Pilkada Malut Dinilai Cacat: Kecurangan by Design?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Desember 2024 12:13 WIB
Ketua KPU Maluku Utara, Mohtar Alting (Foto: MI/Rais Dero)
Ketua KPU Maluku Utara, Mohtar Alting (Foto: MI/Rais Dero)

Sofifi, MI – Proses rekapitulasi hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Maluku Utara tahun 2024 diwarnai ketegangan dan protes keras dari sejumlah pihak. Rapat pleno terbuka yang digelar di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara, Sofifi, sejak Kamis, 5 Desember 2024, menjadi arena sengketa serius. 

Saksi dari pasangan calon (Paslon) nomor urut 2 (Aliong Mus-Sahril Taher) dan Paslon nomor urut 1 (Sultan Tidore Husain Alting Sjah-Asrul R. Ichsan) melayangkan tuduhan tentang pelanggaran yang tidak ditindaklanjuti. Bahkan, mereka menuding proses pleno berlangsung tidak adil dan mengabaikan hak-hak saksi.

Ketegangan semakin meningkat setelah saksi dari Paslon 01, 02, dan 03 memutuskan melakukan aksi walkout sebagai bentuk protes atas pelaksanaan pleno yang mereka anggap cacat prosedural. 

Sementara itu, KPU Maluku Utara menyatakan bahwa semua pihak memiliki hak untuk menyampaikan keberatan, dengan jalur konstitusional berada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Arifin Djafar, saksi Paslon 02, mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengajukan keberatan atas hasil rekapitulasi di tingkat provinsi. 

Menurut Arifin, banyak pelanggaran pemilu yang dilaporkan di tingkat kabupaten/kota belum mendapat tindak lanjut dari pihak penyelenggara, sehingga merugikan Paslon 02.

“Kami dari saksi Paslon 02 merasa bahwa rekapitulasi ini belum tuntas karena pelanggaran-pelanggaran di tingkat kabupaten/kota belum ditindaklanjuti. Hal ini berdampak sangat merugikan, baik bagi pasangan kami maupun pasangan calon lainnya. Namun, saat pleno tingkat provinsi kemarin, kami tidak diberikan ruang yang cukup untuk menyampaikan pendapat atau masukan,” ujar Arifin, di Sofifi, Jumat (6/12/2024).

Ia menambahkan bahwa formulir keberatan dari saksi Paslon di tingkat kabupaten/kota telah dimasukkan ke pleno provinsi, tetapi tidak ditanggapi secara layak. 

“Kami merasa hak kami untuk mempertanyakan tindak lanjut pelanggaran tersebut diabaikan. Itulah alasan utama kami menolak menandatangani berita acara pleno hasil rekapitulasi ini,” tambahnya.

Beberapa pelanggaran teknis yang ditekankan oleh saksi Paslon 02 termasuk perbedaan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan dugaan penggelembungan suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

“Masing-masing kabupaten/kota memiliki tingkat pelanggaran berbeda, tetapi semuanya sudah kami laporkan secara berjenjang. Pelanggaran masif, terstruktur, dan sistematis sudah kami bawa ke Bawaslu dan akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk gugatan lebih lanjut,” jelas Arifin.

Ia juga mengkritik sikap KPU yang dinilai tidak profesional dan tidak netral. “KPU harus lebih profesional, netral, dan tidak berpihak pada pasangan tertentu. Saat ini, kami merasa penyelenggara tidak menjalankan tugasnya secara maksimal,” tutupnya.

Kritik serupa dilontarkan oleh Rifai Ahmad, saksi dari Paslon 01. Ia bahkan melontarkan tuduhan bahwa Pilkada Maluku Utara kali ini merupakan pemilu paling buruk yang pernah ia saksikan.

“Pleno ini tidak mencerminkan proses demokrasi yang adil. Hak-hak kami sebagai saksi dibatasi. Kami tidak diberi ruang untuk menyampaikan keberatan atau masukan secara tuntas. Ini adalah bentuk penzaliman terhadap hak kami,” kata Rifai.

Rifai juga mengungkapkan bahwa pihaknya dan saksi lainnya memilih walkout dari pleno pada Kamis (5/12) sebagai bentuk protes. 

“Kami meninggalkan ruang pleno karena pleno ini hanya formalitas yang mengabaikan hak saksi. Dengan demikian, kami ingin masyarakat Maluku Utara tahu bahwa kami tidak menerima hasil pleno ini,” tegasnya.

Ia menuding pelaksanaan Pilkada Maluku Utara kali ini penuh dengan pelanggaran dan kecurangan yang terstruktur. 

“Setiap momentum Pilkada, saya selalu ikut, tetapi kali ini adalah yang paling bobrok. Banyak indikasi kecurangan yang seolah-olah dirancang secara sistematis,” ujarnya.

Menurut Rifai, keterbatasan ruang bicara bagi saksi menunjukkan bahwa pleno ini sengaja didesain untuk membatasi transparansi. 

“Kami diberi kesempatan berbicara, tetapi tidak diberi waktu menyelesaikan penjelasan. Proses pleno ini sangat monoton dan jauh dari prinsip demokrasi,” tambahnya.

Ketua KPU Maluku Utara, Mohtar Alting, menegaskan bahwa KPU tetap berkomitmen menjalankan tugas sesuai regulasi. Ia menyatakan bahwa keberatan para Paslon merupakan hak mereka yang dapat disalurkan melalui jalur hukum.

“Kami memahami jika ada pasangan calon yang tidak puas dan mengajukan keberatan. Itu hak mereka, dan salurannya sudah jelas, yaitu di Mahkamah Konstitusi. Kami di KPU bertugas menjalankan proses sesuai peraturan,” jelas Mohtar.

Terkait aksi walkout yang dilakukan saksi Paslon 01, 02, dan 03, Mohtar menyatakan bahwa hal tersebut juga merupakan hak mereka. 

“Kami menghormati keputusan saksi yang walkout. Namun, proses tetap berjalan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan,” katanya.

Mohtar juga menekankan bahwa proses pemungutan suara di 2.308 TPS pada 27 November 2024 telah dilaksanakan sesuai prosedur. 

“Biarlah masyarakat yang menilai kinerja kami sebagai penyelenggara. Kami hanya berharap semua pihak mengikuti proses ini hingga selesai,” tambahnya. (Rais Dero)

Topik:

KPU Maluku Utara