Pahlawan dan Lupa: Suara Perempuan Muda untuk Keadilan Sejarah
Jakarta, MI - Hari ini, Senin 10 November 2025, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Pahlawan, hari untuk mengenang mereka yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan dan keadilan sosial.
Namun, di tengah semangat penghormatan itu, muncul ironi yang mengguncang nurani: pemerintah secara resmi menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Sebagai bagian dari generasi muda dan pelayan di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, saya, Elisabet sebagai sekretaris fungsional pemberdayaan perempuan pengurus pusat masa bakti 25-27 menyampaikan rasa kecewa dan keprihatinan yang mendalam.
Gelar kepahlawanan seharusnya diberikan kepada mereka yang memperjuangkan kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi bukan kepada sosok yang sejarahnya masih menyisakan luka panjang bagi rakyat.
Kita tidak boleh lupa, di masa kekuasaannya, banyak aktivis dibungkam, perempuan kehilangan ruang aman, dan keadilan sosial hanya menjadi retorika. Saat perempuan-perempuan Indonesia berjuang untuk setara dan bebas dari ketakutan, kita justru menyaksikan bagaimana kekuasaan saat itu membatasi, bukan membebaskan.
Peringatan Hari Pahlawan seharusnya menjadi momen refleksi: apakah bangsa ini masih setia pada nilai-nilai perjuangan atau telah kehilangan arah moralnya?
Kita perlu bertanya — apakah penghargaan ini bentuk penghormatan, atau justru bentuk pengkhianatan terhadap korban dan sejarah bangsa sendiri?
Sebagai kader perempuan GMKI, saya percaya bahwa perjuangan belum selesai.Walaupun hari ini Presiden meresmikan Soeharto sebagai pemenang.
Tapi semua perjuangan 1998, perjuangan setiap kamisan, perjuangan hari buruh dan semua pejuang HAM adalah pemenang sejati.Saat korban pejuang HAM seperti Marsinah harus bersanding bersama Pelaku pelanggaran HAM dijajaran para Pahlawan Bangsa.
Menjadi pahlawan hari ini bukan soal gelar, tetapi keberanian untuk berkata benar di tengah ketidakadilan, dan setia menjaga nurani bangsa agar tidak dilumpuhkan oleh lupa.
Hari Pahlawan 2025 menjadi pengingat bagi kita semua bahwa tidak semua yang dipuja layak disebut pahlawan, dan tidak semua yang dibungkam kehilangan kehormatan. Sejarah sejati akan selalu berpihak pada kebenaran.
[Elisabet Sitinjak, Sekretaris Fungsional Pemberdayaan Perempuan, Pengurus Pusat GMKI 25-27]
Topik:
Hari Pahlawan Nasional