Enam Tahun Tanpa Titik Terang: IKA PMII Soroti Lemahnya Komitmen APH Tangani Korupsi di Klaten
Klaten, MI - Mandeknya dua kasus dugaan korupsi besar di Kabupaten Klaten, yakni pembangunan Gedung Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang tersendat sejak 2019 dan kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BKK) kembali menyeruak ke permukaan.
Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) menuding adanya “sumbatan komitmen” di tubuh aparat penegak hukum (APH) yang berpotensi dipengaruhi kepentingan politik.
Ketua IKA PMII Klaten, Jojon, menyebut kemacetan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi ini bukan semata-mata hanya problem teknis dalam proses penyidikan, melainkan indikasi lemahnya integritas penegak hukum.
“Terutama Dukcapil itu kan sudah 2019 sampai sekarang belum ada titik temu. Langkah APH sudah sampai penyelidikan atau pemberkasan, tapi belum masuk ke penuntutan. Nah, problemnya apa? Kenapa tidak diselesaikan?” ujarnya kepada monitorindonesia.com.
Anomali Hukum dan Kerugian Publik
Kasus pembangunan Gedung Dukcapil, yang telah menghabiskan miliaran rupiah, kini terbengkalai tanpa kejelasan hukum. Gedung yang seharusnya menjadi pusat pelayanan publik justru menjadi simbol stagnasi birokrasi.
Sementara kasus BKK yang menyeret sejumlah pegawai ke meja hijau juga menyisakan persoalan yang lebih luas lagi. Yakni, ribuan nasabah kehilangan haknya serta tersendatnya layanan keuangan publik.
“Gedung itu kan fasum. Status hukumnya belum inkrah, jadi Pemda juga enggak bisa melangkah. Ini jelas merugikan masyarakat,” tambah Jojon.
Dugaan Politis dan “Sumbatan Komitmen”
IKA PMII menyoroti jeda waktu pengusutan kasus dugaan korupsi yang dianggap tidak masuk akal. Enam tahun tanpa penuntasan, menurut Jojon, merupakan sinyal bahwa ada faktor non-yuridis yang bermain.
“Kalau hambatan, saya lebih menggunakan istilah ‘ada sumbatan di APH’. Ya, kendalanya lebih ke soal komitmen,” tegasnya.
“Apakah ada faktor politis? Kalau melihat jeda waktu itu, bisa jadi,” tambahnya.
Meski mengakui belum memiliki bukti konkret, IKA PMII menilai gejala ini tampak dari pola umum dalam penanganan kasus-kasus dugaan korupsi yang beririsan dengan politik di daerah. Kasus-kasus tersebut cenderung hanya “disimpan” saja tanpa adanya kejelasan hukum.
Apalagi menurutnya, proyek-proyek seperti Dukcapil dan BKK bersinggungan dengan ranah penganggaran DPRD, pelaksanaan di eksekutif, hingga pengawasan lembaga hukum.
Desakan Ultimatum: Dari Dialog ke Aksi Jalanan
IKA PMII telah menyiapkan agenda desakan berlapis, dimulai dari audiensi resmi ke Kejaksaan dan Kepolisian Klaten. Tujuannya untuk menagih komitmen dari aparat penegak hukum dan timeline penuntasan kasus-kasus dugaan korupsi tersebut.
“Pertanyaan kami simpel: kasus Dukcapil dan BKK ini mau dilanjut atau tidak? Kalau dilanjut, kapan? Kalau tidak, kenapa?” ungkap Jojon.
Jika dalam waktu dekat tak kunjung ada kejelasan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi tersebut, IKA PMII menegaskan siap menempuh langkah eskalatif melalui aksi massa. Mereka juga menggandeng Pukat UGM untuk merancang strategi advokasi hukum yang terukur dan sah.
“Kami ingin mematahkan stigma bahwa kalau kasus korupsi di Klaten pasti berhenti di tengah jalan,” tegasnya.
Membangun Gerakan Sipil Jangka Panjang
IKA PMII tidak ingin perjuangan ini berhenti pada dua kasus. Mereka berkomitmen membangun jaringan pengawas masyarakat sipil bersama akademisi, tokoh agama, dan mahasiswa agar praktik penyimpangan di Klaten tidak lagi berulang.
“Yang sulit adalah membangun kepekaan publik untuk membaca realitas antara ideal dan harapan. Tapi kami akan terus berisik untuk kebaikan Klaten,” tutup Jojon.
Topik:
IKA PMII Klaten Kabupaten Klaten