Prioritas Komisi XII: RUU EBT Sebagai Langkah Strategis Menuju Indonesia Emas dan Kemandirian Energi

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 25 Februari 2025 15:01 WIB
Ketua Komisi XII DPR  Bambang Patijaya  (Foto. Rizal)
Ketua Komisi XII DPR Bambang Patijaya (Foto. Rizal)

Jakarta, MI - Ketua Komisi XII DPR Fraksi Golkar, Bambang Patijaya, mengungkapkan perkembangan terbaru terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT). "Update terbaru ya tentang RUU EBT kira-kira seperti itu," ujarnya saat memberikan keterangan pers.

Bambang menjelaskan, bahwa pembahasan mengenai RUU ini sudah dimulai sejak periode sebelumnya, di Komisi VII DPR yang sebelumnya membidangi sektor energi. 

"Itu dibahas di komisi VII karena periode yang kemarin 2019-2024, komisi yang membidangi tentang energi itu adalah komisi VII," katanya dalam diskusi 
“RUU EBT Kembali Dibahas, Menanti Energi Terbarukan Sebagai Solusi Energi” bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (25/2/2025).

Pembahasan hampir selesai, namun karena ada hal teknis yang perlu diselesaikan, akhirnya pembahasan dilanjutkan ke periode sekarang di Komisi XII yang kini menangani urusan energi. "Barang ini kemudian di-carre over-kan kepada periode yang sekarang kepada Komisi yang membidangi tentang energi yaitu Komisi XII," tambahnya.

Bambang juga menyatakan bahwa RUU EBT merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang menjadi prioritas Komisi XII.

"Komisi XII ini merupakan salah satu usulan yang pertama yang saya tandatangani ketika saya menjadi ketua komisi XII beberapa bulan yang lalu kepada pimpinan DPR," ujar Bambang. 

Ia menegaskan bahwa dalam waktu dekat, komisi akan membahas secara serius mengenai RUU ini.

Menurut Bambang, urgensi pembahasan RUU EBT ini sangat tinggi. Pemerintah saat ini, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, memiliki visi untuk mewujudkan Indonesia Emas, dengan target pertumbuhan ekonomi minimal 8% dan keluar dari jebakan pendapatan menengah. 

"Ini tentu dibutuhkan banyak hal, antara lain dukungan dari sektor energi," jelas Bambang.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kebutuhan energi Indonesia tidak hanya harus memenuhi konsumsi dalam negeri, tetapi juga harus menghadapi tantangan global. Salah satunya adalah komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emissions. "Inilah yang menjadi salah satu critical point pentingnya undang-undang RUU ini," tegasnya.

Bambang juga menyoroti kebijakan yang baru saja disahkan oleh Komisi XII bersama pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional. "Kebijakan Energi Nasional ini memberikan landasan bagi pemerintah untuk mengatur kebijakan pemenuhan energi," ungkapnya.

Tidak lama setelah itu, Komisi XII juga mengesahkan Undang-Undang Keberlanjutan Energi (UKM). Bambang menekankan pentingnya kolaborasi dengan mitra-mitra terkait, seperti PLN, untuk memastikan kebutuhan energi Indonesia dapat tercapai. "Misalkan ketika disampaikan oleh Pak Hasyim, dan juga senada dengan pernyataan Pak Prabowo, dalam 15 tahun ke depan Indonesia akan membangun 107 GW," ujarnya.

Dari total 107 gigawatt tersebut, sekitar 75% atau 75 GW akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT). "Inilah yang menjadi hal mendasar, karena kembali pada program besar pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut," tutup Bambang. ***

Topik:

Ketua Komisi XII DPR Energi Baru Terbarukan RUU