BPK Temukan 5 Bidang Tanah Properti Investasi PT Jakpro senilai Rp70 M Belum Bersertifikat


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DKI Jakarta menemukan bahwa pengelolaan properti Investasi pada PT Jakarta Propertindo (Jakpro) belum memadai serta klasifikasi aset sebagai properti investasi belum sepenuhnya konsisten dan sesuai SAK.
Temuan itu tetuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan entitas anak Tahun Buku 2023 dengan nomor 11A/LHP/XVIII.JKT/6/2024 tanggal 5 Juni 2024.
Seperti dilihita Monitorindonesia,com, Jumat (25/7/2025), PT Jakpro menyajikan saldo properti investasi pada Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian per 31 Desember 2023 senilai Rp6.022.263.786.638,00, naik senilai Rp347.140.278.946,53 atau 6,12%o dibandingkan saldo per 31 Desember 2022 senilai Rp5.675.123.507.691,47.
Saldo tersebut di antaranya merupakan saldo properti Investasi pada PT Jakpro sebagai entitas induk senilai Rp2.169.475.405.722,00.
Properti Investasi, sebagaimana diuraikan di Peraturan Direksi PT Jakpro Nomor 111/KU0000/X11/2023/0001 tentang Kebijakan Akuntansi Perusahaan tanggal 27 Desember 2023, adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dan suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau /esse melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai keduanya, dan tidak untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif, atau dijual dalam kegiatan sehari-hari.
Properti Investasi PT Jakpro selaku entitas induk yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2023
Kebijakan akuntansi PT Jakpro menyatakan bahwa perusahaan memilih menggunakan model nilai wajar dan mengukur seluruh Properti investasi berdasarkan nilai wajar.
Namun berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan Properti Investasi pada PT Jakpro, terdapat ketidaksesuaian komponen tanah dan bangunan pada Properti Investasi yang dinilai dan disajikan di Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2023.
Mekanisme usulan penilaian yang akan dilakukan oleh KJPP atas Properti Investasi PT Jakpro sebagaimana diuraikan oleh AVP Accounting PT Jakpro sebagai berikut:
1) Divisi Accounting, Tax & Investment (Divisi ATI) mengajukan permohonan kepada Divisi Asset Management (Divisi AM) berupa daftar item yang akan dinilai;
2) Item yang diusulkan untuk dinilai yaitu item yang sudah dicatat sebagai PI;
3) Dalam menentukan komponen tanah dan bangunan yang diusulkan untuk dinilai perlu mempertimbangkan apakah tanah dan bangunan tersebut sudah menjadi milik PT Jakpro;
4) Untuk tanah dan bangunan yang sudah menjadi milik PT Jakpro, seharusnya tanah dan bangunan dinilai; dan
5) Sementara untuk tanah yang dikerjasamakan berupa BOT dan belum dilakukan scrah terima bangunan hasil BOT, seharusnya hanya tanah saja yang dinilai.
BPK juga menemukan bahwa lima bidang tanah properti investasi PT Jakpro senilai Rp70.196.615.449,00 belum memiliki bukti kepemilikan.
"Hasil pemeriksaan atas bukti kepemilikan tanah dalam bentuk sertifikat dengan daftar Properti Investasi PT Jakpro dan didukung hasil pemeriksaan fisik pada penyimpanan sertifikat PT Jakpro pada tanggal 8 Desember 2023, menunjukkan bahwa terdapat lima properti Investasi belum didukung bukti kepemilikan berupa sertifikat," petik laporan BPK.
Daftar Properti Investasi yang tidak didukung bukti kepemilikan memadai beserta penjelasan dari AVP Asset Operation pada tanggal 12 Desember 2023 ditunjukkan dalam tabel berikut.
Hasil analisis terhadap Surat Keputusan Gubemur Nomor 286 Tahun 1992 tentang pengelompokan aset barang tidak bergerak milik BPL Pluit sebagai Aset Tetap (inventaris) dan aset usaha, menunjukkan bahwa surat keputusan tersebut hanya menetapkan pengelompokan aset barang tidak bergerak milik BPL Pluit sebagai Aset Tetap (inventaris) dan aset usaha sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan tersebut. Informasi dalam surat tersebut diperuntukkan bagi BPL Pluit.
PT Jakpro terbentuk dari gabungan PT Pembangunan Pluit Jaya dan PT Pembangunan Pantai Utara Jakarta pada tahun 2000. Sedangkan PT Pembangunan Pluit Jaya terbentuk dari BPL Pluit pada tahun 1997. Sementara dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya.
Berdasarkan uraian tersebut, penggunaan Surat Keputusan Gubernur Nomor 286 Tahun 1992 sebagai bukti kepemilikan tanah Properti Investasi tidak tepat.
Lanjut, BPK menemukan masalah bahwa terdapat kewajiban mitra kerja sama yang belum melaksanahan pembangunan sesuai perjanjian kerja sama
Yakni pembangunan fisik atas kerja sama BOT pada Mega Mall Tahap II belum dilaksanakan dan pembangunan fisik atas kerja sama pada Lahan Kamal Muara (SIT I dan II) belum sesuai dengan perjanjian kerja sama
Lokasi pembangunan SIT I dan II berada di sebagian lahan milik PT Jakpro tersebut dan juga sebagian tanah PT WAI, namun lingkup perjanjian kerja sama hanya pada lahan yang berada di atas HPL a.n PT Jakpro.
"Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 28 Februari 2024, dengan didampingi pegawai Divisi Asset Management dan Assistant Manager Internal Audit PT Jakpro di lokasi SIT I dan II dan analisis terhadap lampiran addendum II1 perjanjian (tahun 2020), diketahui bahwa realisasi unit bangunan pada lokasi tanah HPL a.n PT Jakpro belum sesuai perjanjian," petik laporan BPK.
Lalu pengelolaan lingkungan SIT I dan II belum dikelola oleh Badan Pengelolaan Lingkungan sesuai perjanjian kerja sama dan pembangunan fisik atas kerja sama pada Ruko Toho belum sesuai dengan perjanjian kerja sama.
Lokasi pembangunan Ruko Toho berada di sebagian lahan milik PT Jakpro dan sebagian tanah PT WAI, namun lingkup kerja sama hanya pada lahan yang berada di atas HPL a.n PT Jakpro.
"Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 28 Februari 2024 dengan didampingi pegawai Divisi Asset Management dan Assistant Manager Internal Audit PT Jakpro, menunjukkan bahwa realisasi jenis dan jumlah unit bangunan pada lokasi pembangunan Ruko Toho berbeda dengan perjanjian dan pengelolaan lingkungan belum dikelola oleh bentuk usaha pengelolaan lingkungan sesuai perjanjian kerja sama," petik laporan BPK.
Pemeriksaan fisik pada lokasi pembangunan, diketahui bahwa lokasi tersebut masih dikelola secara langsung oleh PT WAI. Mengacu pada Perjanjian Addendum 1 kerja sama (tahun 2009), PT WAI seharusnya sudah tidak mengelola lingkungan Ruko Toho, karena seharusnya sudah dibentuk suatu wadah atau bentuk usaha pengelolaan lingkungan paling lambat tangyzal 15 Desember 2009.
Atas permasalahan tersebut, VP Asset Management, dalam keterangan pada anggal 16 Maret 2024 dan 8 Mei 2024, menyatakan bahwa belum dapat memastikan jenis dan jumlah pembangunan ruko yang seharusnya dilaksanakan.
Mengenai perbedaan antara perjanjian dengan kondisi lapangan, VP Asset Management memperkirakan bahwa realisasi pembangunan pada lokasi tersebut dilakukan berdasarkan business plan yang disusun oleh PT WAI. Biasanya dokumen tersebut dicantumkan dilampirkan pada perjanjian. Namun sampai dengan saat berakhimya pemeriksaan BPK.
Kemudian, BPK juga menemukan masalah bahwa PT Jakpro belum dapat menelusuni kelengkapan lampiran perjanjian serta dokumen business plan yang dimaksud;
Kemudian terdapat jangka waktu sertifikat HGB yang diterbitkan melampaui jangka waktu perjanjian seharusnya mendapatkan kompensasi atas selisih jangka waktu tersebut. Namun konmpensasi atas selisih ini belum diatur di perjanjian kerja sama; dan atas bangunan yang berada di sebagian tanah PT Jakpro pada Blok E sejumlah 7 unit diperkirakan akan menjadi milik PT Jakpro karena bangunan tersebut sebagian besar berada di atas tanah HPL PT Jakpro; dan
Terkait dengan belum terbentuknya Badan Pengelolaan Lingkungan, hal ini terjadi karena saat ini dalam proses perumusan addendum atas perjanjian dimaksud.
Atas penjelasan tersebut, PT Jakpro belum menyampaikan data/dokumen pendukungnya serta belum ada tindak lanjut atas pembentukan Badan Pengelolaan tersebut.
Tak hanya itu, BPK menemukan masalah adanya ketidaksesuaian atas klasifikasi aset berupa tanah dan bangunan pada akun Properti Investasi
Berdasarkan pemeriksaan diketahui terdapat ketidaksesuaian atas klasifikasi aset berupa tanah dan bangunan pada akun properti investasi yakni Lahan dan Bangunan Mall Pluit Junction tidak memenuhi kriteria tanah dan bangunan sebagai Properti Investasi dan lahan dan Bangunan Kios Pasar Muara Karang tidak memenuhi kriteria tanah dan bangunan sebagai Properti Investasi
BPK juga menemukan ketidakkonsistenan atas klasifikasi aset berupa tanah dan bangunan pada akun Properti Investasi dan Aset Tanah Lainnya
Terdapat ketidakkonsistenan klasifikasi akun pada LK atas aset yang secara substansi memiliki kesamaan kondisi yaitu antara empat tanah dan bangunan yang disajikan pada akun Aset Tanah Lainnya dengan satu aset tanah dan bangunan yang disajyikan pada akun Properti Investasi.
Yakni: Aset Lainnya HPL 1/ Kamal Muara — Waringin; Aset Lainnya HPL 42/ Kamal Muara — Komplek Pergudangan SIT Ill; Aset Lainnya HPL 3/ Pluit — Lahan Apartemen Laguna Pluit (Parkiran dan Apartmen); Aset Lainnya HPL 16 Lahan Kapuk Muara; dan Properti Investasi Lahan Kamal Muara (SIT I dan II).
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Penyajian nilai Properti Investasi dalam Laporan Posisi Keuangan PT Jakpro per 31 Desember 2023 belum mencerminkan nilai wajar atas keseluruhan Properti Investasi per 31 Desember 2023 termasuk di antaranya:
1) Atas tercatatnya bangunan BOT yang belum diserahkan ke PT Jakpro senilai Rp90.583.308.027,00 pada saldo awal;
2) Bangunan milik PT Jakpro yang belum dicantumkan nilai wajarnya;
3) Lahan dan Bangunan MPJ dan Kios Pasar Muara Karang sebagai Properti Investasi yang seharusnya disajikan sebagai Aset Tetap; dan
4) Tanah dalam Aset Lain-Lain yang seharusnya dicatat sebagai Properti Investasi yaitu berupa HPL Nomor 1I/Kamal Muara-Waringin, HPL Nomor 42 Kamal Muara-Komplek Pergudangan SIT 3, HPL Nomor 3 Pluit-Lahan Apartemen Laguna Pluit (Parkiran dan Apartemen), dan HPL Nomor 16 Kapuk Muara.
b. Tanah PT Jakpro yang belum didukung bukti kepemilikan berpotensi hilang dan bersengketa dengan pihak lain di masa mendatang;
c. PT Jakpro belum mendapatkan hak sepenuhnya berupa bangunan dan PT DTM berupa Mega Mall tahap II; dan
d. PT Jakpro belum memperolch potensi pendapatan dari denda atas keterlambatan pembentukan badan pengelolaan lingkungan SIT I dan II senilai Rp1 26.237.844,45 dan belum memperoleh pengalihan Pengelolaan Lingkungan SIT I dan SIT II.
Permasalahan tersebut disebabkan PT Jakpro belum konsisten dalam menerapkan kebiyakan akuntansi atas Properti Investasi; tidak terdapat unit kerja yang bertugas melakukan pemantauan atas pelaksanaan hak dan kewajiban kerja sama kemitraan berupa pembangunan BOT.
Lalu, VP Accounting, Tax & Investment dan AVP Accounting PT Jakpro tidak cermat dalam mengadopsi Laporan Appraisal dari KJPP dan tidak memiliki kertas kerja penyusunan nilai wajar Properti Investasi yang memadai; dan tidak melakukan pencatatan aset tanah yang dikerjasamakan sebagai Properti Investasi.
Atas permasalahan tersebut Direktur Utama PT Jakpro menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan selanjutnya menyatakan akan menyesuaikan nilai wajar Properti Investasi berdasarkan laporan final KJPP tahun 2023, memperbaiki ketidaksesuaian pencatatan nilai atas komponen tanah dan bangunan, dan memperbaiki ketidakkonsistenan klasifikasi aset sebagai Properti Investasi dengan membentuk tim yang merumuskan intensi pemanfaatan aset PT Jakpro yang akan dituangkan dalam keputusan direksi.
PT Jakpro masih dalam proses pembuatan sertifikat dan telah terdapat rencana sertifikasi satu aset tanah pada RKA 2024, dan Terkait kewajiban mitra yang belum melaksanakan pembangunan sesuai perjanjian kerja sama akan menindaklanjuti permasalahan yang ada, mengkonfirmasi terkait jumlah unit yang terbangun, melakukan pembahasan terkait denda sesuai perjanjian, dan sedang dalam proses addendum dalam rangka pembentukan Badan Pengelola Lingkungan.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PT Jakpro agar ,enyempurnakan kebijakan akuntansi PT Jakpro sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yaitu di antaranya pengaturan waktu penilaian wajar Properti Investasi serta kriteria tanah dan bangunan yang diklasifikasikan sebagai Properti Investasi; meningkatkan status kepemilikan lima bidang tanah yang diklasifikasikan sebagai Properti Investasi secara bertahap yaitu atas Tanah di Blok M1, Lahan Wisma Kampung Gusti (Hotel Permata) Blok L1, SPBU JI. Pluit Selatan, Bangunan Kampung Gusti, dan Bangunan Lapangan Tenis TP II;
Mengidentifikasi, menagihkan dan memantau hak-hak yang belum diterima oleh PT Jakpro sesuai perjanjian kerjasama BOT Mega Mall Tahap Il, perjanjian kerjasama pada Lahan Kamal Muara (SIT I dan II), dan perjanjian kerjasama pada Ruko Toho.
Dan menetapkan aset PT Jakpro yang memenuhi kriteria sebagai Properti Investasi dan selanjutnya mengklasifikasikan serta menyajikannya secara konsisten dalam laporan keuangan.
Topik:
BPK JakproBerita Sebelumnya
Angka Kemiskinan di Jakarta Naik, Penduduk Miskin Bertambah 15.800 Orang
Berita Selanjutnya
Layanan SIM Keliling Jakarta Sabtu, Ini Lokasinya
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
19 jam yang lalu

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB