Babak Baru Sengketa Lahan di Cipayung 10 Ha antara Ahli Waris Djiun Bin Balok dan PT Sayana Integra Properti

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 September 2025 19:49 WIB
Kasus sengketa lahan seluas kurang lebih 10 hektar di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, antara ahli waris Djiun bin Balok dan PT Sayana Integra Properti (SIP), pengembang apartemen Sakura Garden City, kembali mencuat setelah upaya pemasangan plang pengumuman oleh kuasa hukum ahli waris mendapat penolakan dari pihak perusahaan.
Kasus sengketa lahan seluas kurang lebih 10 hektar di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, antara ahli waris Djiun bin Balok dan PT Sayana Integra Properti (SIP), pengembang apartemen Sakura Garden City, kembali mencuat setelah upaya pemasangan plang pengumuman oleh kuasa hukum ahli waris mendapat penolakan dari pihak perusahaan.

Jakarta, MI - Babak baru kasus sengketa lahan seluas kurang lebih 10 hektare di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, antara ahli waris Djiun bin Balok dan PT Sayana Integra Properti (SIP), pengembang apartemen Sakura Garden City.

Kasus ini kembali mencuat setelah upaya pemasangan plang pengumuman oleh kuasa hukum ahli waris mendapat penolakan dari pihak perusahaan.

Plang yang dipasang oleh ahli waris mencantumkan pernyataan kepemilikan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 601K/Pdt/1986 tanggal 31 Oktober 1987, dengan tulisan "Tanah Adat seluas 10 ha milik ahli waris Djiun bin Balok dkk – Dilarang Memasuki Areal Ini Tanpa Izin Pemilik."

Kuasa hukum ahli waris, Pieter Ell, menyatakan bahwa pengadilan telah memutuskan kemenangan bagi pihaknya, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

"Baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam amar putusannya telah memenangkan ahli waris Djiun bin Balok. Namun, PT SIP tetap bertahan di lokasi dan mengklaim memiliki Sertifikat HGB. Padahal putusan pengadilan sudah final dan mengikat," katanya dikutip Kamis (18/9/2025). 

Proses pemasangan plang pada Sabtu, 10 Agustus 2025, sempat memicu ketegangan. Pieter Ell menyebut adanya upaya penghalangan dari pihak lain, termasuk dugaan kerusakan terhadap plang tersebut.

Ahli waris mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat yang tercatat dalam buku tanah Kelurahan Cipayung atas nama sejumlah nama, termasuk Alm. Tjun bin Balok (Girik C 289), Alm. Miin bin Siman (Girik C 325), dan lainnya. 

Kepemilikan tersebut dikukuhkan melalui Putusan PN Jakarta Timur No. 220/JT/1983 G dan Putusan PT DKI Jakarta No. 385/Pdt/1985, serta didukung bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Berdasarkan Penetapan Aanmaning No. 39/2017 Eks/PN Jkt Tim, pengadilan telah melakukan eksekusi pada 8 Juni 2018, meskipun hingga kini sengketa belum terselesaikan.

Pieter Ell juga menyoroti adanya kasus sebelumnya terkait klaim kepemilikan oleh PT Bina Kualita Tehnik (BKT) dengan Girik No. 432, yang kemudian dinyatakan palsu. 

Dalam perkara tersebut, terindikasi adanya ketidaksesuaian administrasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur, yang mengeluarkan sertifikat HGB untuk PT BKT dan PT SIP. 

Namun, surat dari Lurah Cipayung menyatakan bahwa Girik C No. 289 atas nama Djiun bin Balok masih tercatat dalam buku Letter C setempat.

Pieter Ell meminta PT SIP mematuhi putusan pengadilan dan sesegera mungkin meninggalkan lokasi tersebut.  

"Kalau sertifikat HGB itu lahir dari proses administrasi yang cacat dan sudah dibatalkan oleh pengadilan, baik Pengadilan Negeri maupun PTUN , maka PT SIP sebagai penerima alih hak tidak memiliki legitimasi hukum untuk menguasai atau membangun apapun di atas tanah tersebut," demikian Pieter Ell.

Topik:

Sengketa Lahan Cipayung PT Sayana Integra Properti