Membangun Gedung Sekolah Rencana 3 Tingkat Diduga Langgar Perpres


Bekasi, MI - Pembangunan revitalisasi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 14 Bekasi dengan cara swakelola diduga keras melanggar Perpres nomor: 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa sebagaimana unsur unsur yang disusun dalam pasal 26 Ayat 2 huruf (c) hingga huruf (k) Perpres tersebut.
Karena persyaratan sebuah pekerjaan yang dapat diswakelolakan sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 Ayat 2 Kepres 54/2010 kata Ketua Umum LSM LAPAN Tipikor, Mangadar, S adalah:
Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I;
Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat; Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa;
Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar.
Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan; Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa;
Pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu. Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan.
Pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri. Penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau Pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.
Maka jika ditelaah satu persatu persyaratan tersebut kata Mangadar, Swakelola Rehablitasi Sekolah sangat tidak tepat, coba diperhatikan:
Tugas pokok sekolah adalah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bukan untuk melaksanakan rehabilitasi gedung dan bangunan, maka seharusnya sekolah tidak dapat melaksanakan swakelola untuk rehabilitasi gedung. Jika itu dilakukan, akibatnya, melanggar Pasal 26 Ayat 2 Huruf (a) Perpres tersebut.
Gedung sekolah juga tidak masuk dalam klasifikasi pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat karena operasi dan pemeliharaan sehari-hari dilaksanakan oleh manajemen sekolah. Contoh pekerjaan yang operasi dan pemeliharaan memerlukan partisipasi langsung masyarakat adalah WC Umum atau jalan desa karena memang digunakan langsung sehari-hari oleh masyarakat.
"Pasal 26 Ayat 2 huruf (c) hingga huruf (k) Perpres 54/2010 melarang swakelola rehabilitasi sekolah," kata Mangadar, S
Salah satu alasan yang sering ditampilkan lanjut Mangadar adalah, dana rehabilitasi merupakan dana hibah, sehingga dapat dilakukan dengan cara swakelola.
Menurutnya, pendapat ini merupakan pendapat yang masih berdasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 yang memang menyebutkan bahwa salah satu tipe swakelola adalah “Kelompok masyarakat penerima hibah.”
Kata “penerima hibah” ini telah dihilangkan pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010.
Bahkan khusus untuk kelompok masyarakat yang boleh melaksanakan swakelola, telah ditekankan pada Pasal 31 Huruf (b) Perpres 54/2010 yaitu:
"Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola yang mampu melaksanakan pekerjaan.”
Hal itu menegaskan bahwa harus ada penilaian terlebih dahulu apakah kelompok tersebut mampu atau tidak. Kemampuan biasanya sejalan dengan tugas pokok dari kelompok masyarakat setempat, Misalnya: Kelompok masyarakat petani pasti memiliki kemampuan dalam hal pertanian, demikian juga dengan kelompok masyarakat nelayan yang memiliki kemampuan dalam bidang perikanan.
"Hal ini saya ungkapkan karena ada juga yang menyampaikan bahwa swakelola dapat dilakukan oleh Komite Sekolah, karena komite sekolah merupakan kelompok masyarakat. Nah, selain tidak memenuhi Pasal 26 Ayat 2, kemampuan komite sekolah untuk melaksanakan rehabilitasi sekolah apakah sudah dipastikan," tanya Mangadar.
Dia kembali bertanya, berapa banyak diantara mereka yang memiliki kemampuan dalam bidang Jasa Konstruksi, dan apakah mereka memiliki SKA atau SKT dalam bidang Jasa Konstruksi sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Menurut Mangadar, metode swakelola merupakan jebakan hukum terhadap pelaksanaan swakelola itu. Karena dengan pertanyaan sederhana saja, apakah Kepala Sekolah penerima bantuan rehabilitasi dapat menjelaskan jika ditanya dasar hukumnya sebagai PA kegiatan.
Jika ditanya, “Sebutkan dasar hukum atau peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan pihak sekolah melakukan kegiatan swakelola rehabilitas bangunan sekolah. Sulit dibayangkan apa yang akan dikatakan Kepala Sekolah," kata Mangadar.
Kalau pembaca searching di google lanjut Mangadar, terlihat sebagian besar yang menjadi korban adalah Kepala Sekolah, karena kepala sekolah secara langsung menjadi Pengguna Anggaran (PA) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan swakelola di sekolahnya, sehingga apabila ada gugatan hukum, maka yang terkena sanksi adalah kepala sekolah itu sendiri, bukan pemberi bantuan.
Nampaknya, keilmuan yang dimiliki Mangadar tentang Perpres 54/2010 berkaitan dengan swakelola rehablitasi gedung sekolah dapat dikonferasikan dengan Proyek Revitalisasi SMAN 14 yang pelaksanaannya secara swakelola.
Kata Mangadar, menjadi pertanyaan, apakah pihak SMAN 14 Bekasi memiliki kemampuan dalam bidang Jasa Konstruksi, dan apakah mereka/tukang memiliki SKA atau SKT dalam bidang Jasa Konstruksi sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Apa yang menjadi representasi kualitas bangunan tersebut sudah sesuai mutu yang diharapkan jika penanggung-jawab/pelaksana pembangunan ruang kelas baru di SMAN 14 tersebut tidak memiliki SKA atau SKT.
Seperti diberitakan edisi 18 September 2025, Kementerian Pendidikan dasar dan menengah Direktorat Jenderal pendidikan anak usia dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Direktorat Sekolah Menengah Atas mengalokasikan Anggaran Pedapatan Belanja Nasiolal (APBN) untuk SMAN 14 Bekasi sebesar Rp.1.789.720.000,- Tahun Anggaran (TA) 2025.
Anggaran tersebut dikucurkan untuk revitalisasi sekolah menengah atas, yani: rehablitasi atap 8 ruang kelas, rehablitasi ruang Laboratorium dan Perpustakaan, berikut pembangunan 2 Ruang Kelas Baru RKB).
Kegiatan yang dimulai 25 Augustus 2025 tersebut sesuai rencana selesai 120 hari kerja. Sayangnya, penanggung jawab atau Kepala tukang yang mengaku bernama Toto diduga tidak memiliki sertifikat keahlian dibidang kontruksi bangunan Spil.
Konsultan perencana menurut Bidang Sarana Prasarana selaku penanggung jawab fisik, Sukirman didampingi Amir yang mengaku Bidang Humas, bukan dari perusahaan berbadan hukum, melainkan personal.
Ironinya, kepala tukang yang diduga keras tidak memiliki sertifikan keahlian dibidang bangunan spil melainkan hanya modal kedekatan dengan Kepala Sekolah, namun Amir ngotot mengatakan kepala tukang tersebut memiliki sertifikat keahlian bidang spil.
"Ada sertifikat keahliannya, dan kita juga selalu mengawasi," kata Amir yang mengaku displin ilmunya juga bukan teknik spil tetapi mengaku selalu mengawasi bangunan spil tersebut, Kamis (18/9). (M Aritonang)
Topik:
SMAN 14 Bekasi