Pasien RS Keluhkan Efek Samping Obat yang Diduga Belum Memiliki Sertifikat Analisis dari Otoritas Negara Asal


Jakarta, MI – Pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bekasi berinisial MA yang divonis dokter (dr) Poli Linik menderita TB MDR dan dikasih obat, mengeluhkan kondisi kesehatannya yang dia duga akibat efek samping obat yang dikonsumsinya sesuai resep dokter (dr).
Sejak divonis menderita TB MDR tanggal 3 Agustus 2023 dan dikasih obat melalui Apoteker di Poli Linik TB MDR RSUD Kabuapten Bekasi tersebut kata MA kepada Monitorindonesia.com, tidak berselang lama atau sekitar 1 bulan mengkonsumsi obat yang terdiri dari 6 jenis, dengan dosis sekali makan sesuai resep dr: Bdg 100 mg (2 tablet), Cfz 100 mg (1 kapsul), Lfx 250 mg (4 tablet), Lzd 500 mg (1 tablet), Cs 250 mg (3 kapsul), dan Vit B6, 25 mg (1 tablet), selera makannya menurun, mual dan muntah.
Selain mual dan muntah lanjut MA, otot-ototnya nyeri sulit bergerak, jantung suka berdebar-debar, kulit gatal, penglihatan mata buram, telapak kaki terasa panas sakit diinjakkan. Ketika balik control sekitar bulan November 2023 itu, dr Poli Linik menyarankan berenti sementara makan obat karena detak jantungnya tidak normal.
“Rasa penasaran, karena sepengetahuan saya, pengobatan penyakit tuberculosis harus konsisten hingga benar-benar tuntas. Lalu mengapa saya disuruh berhenti sementara. Berusaha mencari tahu dari petugas medis Poli Linik, ternyata jantung saya terganggu dan berdebar-debar,” kata MA kepada Monitorindonesia.com pada 15 Agustus 2024 lalu dikutip pada Sabtu (8/2/2025).
Selama dua minggu disarankan berhenti makan obat kata MA kepada Monitorindonesia.com, selera makannya berangsur pulih, nyeri otot berkurang, penglihatan mulai membaik dan banyak perobahan yang dia rasakan. Namun ketika 2 minggu kemudian disarankan kembali makan obat, dia pun kembali mengonsumsi obat-obat tersebut. Namun rasa sakit yang dia duga akibat efek samping obat-obat tersebut kembali terulang.
“Rasa penasaran pun terus menyelimuti pikiran saya, mengapa jika makan obat sesuai resep dr Ploi Linik tersebut kesehatan saya justeru terganggu. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari tahu seperti apa dan bagaimana itu obat ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),” kata MA.
Menurut MA, keterangan yang dia peroleh dari BPOM membuat dirinya kaget sekaget kagetnya karena menurut petugas BPOM, salah satu jenis obat merk CLOSERIN/Cycloserine Capsules 250 mg manufactured by DONG-A ST yang diduga asal Korea belum terdaftar dan belum ada ijin edar.
“Sambil memeriksa sampel obat yang saya tunjukkan, petugas BPOM mengatakan, jika ada keluhan dari masyarakat tentang peredaran obat dan makanan mencurigakan, dapat disampaikan melalui BPOM MOBILE. Dalam kesempatan itu pun saya dipandu untuk membuat pengaduan melalui BPOM Mobile. Dan ternyata obat tersebut belum terdaftar dan belum ada ijin edarnya,” lanjut MA.
Mendapat penjelasan dari BPOM kata MA, dia pun berusaha mendapat tanggapan dari Direktur RSUD Kabupaten Bekasi mengapa obat yang belum memiliki ijin edar tersebut diberikan kepada pasien atau dirinya.
Oleh Direktur Umum RSUD Kabupaten Bekasi, dr. Arief Kurnia mengatakan payung hukumnya memberikan obat tersebut adalah: Surat Keterangan Nomor:FP.01.01/E/1150/2023 tentang persetujuan pemasukan obat melalui jalur khusus/Special Acces Scheme (SAS) oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI kepada pemohon, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, dan Peraturan BPOM Nomor.12/2024 tentang perubahan Peraturan BPOM No.30/2022 tentang SAS.
“Membaca dan meneliti butir per butir, pasal per pasal Surat Keterangan dan Peraturan BPOM tersebut, terindikasi obat-obat tersebut belum memenuhi ketentuan untuk diedarkan apalagi dikonsumsi. Kuat dugaan, kami para Pasien menjadi kelinci percobaan,” ungkap MA.
Menurut pengamatan saya kata MA lebih lanjut kepada monitorindonesia.com, Pemohon (Direktorat P2K) Kemenkes belum melaksanakan ketentuan yang tertuang pada butir 4 Surat Keterangan Persetujuan SAS Nomor:FP.01.01/E/1150/2023 tentang persetujuan pemasukan obat melalui jalur khusus/Special Acces Scheme (SAS) tersebut, yakni: diduga belum mencantumkan kode SAS dan Label SAS di tempat yang mudah terbaca dengan stempel atau stiker berkualitas baik.
MONITOR JUGA: Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan: Kementerian Kesehatan Tidak Menerima Suap atau Gratifikasi dalam Bentuk Apapun
Selain kode dan label ling diduga keras belum terpasang pada kemasan terkecil obat lanjut Pasien MA, kuat dugaan salah satu jenis obat tersebut belum memiliki sertifikat Analisis, Informasi yang mengatakan obat itu telah memiliki ijin edar atau persetujuan penggunaan darurat dari otoritas negara asal. Salah satu obat tersebut diduga kuat diedarkan dan diberikan kepada pasien baru sebatas uji klinis.
“Kecurigaan saya bukan tidak berdasar, jika diperhatikan lampiran surat keterangan SAS tersebut, pasokan obat berasal dari Negara India ke Indonesia. Namun salah satu nama/jenis obat merek CLOSERIN/Cycloserine Capsules 250 mg manufactured by DONG-A ST, diduga asal Korea yang sengaja disisipkan,” ungkap MA menaruh curiga.
Ketika informasi dari pasien TB MDR ini dikonfirmasi kepada Direktorat P2P Kemenkes RI, melalui suratnya Nomor:PS.04.1/C/223/2025 tertanggal 4 Februari 2025 yang ditanda tangani Plt Dirjen Penanggulangan Penyakit, dr. Yudhi Pramono menjelaskan: Obat yang beredar di Indonesia harus memiliki izin edar dari BPOM.
Pada kondisi tertentu berdasarkan peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor.17/2023 tentang kesehatan, dalam keadaan tertentu, sediaan Farmasi Alat kesehatan dapat diimpor tanpa memiliki perijinan berusaha berupa izin edar melalui mekanisme jalur khusus yang dilaksanakan sesuai UU.
Menurut Yudhi, secara umum seluruh obat hanya dapat diedarkan apabila ada ijin edar, dikecualikan untuk obat yang belum memiliki izin edar dan belum diproduksi dalam negeri namun dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan atau obat yang mengalami kekosongan stok yang berdampak mengganggu kesinambungan pelayanan kesehatan dapat dimasukkan melalui jalur SAS dan diedarkan.
Kemudian dalam surat jawaban konfirmasi, Yudhi membenarkan obat-obat tersebut merupakan donasi dari The Global Fund to Figh AIDS, Tuberculosis (GF ATM), dan mengenai pertanyaan Monitorindonesia.com butir 3 huruf (a), apakah obat-obat tersebut sudah memiliki sertifikat analisis, informasi yang mengatakan obat-obat tersebut telah memiliki izin edar atau persetujuan penggunaan darurat dari otoritas negara asal, pertanyaan ini tidak secara tegas dijawab.
Terhadap pertanyaan butir 3 huruf (a) tersebut, Yudhi mengatakan, berdasarkan Permenkes Nomor.14/2021 tentang standar kegiatan usaha dan produksi pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kesehatan disebutkan adanya persyaratan khusus atau persyaratan teknis produk, proses, dan/atau jasa, salah satunya perlu dibuktikan bahwa setiap obat yang diterima dari donasi perlu disertakan Cortificate of Analyst (CoA).
Yudhi menepis obat-obat tersebut dikaitkan dengan uji klinis. “Obat-obat tersebut bukan merupakan obat yang melalui uji klinis” kata Yudhi seraya menguraikan sistem pelaporan secara berjenjang. Penggunaan obat dilaporkan RS/Badan Usaha/Instalasi/Lembaga dibidang kesehatan melalui Sistem Informasi Tuberculosis (SITB). Dirjen P2P Kemenkes mendistribusikan obat kepada Dinas Kesehatan Provinsi secara berjenjang.
Ditanya efek samping yang dikeluhkan pasien MA kepada Monitorindonesia.com, Plt. Dirjen Pencegahan dan pengendalian penyakit Kemenkes, Yudhi membenarkan hasil monitoring dan laporan menunjukkan pasien mengalami mual/muntah, nafsu makan berkurang, rasa kebas dan ngeri pada otot tangan dan kaki, alergi kulit ringan. Efek samping obat kata Yudhi merupakan hal yang dapat ditangani di tingkat Fasyankes TB-RO. (M. Aritonang)
Topik:
Kemenkes BPOM Obat SASBerita Sebelumnya
Berikut Ini Beberapa Manfaat Buah Rambutan untuk Kesehatan
Berita Selanjutnya
Klaim Bisa Tingkatkan Stamina Pria, 8 Kosmetik Ini Disikat BPOM
Berita Terkait

Penyidikan Baru Kasus Gagal Ginjal Akut bak Ditelan Bumi, BPOM Lolos?
1 Oktober 2025 14:08 WIB

Diungkap Nikita Mirzani, Hakim Didesak Minta Polisi dan KPK Usut Dugaan Suap di BPOM
25 September 2025 12:52 WIB

BPOM Tarik 19 Obat Stamina Pria Ilegal karena Mengandung Bahan Kimia
23 September 2025 17:36 WIB

KPK Periksa Kabiro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes Liendha Andajani, Ini Kasusnya
22 September 2025 12:59 WIB