Presiden Prabowo Mampu Ungkap 1.190 Ha Aset Negara yang Hilang di Jantung Jakarta


Jakarta, MI - Presiden Prabowo Subianto pernah menyatakan bahwa pengelolaan kawasan Senayan dan sekitarnya selama ini "tidak jelas" dan banyak aset negara yang hilang. Pernyataan itu sangat benar dan berdasar pada data yang valid.
Tanah seluas lebih dari seribu hektare di Jakarta, termasuk kawasan strategis seperti Gelora Bung Karno (GBK), Menteng, Halim, Tebet, hingga Cawang, merupakan hasil pembelian negara menggunakan APBN era Presiden Soekarno, untuk kepentingan Asian Games IV dan pembangunan nasional.
Ganti rugi tanah dilakukan dengan proses pembayaran melalui Bank Sukapura, sebuah lembaga perbankan resmi milik daerah DKI Jakarta yang diatur dalam Perda DKI No. 2 Tahun 1951.
Pembelian dilakukan berdasarkan kebijakan darurat perang melalui sederet Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) tahun 1959 yang ditandatangani Letjen A.H. Nasution. Dana yang digunakan berasal dari APBN 1961–1962, yang disalurkan ke warga sebagai ganti rugi atas pengadaan lahan melalui rekening Bank Sukapura.
Bank Sukapura saat itu berperan sebagai channeling bank atau fasilitator resmi untuk proyek nasional, termasuk Asian Games 1962, pembangunan kawasan Kemayoran, Halim, dan Menteng.
Dana dicairkan melalui skema keuangan yang diawasi Bank Indonesia dan didukung oleh BNI dan Bapindo sebagai penyerap obligasi proyek. Bukti transaksi dan daftar pembayaran tercatat dalam Buku Kas Bank Sukapura 1961-1962, laporan Komando Urusan Pembebasan Areal Gelanggang (KUPAG) 1962 terkait 3.420 nama penerima ganti rugi plus rincian lokasi, serta dokumen Arsip Nasional.
Namun sejak Orde Baru, sebagian besar tanah tersebut mengalami perubahan status kepemilikan secara diam-diam. Mafia tanah beroperasi melalui tiga pola kejahatan terstruktur:
1. Oknum BPN menerbitkan HGB tanpa dasar hukum.
2. Pejabat Pemda mengeluarkan SK alih fungsi tanah tanpa pelepasan domain publik.
3. Entitas komersial menyewakan tanah negara tanpa menyetor PNBP.
Investigasi IAW dan data LHP BPK menunjukkan bahwa dari ±1.190 hektare tanah tersebut, hanya 18% yang masih tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN).
Sisanya kini menjadi gedung apartemen, pusat perbelanjaan, kantor, dan proyek swasta, tanpa ada catatan resmi atas pelepasan hak dari negara.
Fakta lain yang mencengangkan adalah:
Nilai kerugian negara akibat penghilangan aset ini mencapai Rp 17.450 triliun (berdasarkan estimasi nilai pasar 2025 dan potensi sewa).
Buku kas dan arsip Bank Sukapura banyak yang tidak ditemukan atau tidak diserahkan ke Arsip Nasional.
Sebagian pejabat Bank Sukapura era 1960-an kemudian diketahui menjadi komisaris developer yang menguasai lahan eks negara.
Setelah transformasi Bank Sukapura menjadi Bank DKI melalui merger paksa Orde Baru tahun 1961-1965, dokumen historisnya tersimpan di Gedong Arsip DKI dan Perpustakaan Bank DKI.
Namun audit forensik terhadap transaksi era 1961-1962 belum pernah dilakukan secara menyeluruh.
Cerdik dan pemberani
Presiden Prabowo telah menunjukkan keberaniannya dengan menyebutkan bahwa ada birokrat yang menyembunyikan aset negara pada sidang Kabinet Paripurna, 6 Mei 2025. Ini momen tepat untuk bertindak nyata. Rakyat tentu senang untuk mendukung hal itu.
Maka, Indonesian Audit Watch menyarankan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera:
1. Menerbitkan Keppres audit ulang aset historis Jakarta berdasarkan dokumen Bank Sukapura dan Peperpu 1959.
2. Membekukan seluruh sertifikat HGB di tujuh kawasan prioritas yaitu GBK, Sudirman, Halim, Menteng, Tebet, Cawang, dan Kemayoran.
3. Membentuk Satgas Tipikor Aset Negara gabungan KPK, BPK, Kejagung, Arsip Nasional dan OJK.
4. Mengembalikan Yayasan Gelanggang Olah Raga Bung Karno (YGORBK) ke format Keppres 318/1962 agar tunduk ke Presiden.
Peringatan untuk bangsa
Apakah kita akan membiarkan tanah yang dibeli dengan uang rakyat, dengan pengorbanan ribuan warga tergusur demi kejayaan Asian Games 1962, kini menjadi milik elit bisnis karena kejahatan birokratik?
Presiden Prabowo punya kesempatan emas untuk memperbaiki sejarah, memulihkan aset, dan menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa ini tidak melupakan kebenaran sejarah dan hak negara.
"Mengabaikan hukum era 1959–1963 sama dengan mengkhianati konstitusi. Tanah milik negara tidak boleh berubah jadi komoditas diam-diam."
Indonesian Audit Watch siap mendukung investigasi nasional dan audit forensik untuk mengembalikan kedaulatan negara atas tanah yang telah dibeli secara sah oleh Republik Indonesia melalui Bank Sukapura, dengan APBN era Presiden Soekarno. Dalam waktu dekat IAW akan menyampaikan surat kepada Presiden Prabowo Subianto.
[Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)]
Topik:
Prabowo IAW Aset Negara