Equality Before The Law: Peringatan bagi KPK Usut Dugaan Gratifikasi Anak Presiden


PERAN dan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam konteks kebijakan hukum dan etika publik merupakan topik yang penting, terutama ketika berbicara tentang kebutuhan untuk kembali ke jati diri awal KPK sebagai lembaga yang adil dan tegas dalam menegakkan hukum.
Peristiwa terbaru yang melibatkan Kaesang Pangarep dan penggunaan fasilitas jet pribadi yang diduga adalah gratifikasi memicu reaksi publik yang mempertanyakan kredibilitas KPK, terutama ketika wakil ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa KPK menanti peran aktif Kaesang ,untuk hadir dan memberikan keterangan di KPK karena penjelasan dari Kaesang secara pribadi tidak bisa menggantikan undangan klarifikasi resmi yang telah dijadwalkan oleh KPK.
KPK sebagai lembaga anti-korupsi memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keadilan di Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kredibilitas lembaga ini kerap dipertanyakan.
Publik melalui berbagai platform, termasuk media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), mempertanyakan apakah KPK masih mampu bertindak dengan adil dan tanpa pandang bulu.
Dalam konteks ini, kekuasaan harus digunakan untuk mengawasi dan menyelidiki setiap dugaan pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh.
Dalam hal ini, peran KPK seharusnya adalah bertindak proaktif dalam menyelidiki dugaan gratifikasi dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil, terlepas dari siapa yang terlibat.
Namun, publik merasakan adanya standar ganda dalam komunikasi publik KPK. Ketika menyangkut orang-orang berpengaruh atau memiliki posisi strategis, KPK terlihat ragu untuk bertindak tegas.
Sejak awal, KPK dibentuk dengan tujuan untuk menegakkan keadilan dan memberantas korupsi di Indonesia. Namun, jika lembaga ini tidak dapat mempertahankan integritas dan ketegasannya, kepercayaan publik akan terus menurun.
Keadilan harus bersifat universal, dan hukum seharusnya tidak hanya menjaga ketertiban tetapi juga mewujudkan rasa keadilan.
Untuk mencapai keadilan, harus ada fungsi silang antara lembaga negara, sehingga tidak ada satu kekuasaan yang mendominasi.
Jika hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, maka keadilan tidak akan tercapai.
Kesamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law) harus menjadi peringatan bagi KPK agar lembaga ini menggunakan otoritasnya secara adil dan tegas.
KPK telah diberikan kekuasaan untuk menegakkan keadilan dan moralitas publik, dan jika tidak mampu melaksanakan tugas tersebut, maka hukum akan kehilangan wibawa dan masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada sistem hukum.
Krisis hukum yang terjadi saat ini adalah tanda bahwa bangsa ini harus kembali kepada cita-cita awal sebagai negara hukum, bukan negara yang didominasi oleh kekuasaan atau kartel politik.
KPK harus kembali kepada spirit awalnya, yaitu menegakkan hukum yang adil bagi semua, tanpa memandang siapa yang terlibat.
Dalam konteks ini, KPK harus kembali pada jati dirinya. Sebagai lembaga yang diberi mandat untuk memberantas korupsi, KPK harus bertindak tegas dan tanpa pandang bulu, memastikan bahwa hukum berlaku untuk semua orang, terlepas dari posisi atau kekuasaan mereka.
Jika KPK mampu kembali pada jati dirinya, maka lembaga ini akan mampu menjaga integritas dan kepercayaan publik, serta memastikan bahwa keadilan ditegakkan di Indonesia.
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh KPK adalah menunjukkan bahwa mereka tidak takut untuk bertindak terhadap siapa pun yang diduga terlibat dalam korupsi atau gratifikasi, termasuk mereka yang memiliki pengaruh atau kekuasaan.
KPK harus memastikan bahwa mereka tidak memberikan keistimewaan kepada siapa pun, dan bahwa semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum.
Kedua, KPK harus memperbaiki komunikasi publiknya. KPK harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan kepada publik mencerminkan komitmen mereka untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
KPK harus transparan dalam proses penyelidikan dan memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada publik.
Ketiga, KPK harus memperkuat pengawasan dan penyelidikan terhadap dugaan korupsi.
KPK harus proaktif dalam menyelidiki setiap dugaan gratifikasi atau pelanggaran hukum, dan memastikan bahwa semua bukti diperiksa dengan teliti.
KPK juga harus memastikan bahwa tidak ada intervensi dari pihak mana pun dalam proses penyelidikan.
Keempat, KPK harus bekerja sama dengan lembaga lain untuk memperkuat penegakan hukum di Indonesia. KPK harus bekerja sama dengan kepolisian, kejaksaan, dan lembaga lainnya untuk memastikan bahwa korupsi diberantas secara menyeluruh.
KPK juga harus bekerja sama dengan masyarakat sipil dan media untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan dalam memberantas korupsi.
Terakhir, KPK harus kembali kepada prinsip-prinsip dasar penegakan hukum dan keadilan. KPK harus selalu mengingat bahwa tugas mereka adalah untuk menegakkan hukum dan memastikan bahwa keadilan berlaku bagi semua.
KPK harus memastikan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh tekanan politik atau kekuasaan, dan bahwa mereka selalu bertindak sesuai dengan hukum dan etika.
Jika KPK mampu melakukan semua hal ini, maka lembaga ini akan mampu kembali kepada jati dirinya sebagai lembaga yang adil dan tegas dalam menegakkan hukum.
KPK akan mampu menjaga integritas dan kepercayaan publik, serta memastikan bahwa keadilan ditegakkan di Indonesia.
Dalam konteks ini, KPK harus selalu mengingat bahwa mereka adalah garda terdepan dalam memberantas korupsi dan menegakkan keadilan di Indonesia, dan bahwa tugas mereka adalah untuk melayani kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Equality Before The Law
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Makna equality before the law ditemukan di hampir semua konstitusi negara. Inilah norma yang melindungi hak asasi warga negara. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.
Maka setiap aparat penegak hukum terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktik, Namun menegakkan equality before the law bukan tanpa hambatan. Bisa berupa hambatan yuridis dan politis, atau hambatan sosiologis dan psikologis.
Maka diadakannya kegiatan kuliah umum ini dalam rangka memberikan pencerahan terkait dengan solusi – solusi permasalahan tersebut.
Lukman Santoso, dalam buku Taktis Pendampingan Hukum dari Layanan Administrasi hingga Advokasi (2021) menyatakan bahwa asas equality before the law berarti tiap warga negara punya hak yang sama dalam memperoleh keadilan, tanpa memandang status sosialnya.
Kesamaan hak ini juga termasuk hak mendapat bantuan serta pendampingan hukum, terutama bagi masyarakat kurang mampu, sebagai wujud jaminan keadilan bagi tiap orang.
Dikutip dari buku dari Advokat untuk Keadilan Sosial (2021) oleh Budi Sastra Panjaitan, pada dasarnya, asas equality before the law mengandung makna sebagai berikut:
1. Perlindungan yang sama di depan hukum (equal protection on the law)
2. Keadilan yang sama di hadapan hukum (equal justice under the law)
Secara tegas, hukum tidak mengenal peraturan yang memberi perlakukan khusus kepada mereka yang menjadi terdakwa, penggugat, atau tergugat, sehingga proses pengadilannya menurut hukum, dan tidak membeda-bedakan orang.
Dilansir dari jurnal Penerapan Asas "Equality Before the Law" dalam Sistem Peradilan Militer (2013) karangan Muhammad Ishar Helmi, asas equality before the law berkaitan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Dengan demikian, semua warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang sama di mata hukum, tanpa membedakan jabatan, suku, kasta, maupun stratanya.
Topik:
KPK Equality Before The Law Kaesang