IAW Desak APH Usut Sindikat Mafia Reklamasi Ilegal dan Sertifikat Palsu di Kepulauan Seribu

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 17 Mei 2025 17:32 WIB
Sekertaris Pendiri Indonesian Audit Watch, Iskandar Sitorus
Sekertaris Pendiri Indonesian Audit Watch, Iskandar Sitorus

Oleh: Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)

Jakarta, MI- Kepulauan Seribu, gugusan pulau eksotis di utara Jakarta, kini menjadi episentrum skandal korupsi berskala triliunan.

IAW sudah mulai mengungkap praktik mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat, pengusaha, dan penyalahgunaan program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).  

Modusnya? Mereklamasi laut ilegal, memalsukan dokumen, lalu menjual pulau-pulau kecil dengan sertifikat "aspal" (asli tapi palsu).

Kerugian negara ditaksir mencapai Rp90 triliun, angka fantastis yang setara dengan 90% anggaran kesehatan nasional 2024.  

Dari reklamasi ilegal hingga sertifikat Palsu

1. Reklamasi gelap pakai APBD DKI:

- Dana APBD DKI untuk proyek pendalaman laut dialihkan untuk mereklamasi pulau-pulau baru.

Contoh: Pulau Karang Congkak yang luasnya dipalsukan dari 3.004 m² menjadi 30.000 m² via SK Bupati.  

- Hasil reklamasi disertifikasi gratis lewat PTSL (APBN), lalu dijual ke pengusaha. Pulau Dua Barat diiklankan di situs properti seharga Rp243 miliar.  

2. Sindikat pejabat-pengusaha:  

- Terdeteksi nama salahsatu Bupati  disebut memerintahkan Camat dan Lurah terbitkan sertifikat tanpa verifikasi.  

- Inisial S seorang politikus nasional menguasai Pulau Gosong Rengat (2.422 m²) dan Pulau Kaliage Besar (6,46 Ha) melalui badan hukum YAS.  

- PT B milik H menguasai 4 pulau dengan total luas 856.390 m². 

3. Kerugian negara mencegangkan:  

- Minimal Rp11,21 triliun (hitungan harga tanah Rp950 ribu/m²).  

- Maksimal Rp90 triliun (jika hitung luas ilegal 3.000 Ha × Rp3 juta/m²).  

Pelanggaran hukum yang menganga

1. Pemalsuan dokumen:  

- SK Gubernur DKI (1996) vs SK Bupati (2017) soal luas pulau jadi bukti pemalsuan sesuai Pasal 263 KUHP.

- Sertifikasi penuh pulau kecil, contoh: Pulau Gosong Rengat melanggar batas 70% kepemilikan swasta sesuai Permen ATR No.17/2016.

2. Perusakan lingkungan:

- Reklamasi ilegal hancurkan 7 titik terumbu karang konservasi (data BPSPL 2023).  

- Pembangunan resort di Pulau Kaliage (zona lindung) melanggar Perda DKI No.1/2020.

3. Pengabaian prosedur:

- Proyek PTSL di pulau reklamasi tak boleh menggunakan APBN, tapi terjadi (Permen ATR No.17/2016).  

- Tak ada sosialisasi ke masyarakat adat, seperti di Pulau Pramuka yang jadi lokasi sengketa.

Lemahnya pengawasan, terlihat BPK temukan 152 sertifikat ilegal

- Laporan BPK 2021 ada 152 sertifikat di Kepulauan Seribu ilegal, termasuk di Pulau Pari dan Untung Jawa.  

- Temuan utama yakni proses sertifikasi tanpa survei lapangan. Lalu aokasi dana PTSL untuk bayar surveyor fiktif.

Respons Pemprov DKI hanya mencabut 68 sertifikat tahun 2023 dan kembalikan Rp32 miliar ke kas negara. Tapi, 45% rekomendasi BPK belum ditindaklanjuti.

Peta mafia, dari pejabat hingga platform properti

1. Modus operandi:  

- Tahap 1: Reklamasi ilegal pakai APBD DKI.  

- Tahap 2: Legitimasi via SK Bupati palsu.  

- Tahap 3: Sertifikasi gratis lewat PTSL (APBN).  

- Tahap 4: Jual-beli di situs properti seperti Pulau Dua Barat (Rp243 miliar) dan Pulau Kotok Kecil (Rp13 miliar).  

2. Aktor kunci:  

- Oknum BPN terlibat terbitkan sertifikat ilegal (contoh kasus Pulau Pari, ada 3 tersangka ditetapkan 2022).  

- Pengusaha properti dan badan hukum inisial YAS.

Dampak ke masyarakat, nelayan terancam, investor kabur

- Nelayan kehilangan akses ke zona tangkap tradisional akibat reklamasi.

Terhadap masyarakat adat, sertifikat tanah ulayat di Pulau Pramuka diambil alih pengusaha.  

- Terhadap ekonomi lokal, harga tanah di Pulau Tidung anjlok 40% imbas ketidakpastian hukum.  

Pemerintah? Ini respons mereka

1. Kejagung diketahui sedang selidiki 10 pulau ilegal, semoga saja bisa lacak aset (asset tracing) transaksi yang mencurigakan.  

2. KPK sebaiknya memasukkan kasus ini dalam Daftar Perkara Prioritas 2025 dan ambil alih penyidikan jika ada pejabat tinggi terlibat.  

3. Pemprov DKI targetkan penyelesaian 95% rekomendasi BPK pada 2023 (realisasi 45%). Segel pulau bermasalah seperti Kaliage Besar tahun 2015, tapi kok malah izin masih bisa dipalsukan.  

Mengapa kasus ini penting?

1. Kerugian negara setara APBD DKI 3 tahun. Rp90 triliun itu setara dengan 900.000 unit rumah sederhana dan 18.000 km jalan tol.  

2. Ancaman ekologi: 30% terumbu karang Kepulauan Seribu rusak akibat reklamasi (data LIPI 2023).  

Tuntutan IAW

1. Usut Bupati-bupati yang terlibat, aparatur Pemkab inisial F (Kasubag), dan pengusaha terafiliasi. Cabut 152 sertifikat ilegal dan 10 pulau baru.  

2. Moratorium sertifikasi pulau kecil hingga revisi Permen ATR No.17/2016. Dan terapkan metode Blockchain untuk lacak aliran dana APBN-APBD.  

3. Buka data sertifikat pulau via aplikasi publik. Libatkan LSM dan masyarakat adat dalam audit. 

Saatnya selamatkan Kepulauan Seribu dari oligarki

Skandal ini bukan sekadar masalah korupsi, tapi ujian bagi komitmen negara melindungi kedaulatan wilayah dan lingkungan.

Jika dibiarkan, bukan hanya uang rakyat yang lenyap, tetapi juga identitas Kepulauan Seribu sebagai paru-paru Jakarta.

Topik:

Indonesian Audit Watch Iskandar Sitorus Kepulauan Seribu