Kisruh Yayasan Adhyaksa, Jamwas dan Komjak Didesak Periksa Jamdatun Narendra Jatna
Jakarta, MI - Ketua Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa yang menaungi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Narendra Jatna harus diperiksa Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM Was) dan Komisi Kejaksaan (Komjak).
Pemeriksaan itu sangat penting untuk mengungkap tabir sumber pendanaan Yayasan yang dipimpin pejabat tinggi Kejaksaan Agung tersebut.
"Kami mendorong Komjak dan Jamwas segera memeriksa Ketua Yayasan Adhiyaksa Narendra Jatna. Ini untuk membuka kotak pandora siapa saja, perusahaan besar mana saja dan pihak mana saja yang mengucurkan dana untuk Yayasan tersebut," ujar Iskandar Sitorus dari Indonesian Audit Watch (IAW) kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Kamis (26/12/2024).
Menurut Iskandar, audit yayasan Adhiyaksa juga sangat mendesak dilakukan oleh auditor independen. Sebab, selama ini banyak yayasan yang menjadi "tameng" untuk mengumpulkan dana yang besar tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas.
Iskandar juga mempertanyakan alasan JAM Datun Narendra Jatna sebagai Ketua Yayasan Adhiyaksa. Sementara diketahui, kasus-kasus besar di negera ini banyak ditangani oleh JAM Datun.
"Kita curiga ada apa ini semua? Dari mana uang yayasan yang begitu besar. Saya kira penting transparansi pengelolaan dana yayasan. Karena bisa saja perusahaan-perusahaan besar yang berkasus di JAM Datun jadi objek pemerasan," ujar Iskandar.
Dia juga sepakat Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Narendra dari jabatan JAM Datun agar fokus menangani yayasan yang dipimpinnya.
"Masih banyak pejabat lain di Kejagung yang jauh lebih baik," katanya.
Sebelumnya, Sekjen Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) Order Gultom mengatakan, setelah pihaknya melayangkan surat kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dua pekan lalu, akhirnya Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjawab surat INDECH pada Senin (16/12/2024). Hanya saja, kata Order, balasan surat INDECH normatif dengan pertanyaan yang diajukan.
"Kami menghormati surat jawaban dari Kapuspenkum Kejaksaaan Agung Harli Siregar. Namun, kami menilai jawaban tersebut tidak sesuai dengan apa yang kami pertanyakan terkait bercokolnya hampir semua pejabat Kejagung di Yayasan Adhyaksa," ujar Order Gultom kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Selasa (17/12/2024) lalu.
Dia menilai Kapuspenkum Harli Siregar terkesan "pasang badan" untuk melindungi Ketua Yayasan Adhyaksa JAM Datun Narendra Jatna dan pejabat lainnnya termasuk Jaksa Agung ST Burhanuddin yang bertindak sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan. Hal itu terlihat dari jawaban Kapuspenkum yang mana yayasan Adhyaksa bukan dibawah naungan institusi Kejaksaan Agung.
"Kenapa Kapuspenkum Kejagung yang menjawab surat INDECH terkait yayasan Adhyaksa sementara yayasan jelas tidak ada hubungan dengan institusi Kejagung. Ada keanehan menurut kami karena yayasan Adhyaksa tidak berada dibawah naungan Kejagung," ujar Order.
Sebelumnya, Kepala Badiklat Kejagung Rudi Margono (kini jadi JAM WAS) kepada Monitorindonesia.com pada Jumat (29/11/2024) mengatakan "Tidak mas (STIH Adhyaksa tidak berada di bawah Badiklat Kejagung)," ucap Rudi Margono yang mantan Kajati DKI Jakarta itu.
Dalam surat jawabannya kepada INDECH, Kejaksaan Agung menjelaskan, pada prinsipnya Organ Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa yang sebagian besar merupakan pejabat pada Kejaksaan Agung telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal itu mengingat tidak ada larangan secara eksplisit yang mengatur Pejabat pada Kejaksaan Agung menjabat sebagai organ pada suatu yayasan dengan tetap memperhatikan batasan yang jelas dan menghindari benturan kepentingan antara pelaksanaan tugas Kejaksaan dan kegiatan yayasan.
Terkait dengan pertanyaan biaya membangun Gedung STIH Adhyaksa, Kejaksaan Agung menyatakan, penerimaan dan pemberian bantuan operasional termasuk sarana Gedung pendidikan yang dikelola yayasan pada prinsipnya diperbolehkan. Secara umum terkait sumber pendanaan pembangunan Gedung STIH Adhyaksa tersebut menjadi ranah dari Pengurus Yayasan dan Pengelola dari STIH Adhyaksa.
Adapun berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU Yayasan, sumber pendanaan yayasan dapat berasal dari : a.kekayaan para pendiri yang dipisahkan; sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat; wakaf; hibah; wasiat; dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan AD Yayasan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan lebih lanjut, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU Yayasan, sumber dana yayasan dapat pula diperoleh dari badan usaha yang didirikan yayasan dan penyertaan modal dalam bentuk usaha prospektif selama tidak melebihi 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan.
Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 27 UU Yayasan, Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (PP Pelaksanaan Yayasan), Negara dapat mengalokasikan dana dalam APBN/APBD untuk dapat diberikan kepada Yayasan dalam bentuk uang dan/atau jasa dan/atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang yang dilakukan dengan cara hibah atau dengan cara lain.
Dana CSR
Terkait berapa banyak dana sponsor Corporatee Sosial Responbility (CSR) yang telah diterima oleh Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa hingga saat ini, Kejagung menyatakan, sumbangan Corporate Social Responbilty (CSR) atau yang kita kenal sebagai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), merupakan kewajiban Perusahaan Perseroan dalam peraturan perundang-undangan untuk turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat baik sebagai fasilitator kesehatan, pendidikan, maupun sarana yang bermanfaat lainnya. Pemberian bantuan tersebut tentunya harus dipertanggungjawabkan secara hukum melalui laporan tahunan perseroan dalam RUPS ataupun melalui laporan tertulis kepada Dirjen Pemberdayaan Sosial.
Sementara terkait Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa rawan tempat pencucian uang, Kejagung menjelaskan, Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa merupakan gerakan sosial yang ditujukan untuk turut serta dalam memajukan pendidikan di Indonesia, khususnya hingga saat ini turut menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang diharapkan mampu mencetak sarjana-sarjana unggul di bidang hukum.
Dalam menjalankan kegiatan pendidikan, Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa telah berkomitmen untuk memberikan keterbukaan publik (public information disclosure) terkait ikhtisar laporan Tahunan Yayasan sebagaimana amanat ketentuan Pasal 52 UU Yayasan, hal tersebut sebagaimana termuat dalam Audit Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan lainnya yang dipublikasi pada laman website https://stih- adhyaksa.ac.id.
Sebelumnya diberitakan, Presiden RI Prabowo Subianto diminta untuk mencopot Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha (JAM Datun) Narendra Jatna. Hal itu sangat penting agar Narendra Jatna bisa lebih fokus mengurus Yayasan Adhyaksa yang dipimpinnya.
Direktur Eksekutif Center of Budgeting Analisis (CBA) Uchok Skydafi mengatakan, rangkap jabatan JAM Datun Narendra sebagai Ketua Yayasan tak beretika sebagai jabat negara. Apalagi, JAM Datun merupakan jabatan strategis di Kejaksaan Agung yang bisa melakukan "tekanan" agar pihak lain mau menyumbangkan dananya untuk Yayasan yang dipimpinnya.
"Aneh saja pejabat penegak hukum sekelas Kejaksaan Agung memimpin Yayasan. Apa motivasinya? Apa karena dana Yayasan tak bisa diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atau bagaimana?" ujar Uchok kepada Monitorindonesia.com, Selasa (10/12/2024).
Uchok juga mempertanyakan kengototan Narendra sebagai Ketua Yayasan Adiyaksa sementara tugas-tugas sebagai JAM Datun sudah sangat banyak. Dia pun menyarankan Narendra untuk memilih salah satu jabatan apakah sebagai JAM Datun atau memilih sebagai Ketua Yayasan.
"Presiden bisa mengeluarkan SK pemberhentian JAM Datun agar dia focus mengelola Yayasan. Yayasan itu juga saya dengar bukan berada dibawah Kejaksaan Agung. Artinya apa? Ada sesuatu yang menarik di Yayasan itu apakah karena banyak dana hibah, CSR dan lain-lain yang masuk Yayasan, itu harusnya diselidiki," katanya.
Sebagaimana diketahui bahwa gedung mewah STIH Adhiyaksa di Jakarta Selatan telah diresmikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin baru-baru ini. STIH di bawah Yayasan Karya Bhakti Adhiyaksa. Sementara Kepuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar masih enggan berkomentar atas Yayasan Adhyaksa yang dipimpin Narendra.
Harli belum merespons pesan WhatsAap dan telepon yang dilayangkan Monitor Indonesia.
Organ Yayasan Karya Bhakti Adhiyaksa adalah:
Ketua Dewan Pembina, Prof. DR. ST. Burhanuddin, SH., MM., MH (saat ini menjabat Jaksa Agung RI)
2. Anggota Dewan Pembina. DR. Reda Manthovani, SH,. LLM (saat ini sebagai JAM Bid. Intelijen)
3. Anggota Dewan Pembina, Maya Miranda Ambarsari, SH., M.I.B (pengusaha)
4. Ketua Dewan Pengawas, DR. Bambang Sugeng Rukmono, SH., MH (JAM Bidang Pembinaan)
5. Anggota Dewan Pengawas, DR. Ali Mukartono, SH., M.M (JAM Bidang Pengawasan)
6. Anggota Dewan Pengawas, Prof. DR. Asep N. Mulyana, SH., M.Hum (JAM Bidang Pidana Umum)
7. Ketua Pengurus Yayasan, DR. Narendra Jatna, SH., LLM (JAM Datun)
Bahwa Organ Yayasan Karya Bhakti Adhiyaksa, merupakan pejabat Tinggi pada Kejaksaan Agung RI dan satu pengusaha.
Akte Notaris Yayasan
Yayasan Kartika Bhakti Adhyaksa didirikan berdasarkan akta notaris Erika Esther Sembung, SH,. M.Kn. No. 02 pada tanggal 13 Maret 2020.
Sebagaimana tertuang dalam akta pendirian, maksud dan tujuan pembentukan Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa adalah untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Adhyaksa berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 41/E/0/2022-2023 tentang Izin Pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Adhyaksa yang diselenggarakan oleh Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa.
Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa sebagai suatu badan hukum privat yang memiliki kedudukan hukum independen dan mandiri yang didirikan dengan tujuan untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan tinggi dalam hal ini memiliki hubungan kemitraan dengan Kejaksaan Agung sebagai bentuk kerja sama sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan hukum di Indonesia.
Sebagai badan hukum yang independen, Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa tidak melaporkan pertanggung jawabannya kepada Kejaksaan Agung melainkan sebagaimana diatur dalam Pasal 48 s.d Pasal 50 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 pada pokoknya Pengurus Yayasan membuat Laporan keuangan Yayasan yang diaudit oleh Akuntan Publik dan melaporkannya kepada publik serta melaporkan kepada Pembina Yayasan yang ditembuskan pada Menteri Hukum dan HAM. (Tim)
Topik:
STIH Adhyaksa Jamdatun Nerendra Jatna Jamwas KejagungBerita Sebelumnya
Berita Selanjutnya