Data NIK KTP Warga Jakarta Dicatut Dukung Calon Kepala Daerah, Menkominfo Budi Irit Bicara!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Agustus 2024 1 jam yang lalu
Menkominfo, Budi Arie Setiadi (Foto: Dok MI)
Menkominfo, Budi Arie Setiadi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Data Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP warga Jakarta diduga dicatut untuk mendukung calon kepala daerah.

Sejumlah pihak berkomentar, termasuk Anies Baswedan, mantan Gubernur Jakarta yang belum dipastikan apakah akapan kembali ikut kontestasi di Pilkada Jakarta.

Meski NIK miliknya aman namun kedua anak, adik, dan beberapa orang yang bekerja dengan Anies, masuk dalam kelompok pendukung calon independen kepala daerah Jakarta.

Unggahan Anies di media sosial melampirkan tangkapan layar dari kedua anaknya. Tertulis ‘Mendukung Bakal Pasangan Calon Kepala Daerah Perseorangan yang Didukung’ satu pasang calon; Komjen Pol (Purn) Dr. (H.C) Drs. Dharma Pengrekun, M.M, M.H, Dr. Ir. R. Kun Wardana Abyoto, M.T.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi juga memberi pernyataan singkat terkait kabar pencatutan NIK yang mengarah kepada dugaan pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

“Pokoknya selama sesuai perundang-undangan yang berlaku di sistem pemilu yang ada, ya silakan aja kan,” ucap Budi di Senayan, Jumat (16/8/2024).

Dugaan pencatutan sepihak NIK mengarah kepada bakal calon gubernur/wakil gubernur Dharma dan Kun Wardana lewat jalur perseorangan di Pilgub DKI Jakarta 2024.

Dharma Pongrekun sendiri dinyatakan lolos sebagai pasangan independen Pilkada Jakarta. Keputusan ini disampaikan dalam rapat pleno verifikasi faktual pada hari Kamis di kantor KPU Jakarta.

Menurut lembaga studi dan advokasi masyarakat ELSAM jika benar pencatutan NIK dilakukan, hal ini membuka potensi pelanggaran undang-undang.

“Berdasarkan situasi tersebut, ELSAM, mencatat beberapa hal: Pertama, terdapat pelanggaran PDP yang dilakukan pasangan calon Dharma Pongrekun dan Kun Wardana karena diduga telah melakukan pemrosesan data yang bukan miliknya secara melawan hukum,” jelas ELSAM dalam rilis resminya.

“Kedua, terdapat kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta terhadap syarat pencalonan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana. KPU sebagai pengendali data atas SILON (Sistem Informasi Pencalonan) wajib memastikan akurasi, kelengkapan, dan konsistensi data yang dikelola dalam sistemnya, tertuang dalam Pasal 29 UU PDP).”

Melalui serangkaian laporan yang muncul, ELSAM mengindikasikan terdapat kegagalan pengendali, yakni KPU, dalam menjamin akurasi. Diperparah insiden muncul setelah disediakan mekanisme verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual. 

“Verifikasi faktual harusnya memungkinkan suatu mekanisme dimana anggota keluarga pendukung atau masyarakat setempat untuk bertanda tangan sebagai saksi pada lembar kerja PPS, jika pendukung menyatakan tidak memberikan dukungan kepada pasangan calon perseorangan,” papar ELSAM

Catatan ketiga dari lembaga advokasi ini, ketidakkonsistenan KPU dalam penerapan kepatuhan atas UU PDP. Belum ada integrasi dan adopsi standar kepatuhan pelindungan data pribadi.

“Selain itu, dalam proses verifikasi semestinya KPU juga memastikan keabsahan perolehan data pribadi yang digunakan sebagai persyaratan, tidak semata-mata mengacu pada keterpenuhan kelengkapannya,” kata ELSAM.

Terdapat potensi pelanggaran sesuai Pasal 65 (1) UU PDP bahwa pengumpulan data pribadi yang bukan miliknya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain diancaman pidana maksimal 5 tahun dan denda Rp5 miliar.

Pencatutan yang diduga ini juga melanggar Pasal 95 UU Administrasi Kependudukan. Pada aturan ini tertulis “larangan tanpa hak mengakses database kependudukan, yang diancam pidana penjara 2 tahun dan denda Rp25 juta,” tulis ELSAM.

Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani juga meminta pihak terkait pengelolaan pemilu Pilkada menyelesaikan persoalan catut NIK yang diprotes netizen.

“Pihak terkait tentu saja harus meluruskan dan kemudian menjelaskan. Kalau memang itu benar ya sampaikan itu salah, tidak boleh dilakukan, kan nanti ada KPU dan KPUD yang kemudian memproses.”

Sepanjang hari Jumat Dharma Pongrekun menjadi salah satu konten trending di media sosial X (dulu Twitter) dengan unggahan mencapai 20.400.

Bagaimana dengan KPU?

Apa hukum yang dilanggar oleh KPU yang menyatakan sah dan lolos bagi pencalonan Dharma yang ternyata bukti ktpnya banyak yang dikumpulkan tanpa izin yang memiliki ktp?

Hingga kini masih tanda tanya.