Chromebook dan Cloud Oligarki Digital Dibongkar!


Jakarta, MI - Modus canggih korupsi korporasi IT kini dikeroyok Kejagung dan KPK sekaligus. Ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menggoyang proyek pengadaan Chromebook, publik sempat terkesiap.
Tapi kini, babak baru terbuka yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut menyelidiki pengadaan sistem operasi Chromebook dan layanan Google Cloud Platform (GCP) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) era Nadiem Makarim. Modus korupsi di sana terungkap beruntun.
Artinya jelas, ini bukan sekadar kasus markup pengadaan. Ini soal pengaruh korporasi global dalam kebijakan negara, soal data anak bangsa, dan tentang siapa yang sebenarnya mengendalikan sistem pendidikan digital Indonesia.
Penyidikan berganda: Kejagung bongkar barang, KPK bongkar awan
Langkah KPK menyasar layanan cloud bukan sekadar pelengkap. Mereka sudah memeriksa belasan saksi. Sementara Kejaksaan Agung lebih dulu masuk lewat pintu pengadaan Chromebook dan menemukan indikasi pelanggaran pasal-pasal korupsi dan pengadaan barang/jasa.
Yang terjadi adalah operasi gabungan, sebuah lompatan ganda dalam membongkar modus kejahatan digital lintas lembaga.
Google Cloud dan Chromebook jejak korporasi IT dalam kebijakan negara
Nilai kontrak layanan Google Cloud diperkirakan mencapai Rp250 miliar per tahun selama lima tahun. Triliunan juga. Layanan ini mencakup penyimpanan data, sistem operasi, analitik, dan integrasi aplikasi.
Tapi ironisnya, data anak didik Indonesia, dari identitas, pola belajar, hingga kebiasaan digital berpotensi disimpan dan dikelola oleh pihak asing.
Tanpa persetujuan publik, tanpa perlindungan hukum, tanpa transparansi. Temuan BPK audit yang menjadi awal guncangan.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas proyek ini mengungkap:
-Harga antar-batch fluktuatif tanpa dasar teknis,
- Spesifikasi teknis dikunci untuk vendor tertentu (Datascrip),
- 685 ribu unit Chromebook menganggur di gudang (28%),
- Tidak ada evaluasi pasca-uji coba tahun 2019.
Artinya, ini bukan hanya proyek gagal. Ini adalah rangkaian pelanggaran sistemik yang merugikan negara dan merusak integritas kebijakan pendidikan digital nasional. Dimensi hukum, ini bukan lagi skandal biasa
Dalam analisa hukum menyeluruh atas kasus Chromebook dan layanan Google Cloud di Kemendikbudristek, terdapat lima elemen hukum utama yang patut diperhatikan, masing-masing disertai dengan indikasi kuat penyimpangan berdasarkan fakta penyidikan dan temuan audit:
1. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor pasal 2 dan 3). Tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara yang secara nyata menguntungkan vendor tertentu, khususnya pihak rekanan tunggal seperti Datascrip, masuk dalam kategori korupsi. Pengadaan dilakukan tanpa justifikasi teknis yang objektif dan disertai fluktuasi harga antar-batch tanpa transparansi.
2. Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (UU PBJ pasal 22). Spesifikasi teknis dalam proyek Chromebook didesain tertutup alias dikunci, hanya bisa dipenuhi oleh vendor tertentu. Hal ini melanggar prinsip dasar pengadaan yang wajib bersifat terbuka dan kompetitif, serta masuk ranah persekongkolan tender.
3. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Penggunaan layanan Google Cloud yang menyimpan data siswa tanpa mekanisme kontrol publik menimbulkan potensi pelanggaran serius terhadap hak privasi anak didik Indonesia. Apalagi jika data tersebut diproses atau disimpan di luar yurisdiksi nasional tanpa persetujuan yang sah dari pemilik data.
4. UU tentang Pengaruh Tidak Sah terhadap Kebijakan Publik (melalui tafsir perluasan hukum adminstratif & antisuap)
Terdapat dugaan kuat terjadinya relasi imbal balik (quid pro quo) antara investasi Google di sektor lain, termasuk Gojek, dan munculnya kebijakan Kemendikbudristek yang mengadopsi sistem operasi milik Google (ChromeOS) serta ekosistem layanan Google Cloud tanpa proses kajian terbuka. Bukti komunikasi, kontrak eksklusif, hingga kedekatan personal memperkuat dugaan ini.
5. Undang-Undang Keuangan Negara. Total anggaran negara yang dikucurkan mencapai Rp1,98 triliun. Namun, tanpa evaluasi pasca-pengujian dan tanpa dasar kebutuhan riil, sebagian besar unit Chromebook justru menganggur. Ini menunjukkan pemborosan APBN, serta pelanggaran asas value for money dalam pengelolaan keuangan negara.
Operasi dismantling: lompatan ganda aparat
Kejagung fokus pada hardware: perangkat, vendor, nilai proyek. KPK menyasar software yakni sistem operasi, cloud, aliran komersial, dan pengaruh kebijakan.
Bila keduanya disinergikan, maka akan terbongkar bukan hanya skema korupsi lokal, tetapi jejaring pengaruh transnasional dalam keputusan negara.
Rekomendasi IAW: bongkar habis, selamatkan data anak bangsa
1. Audit gabungan Kejagung–KPK atas seluruh aspek pengadaan dan layanan.
2. Permintaan data kontrak GCP dan Chromebook melalui jalur MLA (mutual legal assistance).
3. Pemeriksaan oleh BSSN dan Kominfo terhadap risiko keamanan data pelajar.
4. Hearing DPR terhadap Google Indonesia dan Datascrip.
5. Perkuat UU PDP utamanya larang penyimpanan data pelajar di luar negeri tanpa izin.
Ini lebih dari kasus korupsi
“Tak cukup membongkar koperasi korup, kita harus bongkar seluruh sistem:dari perangkat keras hingga layanan cloud, agar data dan kebijakan digital anak bangsa benar-benar berada di tangan rakyat, bukan korporasi.”
Kasus Chromebook bukan sekadar tentang markup barang. Ini tentang pengaruh Google dalam sistem pendidikan, tentang peran Datascrip sebagai penghubung bisnis, dan tentang sebuah negara yang harus berebut kedaulatan digitalnya sendiri.
Masa masih ragu aparat hukum kita untuk segera menjerat Nadiem dengan fakta-fakta di Kejagung dan KPK?
Hari ini, Kejagung dan KPK bergerak bersama. Besok, giliran kita semua yang harus menuntut, siapa sebenarnya yang memegang kendali atas masa depan digital anak-anak kita?
[Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)]
Topik:
Kejagung ChromebookBerita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
6 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
18 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB