Dunia Pendidikan Kota Bekasi Tercoreng Dampak Pungutan Liar


Kota Bekasi, MI - Pungutan dengan dalih Authing Clas dan uang kas, kepada orang tua siswa di sejumlah Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Kota Bekasi, diduga menjadi modus operandi memperkaya diri sendiri, orang lsin, kelompok tertentu di Sekolah.
Misalnya di SMPN 04, pihak sekolah memungut uang kas dari siswa sebesar Rp.10.000 hingga Rp. 25.000,- per bulan, biaya Pengembangan Pendidikan Karakter (KP2K) sebesar Rp. 700.000,- per siswa untuk kelas 7 yang diselenggarakan di Grand Smesco Hills Bogor.
Kepada wartawan, Kepala Sekolah SMPN 4, Hj. Sungkawati berdalih, pungutan uang kas tersebut adalah kesepakatan orang tua/wali siswa dengan Koordinator Kelas (korlas). “Saya sebagai Kepala Sekolah tidak ikut campur dan tidak tau berapa besar pungutan tersebut, itu kesepakatan para orang tua siswa dengan korlas,” kilahnya.
Kemudian, menyangkut pungutan untuk KP2K sebesar Rp. 700.000,- menurut Sungkawati tidak semua siswa membayar penuh. Dari jumlah 350 siswa, yang berangkat hanya 322 orang, yang bayar Rp.700.000,- hanya 286 siswa, yang bayar Rp. 450.000,- sebanyak 21 siswa, yang bayar Rp. 200.000,- sebanyak 13 siswa dan free 2 orang siswa, dan ada siswa yang tidak ikut karena alasan tertentu.
Sungkawati mengaku sangat ingin menambah pengembangan Karakter anak didiknya agar kelak punya kemampuan jadi pemimpin tidak kalah dengan sekolah-sekolah lain.
Hal serupa juga berlaku di SMPN 9 Kota Bekasi. Pungutan uang kas setiap siswa Rp. 20.000,- dan untuk auting class untuk kelas 7 telah berjalan dengan biaya Rp. 675.000,-/siswa di Sangga Buana Kostrad Karawang. Sementara untuk kelas 8 dan 9 direncanakan yang rebcananya authing clas ke Yogyakarta masing-masing siswa dibebani biaya Rp.1.800.000,- untuk 4 hari 3 malam.
Kepala SMPN 9, Dra. Supriyanti, didampingi Pengawas Pendikan SMP dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Iing Kartiwan berusaha meluruskan kalau biaya untuk kelas 8 dan 9 yang akan berangkat bulan Desember bukan Rp.1.800.000,- tetapi yang diterima sekolah adalah Rp.1.600.000,-/siswa.
Tujuannya benar ke Jogyakarta selama 4 hari 3 malam, tetapi anggarannya Rp.1.600.000,- per siswa yang disepakati Siswa dan restu orang tua siswa. Mengenai uang kas kata Supriyanti, tidak diwajibkan, melainkan inisiatif koordinator kelas (korlas) bersama orang tua siswa.
"Sekolah tidak ikut campur masalah uang kas. Memang ada kegiatan kelas diluar tanggungan sekolah atau Bos, seperti orang tua atau siswa sakit dan kegiatan lain yang tidak dapat didanai Bos.” kilahnya.
Ketika ditanya mengenai regulasi pembiayaan tersebut, Iing Kartiwan mengatakan mendapat restu dari Dinas pendidikan. Dinas pendidikan kata dia mengimpokan kepada sekolah-sekolah untuk melibatkan Komite Sekolah untuk menggalang dans dariboratua siswa. "Sekolah tidak terlibat disitu. Kegiatannya diserahkan kepada orang tua dan orangtua-orangtua jangan dipaksa kalau tidak mampu,” kilah Iing.
Namun ketika Iing dipersilahkan membaca Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.75 Tahun 2016 yang berbunyi, "Komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan kepada murid, orang tua atau wali murid".
Dengan muka merah sambil tertunduk, Iing mengatakan persoalan ini akan dilaporkan dan akan dibahas di Dinas Pendidikan Kota Bekasi.
Kemudian, hal serupa juga terjadi pada SMPN 1 Kota Bekasi. Sayangnya, ketika Kepala Sekolah SMPN 1, Muktia Wahyudi Isra hendak dikonfirmasi, tidak berada dikantornya. Menurut stafnya, Muktia sedang ada acara di luar Sekolah. Ketika dihubungi melalui telepon genggamnya dan di WA, tidak dijawaban.
Menanggapi fenomena di sekolah tersebut, Ketua Umum LSM Pencegahan Korupsi Anggaran Pemerintah Republik Indonesia (PKAP RI), Tomu Silaen mengatakan, pembiayaan di sekolah telah diatur dalam undang-undang dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tidak memperbolehkan melakukan pungutan dengan dalil apa pun.
"Kalau pungutan masih terus menghantua pendidikan, berarti puhak sekolah menentang peraturan yang berlaku yang berpotensi ke tindak pidana dan harus di tindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH)," kata Tomu.
“Saya mengimbau Inspektorat Kota Bekasi dan Dinas Pendidikan memanggil serta meminta pertanggungjawaban kepada masing-masing Kepala Sekolahbtersebut," tegasnya.
Menurut Tomu, pungutan dengan dalih uang kas dan biaya Authing Class tersebut menciptakan beban bagi orangtua siswa/i. Padahal jika ditilik dari sisis kemaslahatannya, patut diduga kegiatan tersebut hanys untuk mencari keuntungan pribadi, kelompok, orang lain.
Tomu mengaku miris melihat modus-modus dugaan pungli di sekolah yang kerab mendalilkan pungutan uang dari orangtua bukan keputusan Kepala Sekolah melainkan keputusan Komite dan Korlas sebagai perwakilan orangtua.
“Bagaimana mungkin Korlas mewakili ratusan orangtua, kajian apa yang dipakai pihak sekolah sehingga semuanya di alamatkan ke Komite dan Korlas. Saya mengimbau kepala sekolah segera sadar bahwa alasan mereka adalah hanya pembenaran menindaklanjuti dugaan pungli dilingkungan sekolah. Tidak boleh ada alasan apapun guna pembenaran pungli yang sangat dilarang dan diharamkan oleh pemerintah itu," kata Tomu. (MA)
Topik:
Dunia Pendidikan Kota Bekasi Dampak Pungutan Liar SMPN Kota Bekasi