Pengamat Tata Kota Soroti Pemprov DKI Jakarta yang Tak Mampu Lagi Kontrol Pembangunan Pantai Utara Jakarta

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 18 Juni 2023 21:09 WIB
Jakarta, MI - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah tidak mampu lagi mengontrol maraknya pembangunan pantai Utara Jakarta seperti di Pantai Indah Kapuk (PIK). Atas ketidakmampuan itu, ia meminta Pemprov DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan kawasan kepada pemerintah pusat agar segera dibentuk otorita pengembangan Pantai Utara Jakarta. Menurut Trubus, Pemprov DKI Jakarta sudah tak sanggup lagi mengontrol pembangunan kawasan Utara Jakarta khususnya daerah Penjaringan yang sangat pesat oleh pengembang tak henti-hentinya menimbulkan polemik dan perdebatan publik. Pasalnya, lanjut Trubus, setelah ada perizinan pengembangan reklamasi pantai Utara Jakarta yang menghebohkan ketika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta ngotot memberikan izin kepada pengembang. "Sedang kebanyakan pihak menolak reklamasi tersebut karena berbagai alasan termasuk kelestarian lingkungan hidup. Alhasil perbedaan politis yang berlangsung lama tersebut masih terus bergulir sampai pada kepemimpinan Anies Baswedan yang merupakan janji kampanye politiknya untuk menutup reklamasi pantai Utara," ujar Trubus kepada Monitor Indonesia, Minggu (18/6). "Nyatanya semua perdebatan itu ujung ujungnya berlalu, faktanya pembangunan pantai Utara Jakarta kini malah sudah mendekati kepulauan seribu," sambung Trubus. Pantauan Monitor Indonesia, bahwa Pantai Indah Kapuk (PIK) yang merupakan salah satu pantai hasil reklamasi kini terlihat sudah sangat dekat sekali, bahkan mungkin sudah tidak lebih 1km lagi dari bibir pantai reklamasi itu. Bahkan sudah tersambung dengan salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Trubus pun menegaskan, sebaiknya PIK itu diberikan saja statusnya sebagai salah satu daerah otorita. "Karena kenyataannya emang dalam prakteknya seperti ini, kawasan PIK hingga pantai reklamasi itu kan dibangun tanpa kendali Pemprov DKI Jakarta. Pengembang sesuka-sukanya saja membangun di sana apakah itu atas perizinan lengkap?" cetusnya. Lebih lanjut Trubus menyatakan keheranannya. Dia juga tidak melihat adanya fasilitas sosial (Fasos) atau fasilitas umum (Fasum) yang sejatinya menjadi kewajiban pengembang yang mesti diserahkan ke Pemprov DKI. "Sedangkan sejauh pengamatan di PIK itu mana ada fasos dan sarana publik lainnya? Yang dibangun investor adalah sarana jalan yang memang luas-luas tapi itu kan bagian dari kawasan elite itu sendiri? Adapun masjid yang dibangun di sana terbuat dari kayu dan di atas rawa-rawa," ucapnya. Selain itu, Trubus juga mempertanyakan soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Pantai Utara Jakarta. "Bukankah itu merusak terumbu karang dan kehidupan ekosistem laut di sana? Atau jangan-jangan itu satu strategi pengembang juga untuk nantinya gampang membongkarnya diganti dengan bangunan lainnya yang lebih bernilai ekonomis yang menguntungkan pengembang?Beribu pertanyaan yang perlu dijelaskan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dari dampak pembangunan kawasan PIK tersebut," tegasnya. Pembangunan kawasan reklamasi tersebut, lanjut Trubus, sepertinya lepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Lantas Trubus juga mempertanyakan sejauh mana tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta mengontrol pembangunan kawasan ini? Ia pun menegaskan, transparansi dan perizinan yang sama harus diberlakukan sama kepada seluruh warga Jakarta. Namun perlakuan adil ini terlihat tidak berlaku bagi pengembang kawasan PIK. "Karena pengembang kawasan ini nampaknya sesuka-sukanya membangun apa saja, sejauh menguntungkan buat bisnisnya dia lakukan dan bila tidak menguntungkan juga sesukanya membongkar dan membangun kembali dengan bangunan yang berbeda," katanya. Lebih jauh, Trubus mengurai dugaan kalangan petinggi Pemprov DKI Jakarta ini larut dalam buaian konglomerat hingga "main mata". Jadinya pembangunan Pantai Utara Jakarta semakin tak terkontrol. Begitu juga, kata dia, pihak pemerintah pusat sekarang semua sudah diam. Tidak ada lagi suara keras apalagi memprotes. Apalagi pejabat setingkat Wali Kota Jakarta Utara dan Kepala Dinas Citata dan Sudin Citata Jakarta Utara tidak bernyali mengontrol atau sebaliknya mereka semua terlibat "main mata" dengan investor? "Bahwa pelanggaran Tata Ruang di kawasan ini sangat tinggi. Tapi semua pihak bungkam. Baik petinggi-petinggi itu mungkin semua sudah disiram sehingga gak berani lagi bersuara," ucapnya. Kewenangan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemilik otoritas DKI Jakarta ini seharusnya tegas. Terkait pajak-pajak dan semua perijinan yang seharusnya dimiliki pengembang. "Karena sejatinya Gubernur mempertimbangkan keberlangsungan lingkungan hidup yang baik dan tidak mengundang petaka lebih besar di kemudian hari," tegas Trubus. Sementara itu, Jogi Harjudanto Kasudin Citata Jakarta Utara mengklaim bahwa IMB hunian di PIK sudah diterbitkan oleh PTSP, untuk proses pengawasannya sudah dilakukan secara kawasan. "Mengacu pada Pergub 31/2022, kawasan PIK memang diperuntukkan untuk sebagian besar hunian dan fasilitasnya. Bila masih memerlukan data tambahan, silahkan menghubungi PTSP ataupun Dinas Citata," kata Jogi saat dikonfirmasi Monitor Indonesia pada Minggu (18/6). Sebelumnya, anggota DPRD DKI Ahmad Lukman Jupiter menduga bahwa peralihan fungsi lahan eks Waterboom di PIK itu sebagai fasos atau fasumnya pengembang yang seharusnya diserahkan ke Pemprov DKI Jakarta. [caption id="attachment_549102" align="alignnone" width="1280"] Anggota DPRD DKI Jakarta Ahmad Lukman Jupiter (Foto: Doc MI)[/caption] Namun entah kenapa setelah puluhan tahun kini berubah dan disulap menjadi kawasan perdagangan elite dan pemukiman super mewah. Lahan dengan luas kurang lebih tiga hektar tersebut kini sedang dibangun dan tidak tampak IMB. Unutuk itu, Jupiter meminta agar Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengambil sikap tegas atas semua kegiatan pembangunan yang terkesan "semau gue" oleh pengembang di wilayah Utara Jakarta tersebut. "Banyak yang harus diselamatkan, selain pendapatan daerah dari sektor perijinan dan pajak pajak, terlebih penting adalah kelestarian lingkungan hidup" pungkas Jupiter tokoh pendiri partai NasDem di Jakarta tersebut. (Red)