BPK: Pemprov DKI Belum Terima Pendapatan Rp 58,9 M, Denda Rp 5,5 M dan Potensi Pendapatan Minimal Rp30,9 M atas Pemanfaatan BMD

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Juli 2025 00:01 WIB
Ilustrasi - Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) bergegas meninggalkan kompleks Balaikota di Jakarta, Kamis (17/5/2018)
Ilustrasi - Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) bergegas meninggalkan kompleks Balaikota di Jakarta, Kamis (17/5/2018)

Jakarta, MI -  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta mengungkap temuan bahwa Pemprov DKI Jakarta belum menerima pendapatan senilai Rp58.934.610.224,50, denda minimal senilai Rp5.539.255.684,16 dan potensi pendapatan minimal senilai Rp30.970.407.497,64 atas kerja sama pemanfaatan barang milik daerah (BMD)  

Temuan tersebut merupakan salah satu dari 40 temuan berdasarkan hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Tahun Anggaran (TA) 2023 dengan nomor 12A/LHP/XVIII.JKT/7/2024 tanggal 12 Juli 2024.

Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta menyajikan nilai realisasi lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah dalam Laporan Keuangan TA 2023 senilai Rp4.622.697.231.503,00 atau sebesar 104,25% dari target senilai Rp4.434.068.961.336,00. 

Dari realisasi tersebut antara lain berasal dari pendapatan pemanfaatan BMD.  Namun berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen pemanfaatan BMD menunjukkan permasalahan adanya pendapatan yang belum diterima serta pemanfaatan BMD yang belum didukung dengan dokumen perjanjian kerja sama.

Pertama, Pemprov DKI Jakarta belum menerima pendapatan atas pemanfaatan BMD senilai Rp54.127.249.055,50 dan denda keterlambatan minimal senilai Rp5.539.255.684,16 pada tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

"Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kekurangan penerimaan pendapatan sewa aset senilai Rp54.127.249.055,50  (Rp1.459.689.055,50 + Rp50.000.000.000,00 + Rp615.560.000,00 + Rp2.052.000.000,00) dan denda keterlambatan senilai Rp5.539.255.684,16 (Rp267.123.097,16 + Rp5.169.532.587,00 + Rp102.600.000,00) yang belum diterima pada tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD)," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Minggu (6/7/2025).

BPK merincikan bahwa Pemprov DKI Jakarta belum menerima pendapatan sewa lahan pembangunan ITF senilai Rp1.459.689.055,50 dan denda keterlambatan minimal senilai Rp267.123.097. Lalu, Pemprov DKI Jakarta belum menerima pendapatan atas pemanfaatan BMD oleh PT Bank DKI senilai Rp50.000.000.000,00.

Kemudian, lanjut BPK, Pemprov DKI Jakarta belum menerima pendapatan atas pemanfaatan BMD oleh PT AAP dan PT PG yang belum didukung dengan perjanjian kerja sama dan pendapatan denda sewa senilai Rp5.169.532.587,00 belum tertagih

Tak hanya itu, BPK menyebut bahwa BLUD UPK PPUKMP belum menerima pendapatan atas penggunaan lahan untuk dua Base Transceiver Station (BTS) senilai Rp615.560.000,00. Serta Kontribusi atas Pemanfaatan BMD oleh PT BSU belum seluruhnya diterima minimal senilai Rp2.052.000.000,00 dan denda minimal senilai Rp102.600.000,00.

Sementara hasil pemeriksaan atas perjanjian kerja sama dan permintaan keterangan kepada BPAD menunjukkan bahwa PT BSU belum membayar kontribusi tetap tahun ketiga senilai Rp2.052.000.000,00 dan Rp102.600.000,00; PT BSU belum melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana olahraga dalam area 4; dan UP JAMC belum menerima kontribusi berupa pembagian keuntungan dari PT BSU.

Kedua, BPK menemukan masalah bahwa pendapatan sewa belum diterima karena perjanjian kerja sama pemanfaatan aset belum ada dan/atau belum diperpanjang  "Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen kerja sama pemanfaatan aset, diketahui terdapat lima Aset pada tiga OPD yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga namun belum didukung dengan perjanjian kerja sama," jelas BPK.

Setidaknya ada 6 hal yang disoroti BPK dalam hasil pemeriksannya itu, yakni potensi kehilangan pendapatan atas pemanfaatan kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) oleh PT Jakpro pada BPAD belum didukung perjanjian kerja sama dan potensi kehilangan pendapatan hasil kerja sama pemanfaatan lahan pada BLUD Dinas Kesehatan minimal senilai Rp1.041.828.830,64.

Lalu, potensi pendapatan minimal senilai Rp3.818.060.000,00 atas perjanjian sewa lahan kosong dan ruangan yang telah berakhir pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah tidak diperpanjang dan potensi pendapatan minimal senilai Rp13.216.800.000,00 atas penggunaan lahan BLUD UPK PPUKMP Pulogadung oleh pihak Ketiga pada Dinas PPKUKM tidak didukung perjanjian sewa.

Kemudian, adanya kekurangan pendapatan dan potensi minimal senilai Rp4.807.361.169,00 dan Rp1.619.106.667,00 dari perjanjian kerja sama pemanfaatan BMD yang belum diperpanjang dan penggunaan tanah untuk pemakaian micro cell pole belum didukung perjanjian kerja sama.

Ketiga, BPK menemukan bahwa adanya kehilangan pendapatan atas perhitungan nilai kontrak yang tidak sesuai ketentuan serta tidak sesuai luasan yang sebenarnya. 

Yakni, kehilangan pendapatan BLUD Dinas Kesehatan dari hasil kerja sama pemanfaatan lahan yang tidak sesuai ketentuan dan biaya sewa kontrak dalam surat perjanjian pemanfaatan aset pada Dinas PPKUKM belum memperhitungkan secara tepat perubahan luas bangunan dan waktu mulai perubahan luas bangunan

Keempat, BPK menemukan masalah bahwa kebijakan perhitungan tarif sewa atas perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan parkir RSUD belum memedomani Permendagri Nomor 79 Tahun 2018. 

BPK menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan dokumen perjanjian dan dokumen pendukung penetapan tarif perjanjian kerja sama untuk lahan parkir pada sembilan RSUD/RSKD menunjukkan bahwa 11 perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan parkir menggunakan metode penetapan tarif yang berbeda.

Empat perjanjian kerja sama menggunakan perhitungan tarif sewa lahan berdasarkan data penilaian KJPP, sedangkan tujuh perjanjian kerja sama lainnya menggunakan perhitungan tarif kesepakatan bersama dengan pihak ketiga yaitu sharing profit.

Atas permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan Pemprov DKI Jakarta belum memperoleh kontribusi PAD atas pemanfaatan aset daerah minimal senilai Rp56.859.361.169,00 (Rp50.000.000.000,00 + Rp2.052.000.000,00 + Rp4.807.361.169,00) dan denda keterlambatan pembayaran minimal senilai Rp5.272.132.587,00 (Rp5.169.532.587,00+Rp102.600.000,00);

Lalu, ketidakjelasan penyelesaian tagihan kepada PT Jakpro atas sewa lahan pembangunan ITF senilai Rp1.459.689.055,50 dan denda keterlambatan 
pembayaran sewa minimal senilai Rp267.123.097,16; 

Kemudian ketidakjelasan nilai dan jangka waktu penerimaan kontribusi berupa bangunan sarana prasarana olahraga dan pembagian keuntungan yang menjadi hak Pemprov DKI Jakarta;  

Bahkan mengakibatkan juga potensi kehilangan pendapatan atas pemanfaatan BMD, UPK PPUKMP Dinas PPKUKM dan BPAD. Dengan rincian, BMD minimal senilai Rp30.970.407.497,64 pada Dinas Kesehatan minimal senilai Rp1.041.828.830,64 (Rp776.297.330,64 + Rp265.531.500,00).

Kemudian, BLUD UPK PPUKMP Dinas PPKUKM senilai Rp28.309.472.000,00 (Rp3.190.235.000,00 + Rp321.000.000,00 + Rp219.825.000,00+Rp87.000.000,00 + Rp13.216.800.000,00 + Rp11.274.612.000,00). Sementara BPAD senilai Rp1.619.106.667,00. 

Selain itu, BPK menyatakan permasalahan tersebut mengakibatkan juga potensi kehilangan pendapatan yang belum dapat ditentukan nilainya pada RSUD Koja, RSUD Cengkareng, RSUD Pasar Minggu, RSUD Budhi Asih, RSUD Pasar Rebo, RSUD Cilincing dan RSUD Matraman. 

Penjelasan Pemprov DKI Jakarta

Atas permasalahan tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui masing-masing Kepala OPD menjelaskan bahwa Plt. Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan temuan BPK.

Bahwa PT Jakpro belum melakukan pembayaran sewa termin kedua senilai Rp1.459.689.966,00 dan denda keterlambatan minimal senilai Rp267.123.097,16 untuk lokasi pembangunan ITF.

Berkenaan hal tersebut, atas kewajiban tahun 2023 akan diakui sebagai piutang dan dilakukan penagihan kepada PT Jakpro dan BPAD akan berkoordinasi dengan PT Jakpro untuk melakukan identifikasi mengenai rencana perubahan penggunaan lahan ITF yang akan ditindaklanjuti dengan evaluasi perjanjian kerja sama; 

Lalu Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa pemanfaatan Kawasan TIM oleh PT Jakpro belum didukung dengan perjanjian kerja sama, atas kondisi tersebut BPAD melalui UP JAMC telah melakukan rapat pembahasan tindaklanjut pemanfaatan kawasan TIM dengan PT Jakpro pada 3 April 2024 dengan hasil PT Jakpro akan menyampaikan kajian sustainability pengelolaan TIM paling lambat pada akhir Mei 2024.  Atas kajian sustainability dimaksud akan digunakan sebagai dasar untuk proses pemanfaatan BMD.

Pemanfaatan aset Pemprov oleh Bank DKI belum berdasarkan perjanjian kerja sama pemanfaatan aset, atas kondisi tersebut BPAD akan melakukan  perikatan perjanjian kerja sama pemanfaatan BMD yang perjanjian kerja samanya ditandatangani oleh masing-masing Pengguna Barang dan Bank DKI dengan nilai pemanfaatan sesuai kesanggupan Bank DKI.

Pemanfaatan lahan oleh PT AAP dan PT PPG belum didukung perjanjian kerja sama dan piutang sewa senilai Rp6.835.099.364,00 belum tertagih.  Atas kondisi tersebut BPAD melalui UP JAMC akan melakukan penagihan kembali setelah PT JUP menyampaikan informasi tentang kewajiban PT AAP. 

Atas 14 mitra kerja sama yang di perjanjian kerja samanya tidak mengatur pembayaran dalam masa perpanjangan dan kedepannya seluruh perjanjian kerja sama akan mengatur pembayaran dalam proses perpanjangan dan akan mengakui sebagai piutang.

Berkoordinasi dengan Suban Pengelolaan Aset Wilayah untuk melakukan identifikasi penggunaan dan peruntukkan lahan yang digunakan untuk micro cell pole, selanjutnya BPAD melalui UP JAMC akan berkoordinasi dengan mitra untuk memproses pemanfaatan. 

Pemprov DKI Jakarta juga menjelaskan bahwa Kepala Dinas Kesehatan menyatakan sependapat dan menjelaskan UKPD Dinas Kesehatan yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD memang tidak semuanya menerapkan Pergub Nomor 60 Tahun 2019 dalam pemanfaatan BMD.

Hal ini dikarenakan belum dicabutnya Pergub Nomor 165 Tahun 2012, sehingga beberapa UKPD ada yang menjadikan peraturan tersebut sebagai dasar pemanfaatan BMD. 

Terakhir, Pemprov DKI Jakarta menjelaskan bahwa Kepala Dinas PPKUKM menyatakan sependapat dan akan melakukan verifikasi terhadap pengguna lahan kosong dan pengguna ruang usaha (pamer) yang telah berkontrak untuk kemudian memperpanjang kontrak dan memungut biaya sewa. Kemudian inventarisasi waktu mulai penambahan luasan bangunan SKH dan barak kerja; dan inventarisasi waktu pengguna lahan kosong yang belum berkontrak dan melukan kontrak.

Rekomendasi BPK 

BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala BPAD mengevaluasi Perjanjian Sewa Lahan Pembangunan ITF dengan memperhatikan keberlangsungan penugasan Pemprov DKI Jakarta kepada PT Jakpro; mengoordinasikan pelaksanaan pemanfaatan BMD oleh PT Bank DKI untuk lokasi kantor, ATM dan vending machine sesuai ketentuan dan selanjutnya melakukan penagihan pemanfaatan sewa senilai Rp50.000.000.000,00; 

Lalu, mengoordinasikan pelaksanaan pemanfaatan BMD oleh PT Jakpro dalam pengelolaan TIM dan PT JUP untuk lokasi SPBG sesuai ketentuan; menyelesaikan kewajiban Pemprov DKI Jakarta yang merupakan persyaratan untuk pembangunan sarana prasarana di Area 4; berkoordinasi dengan PT BSU agar segera mengajukan IMB/PBG; memulai pembangunan sarana prasarana di Area 4; serta menyelesaikan kewajiban pemenuhan kontribusi keuntungan; 

Kemudian menginstruksikan Kepala UP JAMC untuk menagih denda keterlambatan pembayaran sewa kepada PT AAP senilai Rp5.169.532.586,00; menagih kepada 18 penyewa senilai Rp4.807.361.169,00; menagih kontribusi Tetap PT BSU senilai Rp2.052.000.000,00 dan denda keterlambatan senilai Rp102.600.000,00.

Serta memproses perjanjian kerja sama pemanfaatan BMD pada pihak ketiga yang belum ada dan/atau telah habis masa berlakunya, meliputi pemanfaatan BMD untuk SPBG oleh PT AAP dan PT PG; pemanfaatan BMD TIM oleh PT Jakpro; dan pemanfaatan BMD oleh 14 penyewa; 

BPK juga meminta Kepala BPAD agar menginstruksikan Kepala UP JAMC untuk berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PMPTSP) untuk memproses perjanjian kerja sama atas pemasangan microcell pole di atas lahan Pemprov DKI Jakarta. 

BPK juga merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan menginstruksikan Direktur RSUD Tarakan, RSUD Budhi Asih, RSUD Pasar Minggu, RSUD Cengkareng, RSUD Pasar Rebo, RSUD Koja, RSUD Cilincing, dan RSUD Matraman memperbaharui perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan dengan pihak ketiga dengan memedomani Pergub Nomor  60 Tahun 2019;

Lalu, menginstruksikan Direktur RSUD Budhi Asih memperbaharui perjanjian pemanfaatan lahan BLUD dengan Koperasi Karyawan sesuai dengan luas lahan yang dimanfaatkan dan berkoordinasi dengan Biro Hukum Setda untuk melakukan perubahan Pergub Nomor 165 Tahun 2012 tentang Pola Pengelolaan Keuangan BLUD agar sesuai dengan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018. 

Tak hanya itu saja, BPK juga merekomendasikan Gubernur agar Kepala Dinas PPKUKM menyusun perjanjian kerja sama atas pemanfaatan BMD oleh PT DT dan PT BTS; dan menyusun perjanjian sewa atas pemanfaatan BMD berupa 55 lahan kosong, 12 ruang usaha dan lahan di bawah 209 bangunan ruang usaha. 

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

BPK BPK DKI Jakarta Temuan BPK Pemprov DKI Jakarta