BMKG Dipertanyakan: Pengendali Cuaca atau Anomali Kewenangan?


Jakarta, MI - Di tengah kondisi iklim yang semakin ekstrem, peran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai penyedia informasi akurat untuk pertanian, transportasi, hingga mitigasi bencana kian krusial. Namun, bagaimana jika lembaga pemantau cuaca justru menjadi 'penguasa tunggal' yang tak tersentuh pengawasan?
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menegaskan pentingnya reformasi di tubuh BMKG.
"BMKG jangan lagi otoriter. Di era siber, pemerintah harus menyempurnakan peran BMKG agar lebih akurat dan transparan, bukan mempertahankan kekuasaan mutlaknya," ujarnya. Dikutip Selasa (18/3/2025).
Menurutnya, BMKG saat ini berperan sebagai regulator, eksekutor, dan verifikator hasil kerjanya sendiri. Siapa yang menjamin objektivitasnya?
BMKG dari Lembaga Pengamat jadi Penguasa Cuaca
Sejak didirikan pada 1866 dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium di Batavia, BMKG terus berevolusi. Lompatan besar dalam kewenangannya terjadi setelah terbitnya Perpres No. 61 Tahun 2008 dan UU No. 31 Tahun 2009 yang memperluas otoritas lembaga ini.
Kewenangan BMKG semakin diperkuat melalui Perpres No. 12 Tahun 2024 dan Peraturan BMKG No. 2 Tahun 2025 yang memberikan kendali penuh kepada BMKG dalam modifikasi cuaca mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga verifikasi hasil.
BMKG punya dua direktorat utama:
- Direktorat Tata Kelola Modifikasi Cuaca yang bertugas menyusun kebijakan teknis
- Direktorat Operasional Modifikasi Cuaca yang bertanggung jawab di lapangan.
Masalahnya? BMKG juga menjadi pihak yang menilai keberhasilannya sendiri.
Klaim Keberhasilan vs Realita di Lapangan
Meski BMKG kerap mengumumkan keberhasilan program modifikasi cuaca, situasi di lapangan tidak selalu mencerminkan hal tersebut.
Beberapa insiden besar menunjukkan adanya ketimpangan antara laporan resmi dan dampak nyata di masyarakat. Kondisi ini menegaskan pentingnya keterlibatan pihak independen untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas program yang dijalankan BMKG:
- Banjir Jabodetabek 2020
BMKG memprediksi hujan "sedang hingga lebat", tapi yang terjadi hujan ekstrem melumpuhkan Jakarta, menelan korban jiwa, dan menimbulkan kerugian triliunan rupiah. - Gagal panen Jawa Timur 2023
BMKG memprediksi curah hujan normal, nyatanya kemarau panjang datang lebih awal. Ribuan hektare sawah mengering, petani merugi hingga Rp1,2 triliun. - Kegagalan modifikasi cuaca di IKN 2024
BMKG bekerja sama dengan BNPB untuk menahan hujan demi kelancaran proyek Ibu Kota Nusantara. Hasilnya? Hujan deras tetap mengguyur, banjir melanda area pembangunan.
Siapa yang bertanggung jawab mengevaluasi kegagalan ini? Lagi-lagi, BMKG menjadi pihak yang menilai kinerjanya sendiri.
IAW: BMKG Wajib Diaudit Eksternal!
Indonesian Audit Watch menegaskan, reformasi BMKG bukan lagi kebutuhan, ini keharusan. Menurut Iskandar Sitorus, ada beberapa langkah konkret yang harus segera diambil:
- Pisahkan peran BMKG
BMKG cukup sebagai regulator dan pemantau. Eksekusi modifikasi cuaca bisa dilakukan pihak ketiga di bawah pengawasan ketat BMKG. - Transparansi data publik
Hasil modifikasi cuaca harus dipublikasikan terbuka agar publik dan akademisi bisa mengevaluasi. - Audit eksternal berkala
Libatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BRIN, atau lembaga independen lain untuk menilai hasil kerja BMKG secara objektif. - Revisi regulasi BMKG
Aturan harus dirombak agar ada pengawasan ketat, terutama dalam verifikasi hasil modifikasi cuaca.
Beberapa negara telah lebih dulu memahami risiko otoritas tunggal dan memutuskan untuk memisahkan fungsi regulator dan eksekutor:
- Amerika Serikat: National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) hanya sebagai penyedia data dan riset. Modifikasi cuaca dilakukan lembaga swasta di bawah pengawasan pemerintah.
- China: China Meteorological 2. Administration (CMA) bertindak sebagai regulator. Pemerintah daerah dan lembaga riset terlibat dalam evaluasi hasil.
- Australia: Bureau of Meteorology hanya menyajikan data, sedangkan modifikasi cuaca dilakukan pihak swasta dengan pengawasan ketat.
Menurut Iskandar, sebagai lembaga yang memegang peran strategis dalam pengelolaan dan penyajian informasi cuaca nasional, BMKG justru dinilai rawan karena menjalankan otoritas tunggal yang sulit diawasi secara independen oleh publik.
Indonesian Audit Watch menegaskan, reformasi struktural BMKG harus segera dilakukan! Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan independen bukan lagi wacana, tapi kebutuhan mendesak.
"Cuaca tak boleh dimonopoli. Publik berhak tahu dan berhak percaya pada data yang benar. BMKG di persimpangan jalan, mau reformasi atau tetap otoriter?" tutup Iskandar Sitorus.
Topik:
bmkg otoritas-cuaca reformasi iskandar-sitorus