Dugaan Korupsi Program New Sales Broadband dan Monopoli A2P SMS Telkomsel, Siapa Lolos?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Mei 2025 18:17 WIB
Mantan Direktur Utama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Setyanto Hantoro (kanan) dan Dirut PT Telkomsel sekarang, Nugroho (kiri) (Foto: Kolase MI)
Mantan Direktur Utama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Setyanto Hantoro (kanan) dan Dirut PT Telkomsel sekarang, Nugroho (kiri) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Direktur Utama (Dirut) PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), Nugroho, telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyimpangan dana senilai Rp147 miliar pada Senin (28/5/2025) lalu.

Kasus ini disebut-sebut akan membuka kembali sorotan terhadap praktik bisnis dan tata kelola di perusahaan BUMN telekomunikasi terbesar di Indonesia. Sebelumnya, anak usaha PT Telkom Indonesia (Telkom) itu sempat terseret di skandal program new sales broadband.

Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Borobodur, Hudi Yusuf, proses hukum yang dilakukan oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya akan menjadi kunci untuk mengungkap fakta dan menegakkan akuntabilitas. "Maka pengusutan korupsi di perusahaan BUMN (Telkomsel) itu harus segara dilakukan. Jika laporan itu mental di meja KPK, layak dipertanyakan," kata Hudi saat berbincang singkat dengan jurnalis Monitorindonesia.com, Kamis (8/5/2025) malam.

Diketahui bahwa dalam laporannya, Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi (KMAK) mendesak KPK segera mengusut tuntas kasus ini, meski rincian lengkapnya masih tertutup rahasia investigasi.

Saat menjadi Juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto kepada Monitorindonesia.com menegaskan bahwa semua laporan yang masuk ke KPK bersifat rahasia sampai tahap penyelidikan.
 
Pada tahap verifikasi, KPK akan mengecek kelengkapan dokumen pendukung dan menentukan apakah kasus tersebut merupakan tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK.

“Jika dokumen kurang lengkap, pelapor akan diminta melengkapinya. Bila lengkap, KPK akan melakukan pengumpulan data, koordinasi dengan instansi terkait, dan pengayaan informasi bersama pelapor,” jelas Tessa.

Di tengah laporan itu bergulir di KPK. Menyeruak kabar pula bahwa Nugroho diduga terlibat dalam monopoli ilegal bisnis SMS korporasi (A2P SMS) yang menghasilkan miliaran rupiah per bulan. 

Bisnis A2P SMS adalah layanan pengiriman pesan massal untuk sektor korporasi seperti perbankan dan e-commerce, yang merupakan sumber pendapatan besar bagi operator telekomunikasi.

Telkomsel, dengan 70 persen saham dimiliki oleh BUMN Telkom, dituding mengubah peta persaingan secara tidak wajar dengan menggantikan mitra lama PT Mustika Indonesia dengan perusahaan baru bernama Kode Digital Nusantara (KDN).

Dokumen internal dan sumber di lingkungan Telkom menyebut KDN muncul secara tiba-tiba sebagai satu-satunya mitra swasta Telkomsel di sektor ini, menggantikan Mustika yang sebelumnya terkait dengan Badan Telik Sandi (BTS), lembaga intelijen negara.

Proses persetujuan kerja sama dengan KDN hanya memakan waktu satu hari dan disahkan langsung oleh Nugroho, yang dinilai tidak lazim dalam praktik bisnis Telkomsel. Pertemuan mereka sering terjadi di lapangan golf mewah yang difasilitasi oleh Mahaka Group, milik Menteri BUMN Erick Thohir. 

Diduga pertemuan tersebut bukan sekadar santai, melainkan membahas bisnis yang berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Pengalihan dana dari PT Mustika Indonesia ke KDN dikhawatirkan menimbulkan gangguan operasional BTS dan keamanan data nasional. Sebab, Mustika selama ini mengelola dana A2P SMS untuk kebutuhan intelijen negara. 

KDN, yang tidak memiliki rekam jejak kuat di sektor telekomunikasi, mendapat hak istimewa tanpa proses lelang terbuka, melanggar prinsip transparansi yang wajib dijalankan oleh anak usaha BUMN seperti Telkomsel. Ditengarai ada potensi kerugian negara mencapai Rp 50 miliar per bulan akibat monopoli bisnis SMS korporasi tersebut.

Hingga tenggat waktu artikel berita ini diterbitkan Juru Bicara KPK saat ini, Budi Prasetyo belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com, soal kelanjutan kasus tersebut.

Hudi Yusuf, kembali menegaskan bahwa KPK harus segera mengusut kasus ini, jangan sampai hanya ramai di awal. "Laporan dan bukti sebagai petunjuk bagi KPK untuk mulai menyelidiki kasus tersebut. Jangan dilama-lamain, rawan barang bukti dilenyapkan," tegas Hudi.

Hudi lantas menyinggung kasus dugaan korupsi yang menyeret Telkomsel lainnya, diusut Polda Metro Jaya. Yakni soal skandal program new sales broadband. 

"Kasus itu sudah disetop atau bagaimana, baiknya Polda Metro Jaya mengupdate kasus ini," katanya.

Catatan Monitorindonesia.com, bahwa, tiga tahun yang lalu, Polda Metro Jaya sempat mengusut dugaan korupsi Telkomsel yang ditaksir menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 Miliar.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Yusri Yunus menambahkan pergantian jajaran direksi PT Telkomsel tidak akan mempengaruhi proses penyelidikan.

“Kan kita selidiki dugaan (tindak pidana korupsinya), tidak ada hubungannya (dengan pergantian direksi),” kata Yusri kepada wartawan di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Senin (31/5/2021).

Dia juga mengatakan hari ini mantan Direktur Utama PT Telkomsel Setyanto Hantoro dan mantan Direktur Enterprise and Business Service PT Telkom Edi Witjara tetap diperiksa sebagai saksi.

Yusri mengatakan Setyanto dan Edi telah memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk dimintai klarifikasi atas temuan dugaan tindak pidana korupsi di Telkomsel. “Saudara S dan E berdasarkan undangan klarifikasi untuk kita ambil keterangan menyangkut adanya pembiayaan di PT Telkom sebesar Rp300 miliar, hari ini hadir untuk diambil keterangannya diklarifikasi,” katanya.

Yusri pun meminta publik agar bersabar menunggu hasil penyelidikan tim penyidik kepolisian.“Nanti kita tunggu saja hasilnya apa, saat ini masih penyelidikan,” jelasnya.

Lebih lanjut Yusri mengungkapkan penyidik Polda Metro Jaya telah memintai keterangan tujuh orang saksi dalam penyelidikan kasus tersebut.“Sudah, sambil berjalan saksi diperiksa. Sudah ada 7 saksi diambil keterangan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan "Ada dugaan dana yang dikucurkan Telkom saat itu yang disampaikan masyarakat tidak dapat dipertanggungjawabkan."

"Makanya kita klarifikasi, masih proses apakah dana tersebut sesuai dengan apa yang diadukan masyarakat. Nilai kerugian kurang lebih Rp 300 Miliar," kaya Auliansyah di Polda Metro Jaya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, kala itu Setyanto dipanggil sesuai surat Nomor: B/4381/V/RES.3.3/2021/Ditreskrimsus dan Edi Witjara sesuai surat Nomor: B/4382/V/RES.3.3/2021/Ditreskrimsus tertanggal 21 Mei 2021. Dalam surat tersebut, kedua saksi diminta untuk menemui penyidik pada Kamis, 27 Mei 2021 sekira jam 10.00 WIB.

Dari surat pemanggilan klarifikasi tersebut, penyidik sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengajuan proposal program "sinergi new sales broadband" Telkomsel diduga tidak sesuai penerapannya sehingga berpotensi mengakibatkan kerugian negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021.

Di lain sisi, kasus ini sempat dipraperadilankan oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Kala itu mereka berencana praperadilankan Polda Metro Jaya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Bahwa mereka menuntut Polda Metro Jaya transparan terkait penyelidikan dugaan kerugian negara senilai Rp300 miliar dalam sebuah proyek yang dikerjakan PT Telkomsel Tbk.

“Polda Metro Jaya tak transparan dalam menangani kasus ini, karena belum juga mengumumkan kelanjutan penyelidikan ini,” demikian keterangan tertulis Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, Selasa (5/4/2023) silam.

Menurut Kurniawan, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran beserta jajarannya lamban dalam menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Karena, menurut dia, hampir setahun penyelidikan kasus ini tak menemui titik terang. 

"Jika penyidik Polda Metro Jaya tidak jelas dalam menangani perkara tindak pidana korupsi di PT Telkomsel ini dan tidak ada tersangkanya, maka LP3HI tidak segan mengajukan praperadilan ke PN Jaksel," jelas Kurniawan.

Monitorindonesia.com, Kamis (8/5/2025) telah berupaya mengonfirmasi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi soal perkembangan kasus tersebut. Namun hingga artikel berita ini ditayangkan belum juga merespons.

Mengacu situs polri.go.id, ada mekanisme pengawasan penanganan perkara yakni Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), sebagai hak pelapor. 

Ketentuan itu berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 39 ayat 1 tertulis, dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.

SP2HP sekurang-kurangnya memuat tentang; pokok perkara, tindakan penyidikan yang telah dilaksanakan dan hasilnya, masalah/kendala yang dihadapi dalam penyidikan, rencana tindakan selanjutnya; dan imbauan atau penegasan kepada pelapor tentang hak dan kewajibannya demi kelancaran dan keberhasilan penyidikan.

SP2HP yang dikirimkan kepada pelapor, ditandatangani oleh Ketua Tim Penyidik dan diketahui oleh Pengawas Penyidik. Tembusannya, wajib disampaikan kepada atasan langsung. (wan)

Topik:

Korupsi Telkom Korupsi Telkomsel Polda Metro Jaya KPK Dirut Telkomsel Nugroho Monopoli A2P SMS Telkomsel