Pengamat Tata Kota Sebut Sistem Pengendalian Banjir DKI Belum Mampu Atasi Perubahan Iklim

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 5 Februari 2022 17:10 WIB
Monitorindonesia.com - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai, kapasitas sistem pengendalian banjir yang dimiliki Jakarta saat ini tak mampu mengatasi adanya kondisi perubahan iklim. Menurutnya, Kota Jakarta masih jadi pelanggan banjir. Belum ada cara-cara yang pas yang dilakukan masing-masing gubernur di tiap eranya. Upaya sistem pengendalian banjir, kata dia, saat ini harus fokus pada meningkatkan kapasitas daya tampung sistem tanah dan air di Jakarta. "Sistem yang sekarang itu sudah menggali penurunan karena masalah sentimentasi, pendangkalan, sungai-sungai harus di keruk, misalnya Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat harus diperbaiki lagi dengan ditambah intensitasnya. Jadi kalau sungai enggak dinormalkan ya beratlah," kata Yayat kepada wartawan, dikutip pada, Sabtu (5/2/2022). Salah satu hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (pemprov DKI Jakarta) adalah mempercepat penanganan waduk yang berada di Ciawi. Sehingga penanggulangan banjir di Jakarta dapat diatasi dengan normalisasi sungai itu. "Dengan normalisasi sungainya itu bisa dimaksimalkan kemudian penanganan banjir di Jakarta yang lingkupnya antarwilayah Bogor sampai Jakarta bisa lebih maksimal untuk diatasi," ujar Yayat. Lebih lanjut Yayat Supriyatna juga mengatakan, penanganan bencana banjir di Jakarta sudah tentu jadi agenda wajib setiap Gubernur DKI Jakarta. "Memang harus diakui, PR paling besar dari setiap gubernur Jakarta dari tahun ke tahun itu adalah penanganan banjir," ungkapnya. “Sebetulnya menangani banjir ini susah-susah gampang, tapi kebanyakan susahnya dibanding gampangnya," sambungnya. Persoalan banjir di Ibu Kota tak sekadar merelokasi wilayah. Dia menyebut perlu dialog antara pemerintah dan masyarakat untuk menemukan solusi. "Jadi kalau Jakarta sudah kondisi seperti ini, tentu tidak bisa setengah-setengah lagi dalam menanganinya. Dalam banyak hal penanganan banjir itu secara komperhensif kurang banyak melakukan ruang dialog," ujar Yayat. Yayat menuturkan, pemerintah harus lebih tegas dalam mengatasi penanganan banjir. Ditambah lagi masyarakat yang kurang merespons ketika pemerintah berusaha memperbaiki kondisi wilayah yang terdampak banjir. "Jadi benturan kebijakan dalam implementasi penanganan banjir itu adalah rencana. Retorikanya pemerintah akan menuntaskan banjir tapi logikanya antara perencanaan dengan realitas itu berbenturan. Karena memang sulit meminta kesediaan masyarakat untuk rela berpartisipasi misalnya pindah ke rumah susun dan mendapatkan kompensasi," tutup Yayat. (Wawan)