"Kami sedang fokus menuntaskan temuan ke 1 itu dan untuk menemukan temuan BPK terindikasi pidana atau tidak tentu harus melalui investigasi lanjutan," tambah mantan Kajati Papua Barat itu.

Adapun temuan BPK ke-1 selengkapnya adalah sebagai berikut:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi tahun 2021 s.d. Semester I 2023 pada PTPN II mengungkapkan permasalahanpermasalahan sebagai berikut: 

1. Klausul Kontrak Kerja Sama Belum Sepenuhnya Menguntungkan PTPN II dan Tidak Sesuai Peraturan Pertanahan 

PTPN II memiliki aset non produktif berupa bidang tanah yang berada di wilayah perkotaan khususnya yang berbatasan dengan kota Medan, kota Binjai, dan kabupaten Deli Serdang. 

Lahan tersebut sebagian besar dikuasai/digarap oleh masyarakat. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo, lahan tersebut telah berubah peruntukan sebagai kawasan permukiman sehingga sudah tidak layak lagi untuk dikelola sebagai lahan perkebunan. 

Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi kota Medan dan Deli Serdang menyebabkan kondisi lahan kebun-kebun tersebut telah dikelilingi oleh perumahan dan kawasan bisnis yang menyebabkan turunnya daya dukung lahan kebun. 

Produktivitas kebun-kebun tersebut sangat rendah dan bahkan selama bertahun-tahun membuat PTPN II membukukan kerugian yang memberatkan kinerja operasional dan keuangan. 

Guna memanfaatkan aset kebun-kebun tersebut PTPN II melakukan kajian peruntukan kebun sebagai kawasan perumahan, komersial dan industri sehingga kebun tersebut menjadi produktif, selanjutnya dalam rangka menjalankan rencana tersebut PTPN II melakukan seleksi mitra yang dimulai sejak Tahun 2012. 

Dalam proses penetapan mitra strategis, PTPN II melakukannya melalui mekanisme beauty contest sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Seleksi Mitra Strategis pada PTPN II Nomor 11.0/Kpts/11/XII/2010 tanggal 8 Desember 2010. 

Mitra yang terpilih sebagai prioritas pertama adalah PT DAR Tbk, namun pada saat negosiasi syarat dan ketentuan tidak tercapai kesepakatan dengan PTPN II, sehingga sesuai dengan laporan hasil seleksi mitra strategis yang dibuat oleh PT BS maka mitra strategis prioritas selanjutnya adalah PT CS Tbk. Hasil negosiasi dengan PT CS Tbk diperoleh kesepakatan dalam rangka melaksanakan kerja sama pengembangan proyek KDM. 

Menteri BUMN memberikan persetujuan KSO Proyek KDM melalui surat Nomor: S434/MBU/2014 tanggal 24 Juli 2014 dan Nomor: S-565/MBU/09/2014 tanggal 30 September 2014 perihal Persetujuan Pendirian Perusahaan Patungan dan Kerja sama Operasi untuk Provek KDM. 

Selanjutnya PTPN II merencanakan untuk melanjutkan pelaksanaan Proyek KDM dan menyampaikan hal tersebut kepada Menteri BUMN yang ditembuskan kepada PTPN III (Persero) melalui surat Nomor: 20/X/262/III/2019 tanggal 6 Maret 2019 dan mendapat balasan dari PTPN III (Persero) sesuai dengan surat balasan No. HDP/N.11/687/2019 tanggal 27 Maret 2019 yang pada dasarnya meminta melakukan pembicaraan dengan mitra terkait dan melakukan pembaharuan kajian untuk mendapatkan gambaran mengenai kelayakan risiko dan benefit bagi PTPN II. 

Pembaharuan kajian atas studi kelayakan telah dilakukan oleh PT BS dan PT CII pada tanggal 21 Juni 2019 sesuai kontrak nomor 20/SPK/29/V1/2019 dalam rangka Jasa 

Financial Advisor Pemutakhiran Kajian dan Pendampingan Pelaksanaan Kerja sama degan Mitra Strategis Pengembangan Kawasan Kota Deli Megapolitan (KDM), salah satu tujuan dari Kerja sama tersebut adalah untuk mengetahui kelayakan risiko dan benefit bagi PTPN II. 

Berdasarkan kajian internal PTPN II dan laporan studi kelayakan sebelumnya menunjukkan bahwa opsi terbaik pengembangan kebun tersebut adalah dengan merubah peruntukkannya menjadi kawasan residensial, bisnis dan properti yang terpadu dan berwawasan lingkungan hijau dengan melakukan kerja sama dengan mitra Strategis. 

Rencana pengembangan Proyek KDM meliputi total lahan seluas lebih kurang 8.077 ha, untuk masa kerja sama selama 30 tahun. Dimana seluas 4.038.46 Ha (50.00%) berupa kawasan hijau dan seluas 4.038.54 Ha (50.00%) merupakan lahan dikembangkan.

Selanjutnya lahan dikembangkan tersebut akan dikonversi menjadi kawasan residensial seluas 2.014 Ha, kawasan komersial/bisnis 549.54 Ha dan kawasan industri seluas 975 Ha, selebihnya seluas 500 Ha akan digunakan sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR). 

Dalam pelaksanaan Proyek KDM, PTPN II menggandeng mitra strategis dengan PT CKPSN yang tertuang dalam Master Cooperation Agreement (MCA) antara PTPN II dan CKPSN Nomor Dir/SPK-I/01/VI/2020 tanggal 26 Juni 2020 dan sudah mengalami dua kali amandemen terakhir tanggal 23 Juni 2023. 

Menindaklanjuti MCA tersebut, PTPN II dan PT CKPSN membentuk beberapa Joint Venture Corporation (JVCo) / Perusahaan Usaha Patungan (PUP) yang bertanggung jawab melakukan penggarapan, pembangunan, pemasaran, penjualan, penyewaan, dan/atau pengelolaan atas masingmasing Kawasan. 

PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) untuk PUP kawasan residensial, PT Deli Megapolitan Kawasan Bisnis (DMKB) untuk PUP kawasan komersil/bisnis dan PT Deli Megapolitan Kawasan Industri (DMKI) untuk PUP kawasan industri. Selanjutnya masing-masing KSO menandatangani kerja sama operasi dengan PTPN II yang ditandatangani pada ! 1 November 2020. 

Hasil pemeriksaan atas Kerja sama pemanfaatan lahan milik PTPN II pada proyek KDM menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 

a. Pelaksanaan Proyek Tidak Didukung dengan RKT dan Laporan Berkala Dalam rangka pelaksanaan KSO terdapat beberapa yang tidak patuh, antara lain : 

1) Tidak adanya dokumen rencana kerja tahunan (RKT) 

RKT merupakan dokumen rencana tahunan yang disepakati oleh PTPN II dan CKPSN, didalamnya memuat rencana kegiatan seperti rincian perkiraan belanja modal, rincian perkiraan pendapatan dan pengeluaran, rincian mengenai luas lokasi, harga minimum dan ketentuan lain yang disepakati dan ditentukan kedua belah pihak. Dalam MCA diatur bahwa RKT seharusnya diputuskan kedua belah pihak melalui mekanisme RUPS. 

BPK telah meminta dokumen tersebut namun sampai dengan akhir pemeriksaan tanggal 29 Desember 2023 dokumen tersebut tidak diterima. GM DMKR memberikan informasi bahwa RKT belum disusun karena proyek masih dalam proses pembersihan lahan, sehingga pekerjaan hanya fokus pada kegiatan tersebut. Pernyataan tersebut kurang sesuai dengan kondisi lapangan, salah satu 

kawasan residensial di wilayah Helvetia sudah dibangun dan PT DMKR sudah menerima pendapatan atas penjualan property, walaupun belum dilakukan AJB kepada konsumen. 

Penjualan properti Helvetia tidak didukung dengan RKT, sehingga PTPN II tidak mengetahui rincian perkiraan pendapatan, luas alokasi penyediaan lahan, dan lain sebagainya. 

2) PTPN II dan PT NDP tidak mendapat laporan berkala dari PT DMKR 

Dokumen MCA menyatakan bahwa masing-masing PUP menyampaikan laporan berkala pada tanggal 10 setiap bulannya kepada PTPN II dan PT CKPSN, yang berisi laporan hasil penjualan produk real estat dari masing-masing PUP. 

Laporan berkala tersebut akan digunakan oleh Para Pihak (PTPN II dan PT CKPSN) sebagai dasar untuk memperhitungkan jumlah Pendapatan atas Pemanfaatan Lahan Wilayah HGU (PPLWH) yang akan diterima oleh PTPN II dan/atau PT NDP dari hasil penjualan produk real estat. 

Tahun 2021 s.d. 2023 PT DMKR sudah menjual properti di Helvetia dan Bangun Sari. Dari hasi] penjualan tersebut PT NDP sudah menerima PPLWH dan Beban atas Pemanfaatan Lahan Wilayah HGU (BPLWH). 

Namun pembagian tersebut tidak didukung dengan laporan berkala. BPK telah meminta dokumen laporan berkala, namun sampai dengan pemeriksaan lapangan berakhir pada 29 Desember 2023 dokumen tersebut tidak diterima. 

b. Kelebihan Transfer PPLWH kepada PT NDP Senilai Rp1.372.063.871,00 

Sampai dengan akhir Tahun 2023, pendapatan yang diperoleh PTPN II senilai Rp86.480.275.663,00 dengan rincian sebagai berikut : 

1) Dividen Tahun 2022 senilai Rp30.000.000.000,00 atas pelaksanaan proyek kawasan residen; dan 

2) Uang muka PPLWH proyek bisnis dan industri senilai Rp56.480.275.663,00 (Rp18.472.083.178,00 + Rp38.008.192.485,00). 

PPLWH Hak Guna Usaha (HGU) merupakan porsi pembagian pendapatan (revenue sharing) setelah dikurangi pajak-pajak yang berlaku berdasarkan peraturan perundangundangan di Republik Indonesia. 

PPLWH akan dibayarkan kepada PTPN II dan/atau PT NDP atas kompensasi pelaksanaan kewajiban PTPN II dan/atau PT NDP untuk menyediakan lahan Wilayah HGU kepada PT CKPSN dan/atau masing-masing PUP yang jumlahnya dihitung berdasarkan porsi atau presentase tertentu yang disepakati merupakan bagian dari pendapatan yang wajib dibayarkan terlebih dahulu atas hasil penjualan: 

1) Produk Kawasan Residensial kepada PT NDP; 2) Produk Kawasan Bisnis kepada P1PN II: dan 3) Produk Kawasan Industri kepada PTPN II. 

Tahap pertama, CKPSN dan PTPN I] sepakat untuk mengalokasikan penyediaan dan pembangunan lahan seluas 705 Ha. Komitmen dalam penyediaan lahan tersebut, PTPN II berhak mendapatkan jaminan PPLWH senilai Rp225.000 000.000,00 untuk seluruh kawasan yang dibayarkan dalam empat tahap kepada PTPN II. 

Kemudian diteruskan kepada PT NDP untuk bagian kawasan residensial. Sampai dengan November 2023, PTPN II telah menerima jaminan PPLWH tahap satu s.d. tahap tiga senilai Rp117.500.000.000,00, sedangkan tahap empat senilai Rp107.500.000.000,00 belum diterima karena PTPN II dan PT NDP belum bisa menyediakan lahan seluas 705 Ha dalam bentuk HGB. 

Rincian jaminan PPLWH yang sudah diterima sebagai berikut: 

Tabel 1 Temuan BPK PTPN II

Selain mendapatkan jaminan PPLWH, PT NDP juga mendapatkan jaminan BPLWH senilai Rp13.877.780.000,00 dari PT CKPSN melalui PTPN II. Jika mengacu pada jaminan PPLWH tabel 3.1 dan jaminan BPLWH, PT NDP berhak mendapatkan dana senilai Rp74.897.504.337,00 (Rp61.019.724.337,00 + Rp13.877.780.000,00). 

Hasil analisis pada rekening koran PTPN II nilai yang ditransfer kepada PT NDP senilai Rp76.269.568.208,00 yang berasal dari 3 rekening bank BRI, dengan rincian sebagai berikut: 

Tabel 3.2 Temuan BPK PTPN II

Periode transfer jaminan PPLWH pada tabel 3.2 di Tahun 2021 s.d. 2023. Berdasarkan tabel 3.2 terdapat kelebihan transfer senilai Rp1.372.063.871,00 (Rp76.269.568.208,00 - Rp74.897.504.337,00) dari PTPN II kepada PT NDP. 

Pada rekening koran PT NDP per 30 November 2023, saldo yang tersisa senilai Rp351.174.732,00. Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Akuntansi Keuangan PTPN II dan Direktur PT NDP memberikan informasi bahwa PTPN II tidak melakukan rekonsiliasi khusus alokasi serta transfer PPLWH dan BPLWH. 

c. Kewajiban penyerahan lahan kepada Negara belum diatur dalam kontrak 

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah yang menyatakan bahwa dalam hal perubahan HGU karena terjadi revisi rencana tata ruang, maka pemegang HGU menyerahkan paling sedikit 20% kepada negara dari luas bidang tanah HGU yang diubah. 

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2021 — 2041 yang didalamnya mengatur penggunaan tata ruang berdasarkan jenis Kawasan seperti pemukiman, perindustrian, perkebunan dan lain sebagainya. 

Berdasarkan data pola ruang dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Deli Serdang dan peta HGU PTPN II yang berada di Kabupaten Deli Serdang, diperoleh analisis gambar sebagai berikut: 

Gambar Temuan BPK PTPN II

Kawasan pemukiman pada gambar 3 merupakan rencana tata ruang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2021-2041. Lahan kebun Bandar Klippa seluas +5.834 Ha dan Tandem seluas +274,01 Ha berada dalam kawasan pemukiman. Sampai dengan 15 Desember 2023 terdapat pemecahan konversi HGB pada beberapa lahan yang berada di wilayah kebun Bandar Klippa seluas 81,66 Ha yang akan dialokasikan kepada pemerintah seluas 16,33 Ha (81,66 Ha x 20%), dengan rincian sebagai berikut: 

Tabel 3.3 Temuan BPK PTPN II

Sertifikat HGB menyatakan bahwa penerima hak wajib menyerahkan sekurangkurangnya 20% dari luas bidang HGU yang diubah menjadi HGB dan penerima hak dilarang mengalihkan, menjual dan/atau melepaskan HGB apabila penerima belum melaksanakan kewajiban kepada negara. 

Pemegang saham PTPN II dalam keputusan nomor S-915/MBU/12/2019 tanggal 12 Desember 2019 memutuskan Lampiran MCA rincian HGU yang digunakan untuk kawasan residensial seluas 2.514 Ha, sehingga penerima hak memiliki kewajiban untuk mencadangkan lahan seluas 20% atau 502,8 Ha. Selain itu, luasan lahan yang diserahkan PT NDP kepada PT DMKR yang tertuang dalam berita acara penyerahan lahan tidak menyebutkan alokasi lahan seluas 20% untuk diserahkan kepada pemerintah. Namun hal tersebut belum diatur dalam MCA dan perjanjian KSO anak usaha patungan. 

d. Bagi hasil PPLWH belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan PT NDP 

Dalam pembangunan kawasan residensial, terdapat dua kegiatan yaitu penyediaan lahan dan konstruksi bangunan. Kegiatan penyediaan lahan dibagi menjadi dua, yaitu penyediaan lahan mentah dan lahan matang. 

Pada perjanjian KSO nomor 17 tanggal 11 November 2020 antara PTPN II, PT NDP dan PT DMKR, diatur beberapa hal sebagai berikut: 

1) PTPN II berkewajiban menyediakan lahan dan bersama dengan PT NDP melakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan untuk memastikan bahwa perijinan dan kondisi lapangan lahan telah siap untuk dibangun; dan 

2) PT DMKR berhak menunjuk sub kontraktor untuk pengembangan lahan Kawasan residensial. Sub kontraktor berhak dengan biaya subkontrak pengembangan lahan (BSPL). 

Dalam rangka proyek kawasan residensial, PTPN II menginbrengkan lahan HGU kepada PT NDP yang selanjutnya lahan inbreng tersebut akan di split menjadi HGB sesuai RKT. Kawasan Proyek residensial yang sudah terbangun dan terjual adalah Kawasan Helvetia dan Bangun Sari. Perhitungan kedua proyek tersebut adalah sebagai berikut: 

Tabel 3.4 Temuan BPK PTPN II

Nilai PPLWH, BPLWH dan BSPL merupakan pengalian presentase pada tabel 3.4 dengan nilai penjualan tanah (sa/eble area). Hasil penjualan setelah dikurangi PPLWH, BPLWH dan Biaya Subkontrak Pengembangan Lahan (BSPL) menjadi bagian pendapatan PT DMKR. 

BSPL adalah biaya yang dialokasikan untuk pengolahan lahan mentah menjadi lahan jadi. PT DMKR berhak menunjuk subkontraktor untuk melaksanakan pematangan lahan tersebut. dalam perjanjian KSO, BSPL tidak bersifat af cost melainkan sudah dialokasikan diawal berdasarkan presentase yang sudah disepakati kedua belah pihak. 

Jika dibandingkan antara presentase PPLWH dengan BSPL maka presentase PPLWH 13%-14% terbilang kecil, mengingat PPLWH _ merupakan _ satu-satunya pendapatan/kompensasi terhadap pelepasan lahan yang diserahkan oleh PTPN II/PT NDP kepada PT DMKR. Sedangkan BSPL merupakan biaya pengolahan lahan jadi yang seharusnya at cost. 

Analisis dokumen KJPP tanah mentah, biaya pembersihan dan price list proyek bangun sari untuk menghitung proyeksi atas pelepasan tanah mentah oleh PTPN II diperoleh informasi sebagai berikut: 

Tabel 3.5 Temuan BPK PTPN II

Sampai dengan Desember 2023, Proyek Bangun Sari sudah mulai berjalan. Tabel 3.5 dapat dijelaskan sebagai berikut: 

1) KJPP tanah mentah merupakan penilaian KJPP Dasa‘at, Yudistira dan Rekan terhadap tanah mentah proyek Bangun Sari seluas 50 Ha; 

2) Biaya pembersihan yang merupakan realisasi biaya yang dikeluarkan PT NDP dalam pembersihan lahan seluas 50 Ha. 

Namun sampai dengan akhir pemeriksaan tanggal 29 Desember 2023, tim belum mendapatkan rincian dan bukti pertanggungjawaban realisasi kegiatan pembersihan lahan tersebut: dan  

3) PPLWH. Nilai PPLWH (presentase dan harga price list) pembangunan diatas lahan 14 Ha senilai Rp28.115.728.804,85. Mengacu pada proyek Helvetia dan penjelasan dari Direktur PT NDP bahwa saleble area berkisar antara 50-56%. 

Maka diasumsikan saleable area untuk proyek Bangun Sari diatas lahan 28 Ha (56% x 50 Ha) senilai Rp56.231.457.609,69 (Rp28.115.728.804,85 x 2). 

Berdasarkan proyeksi perhitungan pada tabel 3.5, PTPN II berpotensi rugi atas inbreng lahan proyek Bangun Sari senilai Rp20.714.656.697,31. 

e. Proses Inbreng Tanah sebagai Penyertaan Modal pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) Tidak Sesuai Akta Pendirian Perusahaan 

Surat Menteri Negara BUMN Nomor S-434/MBU/2014 tanggal 24 Juli 2014 dan S565/MBU/09/2014 tanggal 30 September 2014 perihal persetujuan pendirian perusahaan patungan KSO untuk proyek KDM merupakan dasar pembentukan perusahaan patungan antara PTPN II (Persero) dan PT Nusa Dua Bekala (NDB) yaitu PT Nusa Dua Propertindo (NDP) yang bergerak dalam bidang usaha pengelolaan bisnis property, dan pembentukan 6 (enam) perusahaan patungan PTPN II dengan CKPSN. 

Berdasarkan surat tersebut pemegang saham PTPN II dalam hal ini Menteri Negara BUMN menyetujui penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU beserta aset di atasnya seluas 2.514 Ha yang merupakan bagian total dari + 8.164 Ha eks Kebun Helvetia, Bandar Klippa, Sampali dan areal Kebun Penara untuk dijadikan tambahan penyertaan PTPN II pada PT NDP yang akan dilaksanakan secara bertahap selama jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun. 

Kemudian melalui surat keputusan pemegang saham PTPN II Nomor DTRS/N.II/2452/2021 tanggal 18 Agustus 2021 perihal Penegasan atas Keputusan Para Pemegang Saham PTPN II kembali menegaskan bahwa penyerahan tanah inbreng dalam rangka penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU seluas 2.514 Ha tersebut dapat dilakukan secara bertahap selama jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun sejak MCA ditandatangani atau paling lambat tanggal 25 Juni 2023. 

Demikian juga untuk pelaksanaan penghapusbukuan dilakukan sesuai tahapan inbreng kepada PT NDP. 

Hasil pemeriksaan dokumen atas inbreng tanah pada proyek KDM seluas 2.514 Ha menunjukkan bahwa akta inbreng pelepasan hak atas tanah HGU milik PTPN II sampai dengan tanggal 26 Juni 2023 hanya mencapai 2.480,.01 Ha. 

Nilai penyertaan PTPN II pada PT NDP atas lahan seluas 2.480,01 Ha senilai Rp625.178.000.000,00. 

Masih terdapat sisa tanah HGU milik PTPN II yang belum dilakukan akta inbreng seluas 33,9 Ha yaitu lahan yang berada di lokasi Kebun Penara, sehingga memerlukan persetujuan kembali pemegang saham dalam hal ini PTPN III. Hasil konfirmasi dengan bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II diperoleh informasi bahwa PTPN II belum mengajukan persetujuan penghapusan atas sisa tanah inbreng tersebut kepada pemegang saham. 

f. Investasi Saham PTPN II Turun Pada PUP Kawasan Bisnis 

Dalam perjanjian MCA antara PTPN II dengan PT CKPSN salah satu PUP yang dibentuk adalah PUP bisnis yaitu PT DMKB. Pembentukan PT DMKB tertuang dalam dokumen akta pendirian nomor 14 tanggal 8 September 2020. Dalam akta perusahaan, nilai modal dasar perseroan senilai Rp5.000.000.000.00 dengan nilai modal disetor senilai 100%. 

PTPN II memiliki proporsi kepemilikan sejumlah 25% dengan modal disetor senilai Rp1.250.000.000,00. PTPN II telah menyetorkan modal tersebut pada tanggal 19 Oktober 2020. 

PTPN II dengan PT DMKB melaksanakan Perjanjian Kerja sama Operasi Kawasan Bisnis yang tertuang dalam akta nomor 18 tanggal 11 November 2020. 

Dalam perjanjian tersebut, PTPN II berkewajiban menyediakan lahan dalam kondisi siap untuk dikembangkan. Dalam rangka pembersihan lahan HGU PTPN II merupakan tanggungjawab SEVP Manajemen Aset dan Kepala Bagian Hukum PTPN II. 

Tahun 2020 sd. 2022 PT DMKB mengalami akumulasi kerugian senilai Rp5.409.485.203,00 atau mengalami negatif ekuitas senilai Rp409.485.203,00. Kondisi tersebut mengurangi nilai modal (ekuitas) PTPN II di DMKB. hingga pada Tahun 2022 yang tertuang dalam laporan keuangan PTPN II Tahun 2022 (audited), nilai investasi saham pada PTPN II pada PT DMKB bernilai Rp0,00. 

Laporan akhir PT BS menyajikan RKT selama 30 tahun pada tiga PUP, salah satunya PUP bisnis. PT BS menyatakan bahwa pemanfaatan lahan kawasan bisnis/komersil baru akan dimulai pada RKT 4 (empat) atau tahun ke 16 kerja sama antara PTPN II dengan PT CKPSN. 

Dengan dibentuknya PT DMKB pada tahun ke-1 kerja sama, namun dikarenakan belum ada pembebasan lahan atau penyediaan tanah mentah, maka PT DMKB belum menjalankan proyeknya dalam membangun kawasan bisnis, sehingga terindikasi merugikan PTPN II senilai Rp1.250.000.000.00. 

f. Klausul Penyediaan Lahan Perkebunan Seluas 10.000 Ha dalam MCA Pembangunan KDM Tidak Mengatur Secara Detail Mengenai Spesifikasi Lahan 

Salah satu kewajiban PT CKPSN dalam MCA adalah menyediakan lahan seluas 10.000 Ha kepada PTPN II dengan batas waktu sampai dengan 3 (tiga) tahun terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian. 

Pada 23 Juni 2023, kedua belah pihak melakukan addendum perjanjian yang isinya adalah memperpanjang tenggat penyediaan menjadi 4 (empat) tahun. Penyediaan lahan dengan luas minimal 10.000 Ha tersebut dilaksanakan dengan alternatif pilihan sebagai berikut: 

1) CKPSN membeli lahan perkebunan kelapa sawit yang telah memiliki sertifikat HGU; 

2) CKPSN membeli perusahaan perkebunan yang mempunyai areal HGU dan menyerahkan kepada PTPN II kepemilikan saham atas perusahaan perkebunan tersebut senilai 70%; 

3) CKPSN menyediakan lahan perkebunan kerja sama tambahan kepada PTPN II di lahan perkebunan yang belum ditanami dan dalam proses penerbitan sertifikat HGU dimana biaya pembersihan akan ditanggung masing masing pemegang saham yaitu PTPN II senilai 70%; dan 

4) Atas persetujuan CKPSN, PTPN II membeli lahan secara langsung atau melalui pihak ketiga

Berdasarkan klausul dalam MCA Proyek KDM dapat dilihat bahwa pengaturan mengenai penyediaan lahan senilai 10.000 Ha tersebut belum secara rinci mengatur mekanisme penyediaan lahan tersebut diantaranya adalah: 

1) tidak dijelaskan komoditas yang akan di tanam dalam lahan 10.000 Ha tersebut; 

2) lokasi areal perkebunan apakah dalam satu areal kebun atau terpisah dalam beberapa areal kebun; 

3) klausul jika persetujuan/kesepakatan dari CKPSN tidak diberikan dalam jangka waktu tertentu terkait penyediaan lahan secara langsung atau lewat pihak ketiga apakah otomatis PTPN II dapat membeli langsung tanpa persetujuan; 

4) Jaminan dari Ciputra terkait penyediaan lahan 10.000 Ha berupa bank garansi atau jaminan lainnya jika tidak berhasil menyediakan lahan tersebut; dan 

5) sanksi berupa denda atau pemutusan KSO atas tidak terlaksananya penyediaan lahan 10.000 Ha oleh CKPSN. 

PT CKPSN telah mengajukan lahan seluas 10.000 Ha kepada PTPN II yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Selatan. Kemudian PTPN II meminta pihak ketiga dalam hal ini PT SI untuk menyusun kajian kelayakan perkebunan atas lahan tersebut. 

PT SI tidak menyarankan lahan tersebut untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan dikategorikan sebagai Tidak Sesuai Permanen. 

Berdasarkan kondisi di atas pengaturan penyediaan lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi menimbulkan permasalahan dikemudian hari jika tidak dilakukan addendum yang menjelaskan mekanisme pelaksanaan penyediaan lahan tersebut. 

h. Besaran Biaya Subkontrak Pengembangan Lahan Tidak Didasarkan pada Prinsip At Cost 

MCA antara PTPN II, PT NDP dan PT CKPSN menyatakan bahwa Para Pihak sepakat bahwa nantinya masing-masing perusahaan PUP (PUP Kawasan Bisnis, PUP Industri, dan PUP Residensial) mempunyai hak sepenuhnya untuk mengembangkan dan mengelola Wilayah KDM, termasuk namun tidak terbatas untuk mensubkontrakkan, mengalihkan atau mengangkat pihak pengembang atau perusahaan real estat lainnya

yang mempunyai reputasi baik sebagai pengembang untuk melaksanakan pengembangan dan pembangunan lahan Wilayah HGU yang diperuntukkan bagi masing-masing PUP tersebut, dengan ketentuan bahwa biaya yang akan dibayar oleh masing-masing perusahaan PUP terkait dengan penunjukan subkontrak disebut Biaya Subkontrak Pengembangan Lahan (BSPL) berdasarkan presentase nilai penjualan tanah dari masing-masing kawasan, dengan presentasi sebagai berikut:

Tabel 3.6 Temuan BPK PTPN II

Penetapan besaran BSPL dengan berdasarkan presentase tidak mencerminkan kepantasan dan kewajaran (fairness) aspek keuangan. Hal ini karena: 

1) Biaya pengembangan dan pembangunan lahan wilayah HGU merupakan salah satu komponen harga pokok produksi suatu produk yang dihasilkan proyek kerjasama; 

2) Subkontraktor yang melaksanakan pengembangan dan pembangunan lahan wilayah HGU bukan merupakan pihak-pihak yang melakukan kesepakatan di MCA; dan 

3) Besar kemungkinan terjadinya perbedaan antara nilai BSPL berdasarkan persentase merupakan suatu ketidaklaziman. Dalam hal ini besaran BSPL akan lebih pantas dan wajar menggunakan real cost. 

Mengacu pada tiga alasan tersebut, maka besaran BSPL berdasarkan persentase merupakan suatu ketidaklaziman. Dalam hal ini besaran BSPL akan lebih pantas dan wajar dengan menggunakan real cost. 

Kondisi tersebut di atas tidak sesuai dengan: 

a. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2010 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/03/2021 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN yaitu: 

1) Pasal 16 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Persetujuan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15 berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkan persetujuan dimaksud; dan 

2) Pasal 16 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Dalam hal Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan belum dapat direalisasikan dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi dapat mengajukan permohonan persetujuan izin baru disertai penjelasan mengenai kendala pelaksanaan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan selama kurun waktu 1 (satu) tahun tersebut serta rencana penyelesaian pelaksanaan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan. 

b. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah pasal 165 ayat 1 yang menyatakan bahwa dalam hal perubahan Hak Guna Usaha karena terjadi revisi RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 huruf b, Hak Guna Usaha disesuaikan menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan kewajiban pemegang Hak Guna Usaha menyerahkan paling sedikit 20% (dua puluh persen) kepada negara dari luas bidang tanah Hak Guna Usaha yang diubah; 

c. Master Cooperation Agreement antara PTPN H, CKPSN dan PT NDP yang terakhir di addendum pada 23 Juni 2023, pada: 

1) Pasal 8.1.1 yang menyatakan bahwa RKT merupakan rencana kerja tahunan dari masing-masing PUP yang dipersiapkan dengan mengacu kepada Master Plan untuk kemudian disahkan dan disepakati oleh para pemegang saham masingmasing PUP melalui Rapat Umum Pemegang Saham yaitu baik melalui penyelenggaraan RUPS secara fisik ataupun RUPS berdasarkan keputusan bersama melalui surat edaran (circular resolution) (“"RUPS"); 

2) Pasal 8.2 yang menyatakan bahwa dari waktu ke waktu, Para Pihak sepakat dan menyebabkan masing-masing para pemegang saham PUP untuk mengesahkan dan menyetujui RKT dari masing-masing PUP terkait berdasarkan itikad baik dan praktek yang terbaik (best practice) dari real estat pada umumnya di Indonesia; 

3) Pasal 10.2.4 yang menyatakan bahwa Para Pihak sepakat untuk menyebabkan masing-masing PUP Aset menyampaikan laporan berkala pada tanggal 10 setiap bulannya kepada Para Pihak, yang berisi laporan hasil penjualan produk real estat dari masing-masing PUP Aset tersebut. 


4) Pasal 31.1 yang menyatakan bahwa CKPSN dengan ini memberikan kesepakatan dan janji yang tidak dapat ditarik kembali di masa yang akan datang, bahwa tidak lebih dari 3 (tiga) tahun terhitung dari sejak ditandatanganinya Perjanjian ini atau dalam tenggat waktu lainnya yang dapat disetujui secara tertulis oleh PTPN II dan CKPSN; 

5) Pasal 31.2 yang menyatakan penyediaan lahan seluas sedikit-dikitnya 10.000 Ha (sepuluh ribu hektar), dengan ketentuan sebagai berikut: 

a) Pembelian lahan yang telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit dengan dana berasal dari CKPSN; 

b) Dalam hal CKPSN tidak dapat menyediakan lahan sesuai dengan ketentuan huruf a di atas, CKPSN akan membeli suatu perusahaan perkebunan yang mempunyai areal Hak Guna Usaha minimal seluas 10.000 ha (sepuluh ribu hektar) dengan dana yang berasal dari CKPSN dan selanjutnya PTPN II akan diberikan saham terhadap perusahaan perkebunan yang dibeli oleh CIPTRA KPSN sebesar 70° (tujuh puluh persen) dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh perusahaan perkebunan tersebut; atau 

c) Apabila ketentuan huruf a dan b tersebut tidak dapat dilakukan, maka CKPSN wajib menyediakan lahan perkebunan kerja sama tambahan kepada PTPN II sedikit-dikitnya seluas 10.000 Ha (sepuluh ribu hektar). 

d. Peraturan Direksi PTPN II (Persero) Nomor DIR/PER/16/2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang SOP Kerja sama Optimasi Usaha di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group pada Prinsip Umum Pasal 4 ayat 1 huruf a yang menyatakan bahwa Kerja Sama dilakukan dengan memperhatikan asas transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, kemanfaatan, dan kewajaran serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

e. Akta Nomor 08 dari Notaris Nanda Fauz Iwan, S.H., tanggal 25 Juli 2019 mengenai perubahan jenis saham dan perubahan Anggaran Dasar PT Perkebunan Nusantara II dengan perubahan terakhir Akta Nomor 01 dari Notaris Muhammad Arif Fadillah, S.H., tanggal 13 Oktober 2022, pasal 11 tentang tugas. wewenang dan kewajiban Direksi PTPN II antara lain menyatakan bahwa Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi AD Perseroan dan peraturan perundangan-undangan yang belaku serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran; 

f. Surat Keputusan para pendiri PT Nusa Dua Propertindo Nomor PTPN II : Dir/X/81/V1I/2020 Nomor PT NDB : 06/NDB/Kpts/VI/2020 tanggal 25 Juni 2020 Perihal persetujuan perjanjian transaksi Proyek Kota Deli Megapolitan yaitu pada angka 2 yang menyebutkan Kami selaku Para Pemegang Saham menyetujui perjanjian transaksi Proyek Kota Deli Megapolitan atas penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU beserta aset diatasnya hingga maksimum seluas 2.514 Ha (“Tanah Inbreng”) yang dilakukan dalam jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun sejak diperolehnya Persetujuan Tetap (sebagaimana hal ini disyaratkan dalam Persetujuan Tetap) untuk dijadikan tambahan penyertaan PT Perkebunan Nusantara I] kepada PT Nusa Dua Propertindo; 

g. SK Direksi PTPN II Nomor Dir/Kpts/166/VII/2021 tanggal 5 Juli 2021 tentang Perubahan dan Pembagian Tugas dan Wewenang Senior Executive Vice President (SEVP) PTPN II Pasal 6 yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang SEVP Manajemen Aset, antara lain : 

1) Membawahi dan mengkoordinir Bagian Hukum serta Bagian Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset; 

2) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan Operasional dalam ruang lingkup Bagian Hukum serta Bagian Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset: dan 

3) Melaksanakan dan memantau penerapan prinsip-prinsip GCG dan manajemen risiko di Bagian Hukum serta Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset. 

h. SK Direksi PTPN II Nomor 2.6-Dir/Kpts/487/I1X/2022 tanggal 7 September 2022 tentang Uraian Tugas Karyawan Pimpinan PTPN II, uraian tugas : 

1) Kepala Bagian Hukum, antara lain mengawasi proses pelepasan aset untuk kepentingan umum sesuai aturan yang berlaku dan melaksanakan yang sifatnya ad hoc; 

2) Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability, antara lain : 

a) Mengevaluasi kajian internal/eksternal sebagai kajian awal atas rencana bisnis (Business Project) dan aksi korporasi yang akan dilaksanakan perusahaan dan/atau melakukan kajian eksternal dengan menggunakan Jasa Konsultan Independen yang disetujui Direktur atau SEVP Teknis atas rencana bisnis (Business Project), dan aksi korporasi yang akan dilaksanakan perusahaan; dan 

b) Berkoordinasi dengan bagian terkait dalam melakukan, meninjau dan mengevaluasi kerja sama optimalisasi pemanfaatan aset perusahaan. Permasalahan tersebut mengakibatkan: a. PTPN II belum memperoleh keuntungan dari proyek KDM, antara lain : 

1) Pembentukan PT DMKB. terindikasi merugikan PTPN_ II senilai Rp1.250.000.000,00; 

2) Bagi hasil PPLWH berpotensi merugikan PTPN II dan PT NDP: 

3) BSPL terindikasi mengurangi porsi pendapatan PTPN II dan PT NDP: dan 

4) Penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi. b. Pelaksanaan proyek KDM tidak terukur; 

c. Kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP berpotensi tidak diganti senilai Rp1.372.063.87 1,00; 

d. Pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat: dan e. Penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan Pemegang Saham. 

Kondisi tersebut di atas disebabkan: 

a. Direktur PTPN II 2020 s.d. 2023: 

1) Tidak cermat menyetujui addendum Master Cooperation Agreement dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah, spesifikasi lahan pengganti 10.000 Ha dan presentase BSPL; dan 

2) Belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng ke PT NDP sesuai ketentuan yang berlaku. 

b. Direktur PT NDP periode 2020 s.d. 2023 :

1) Kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan residensial; dan 

2) Kurang cermat dalam mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan residensial. 

c. SEVP Manajemen Aset periode 2021 s.d. 2023 kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis; 

d. Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode 2021 s.d. 2023 kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA; 

e. Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 s.d. 2023 kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH;: dan 

f. Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 s.d. 2023 kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang kawasan bisnis dan industri. 

Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK. 

BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar : 

a. Berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku kepada sdr. IP selaku Direktur PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 karena tidak cermat menyetujui addendum MCA dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha; 

b. Menugaskan bagian SPI melaksanakan audit (pemeriksaan khusus) perihal kerjasama proyek KDM yang diawasi langsung oleh Dewan Komisaris PTPN I; 

c. Menugaskan unit terkait untuk melakukan reviu atas kerja sama dengan PT CKPSN; 

d. Koordinasi dengan pemegang saham dan PT CKPSN untuk melakukan revisi klausul perjanjian yang memberikan keuntungan optimal kepada PTPN I; 

e. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada : 

1) Direktur PT NDP periode 2020 s.d. 2023 karena kurang optimal dalam menyediakan lahan matang dan mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan; 

2) SEVP Manajemen Aset PTPN II periode 2021 s.d. 2023 karena kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis;

3) Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II periode 2021 s.d. 2023 karena kurang cermat dalam merevisi klausul kewajiban penyediaan lahan pemerintah; 

4) Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 s.d. 2023 karena kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH; dan 

5) Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 s.d. 2023 karena kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang.

14 temuan BPK lainnya

2. Lingkup dan Asumsi Laporan Kajian PT BS Tidak Sesuai Skema Kerja Sama

3. Pembayaran Monthly Base dan Biaya Lain-Lain Konsultan Hukum Tidak Berdasar serta Kelebihan Pembayaran Success Fee Senilai Rp 8.271.191.768,56

4.  PTPN II Belum Mengenakan Denda Keterlambatan Kedatangan Raw Sugar Tahun 2022 senilai USD17,272.60 kepada AT Pte Ltd 

5. Penghapusbukuan Lahan Eks HGU Seluas 451,73 Ha Tidak Dapat Diselesaikan Tepat Waktu dan Terdapat Ganti Rugi yang Belum Diterima Senilai Rp384.317.459.410,00

6. Pembayaran Biaya Keamanan Tahun 2021 s.d. 2023 Belum Sesuai Ketentuan

7. Kerja sama Pembangunan Kota Mandiri Bekala (KMB) antara PT Perkebunan Nusantara II dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan

8. Kerja Sama Penjualan Listrik Kepada PT PLN (Persero) dan Pengoperasian dan Pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Belum Memberikan Keuntungan yang Optimal Bagi PTPN II

9. Pelaksanaan Empat Paket Pekerjaan Pengecoran dan Pengaspalan Jalan tidak Sesuai Kontrak

10. PTPN II Belum Menagihkan Overdue Interest Keterlambatan Pembayaran Senilai Rp1,9 miliar dan Biaya Denda Keterlambatan Serah Terima Senilai Rp7,3 miliar

11. Pemberian asuransi purna jabatan (Aspurjab) kepada Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan, dan Sekretaris Dewan Komisaris di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II tidak sesuai.

12. Pertanggungjawaban Tiga Paket Pekerjaan Investasi Tidak Memenuhi Ketentuan Perolehan Aset Tetap

13. Denda Keterlambatan Pekerjaan Investasi Mesin dan Instalasi Belum Dikenakan Senilai Rp224,5 juta  dan Potensi Kemahalan Investasi Mesin Senilai Rp556 juta

14. Pelaksanaan Inter Company Trading (ICT) Gula Kristal Putih (GKP) Konsorsium PTPN II dan PTPN IV Belum Sesuai dengan Ketentuan

15. Pengelolaan Mutu Persediaan CPO Tidak Sesuai dengan SOP Pemasaran Komoditi Kelapa Sawit

Catatan:

Monitorindonesia.com akan terus mengulik 14 temuan BPK tersebut, mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Hingga kini, PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected]. Namun berdasarkan keterangan perusahaan baru-baru ini, pihak PTPN I menghormati proses hukum. 

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

PTPN I PTPN 1 PTPN II Irwan Peranginangin Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara Cintraland PT Ciputra Land Korupsi PTPN I