Satgas TPPU Kemenkeu vs Satgas Judol

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Mei 2025 22:27 WIB
Menkpolhukam Mahfud Md  saat memimpin rapat Satgas TPPU di Kantor Kemenko Polhukam pada tanggal 23 Mei 2023 (Foto: Dok MI/Istimewa)
Menkpolhukam Mahfud Md saat memimpin rapat Satgas TPPU di Kantor Kemenko Polhukam pada tanggal 23 Mei 2023 (Foto: Dok MI/Istimewa)

Di MASA pemerintahan Presiden RI ke-7, Joko Widodo alias Jokowi, terdapat dua Satuan Tugas (Satgas) untuk mengusut dugaan tindak pidana yang menghebohkan publik. 

Yakni di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dibentuk Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diumumkan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komnas TPPU), Mahfud MD, di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (3/5/2023) silam. Satgas ini mengusut transaksi janggal senilai lebih dari Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang dijabat Menteri Keuangan, Sri Mulyani (SMI).

Sementara di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang saat itu Menteri Kominfo masih dijabat Budi Arie Setiadi, dibentuk Satgas Pemberantasan Judi Online berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024.  Keppres tentang 'Satgas Pemberantasan Perjudian Daring' yang berisi 15 pasal itu berlaku sejak ditetapkan Jokowi.

Satgas TPPU Kemenkeu

Kasus dugaan TPPU di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat ini kembali dipimpin Sri Mulyani Indrawati (SMI) Rp 349 triliun tak terdengar lagi kabarnya. 

Aparat penegak hukum sepertinya terlalu fokus pada kasus yang saat ini menyeruak ke publik. Ataukah memang ada kesulitan mengungkap siapa tersangkanya?

Adapun nilai transaksi siluman Rp 349 triliun itu terlalu besar, kalah daripada kasus dugaan korupsi timah Rp 300 triliun yang ditangani penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Meski begitu, jangan sampai ada uang haram yang dibiarkan dicuci melalui berbagai transaksi keuangan sehingga seolah-olah menjadi legal.

Seblumnya, Mahfud Md selaku Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang juga kala itu sebagai Menkopolhukan sudah memberikan penjelasan mengenai transaksi mencurigakan itu dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada 29 Maret 2023 lalu. Saat itu Mahfud membuka data versi miliknya bersama dengan Ivan Yustiavandana.

Sementara, dua hari sebelumnya, pada 27 Maret 2023, Sri Mulyani juga menjelaskan transaksi janggal itu, tapi di depan anggota Komisi XI DPR RI. 

Kemudian, menanggapi pernyataan Mahfud di depan Komisi III DPR RI, pada 31 Maret 2023, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membeberkan bahwa data yang disampaikan Mahfud dan Sri Mulyani pada dasarnya sama, nilainya Rp 349 triliun.

Suahasil menjelaskan data yang diungkap Mahfud. Menurut Suahasil, ada perbedaan pengklasifikaian informasi transaksi itu. Dalam tabel milik Mahfud transaksinya dibagi menjadi tiga. Pertama transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu nilainya Rp 35.548.999.231.280. Kedua transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain termasuk korporasi nilainya Rp 53.821.874.839.401.

Ketiga transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu seperti pajak, kepabeanan dan cukai yang nilainya Rp 260.503.313.432.306, sehingga total keseluruhan nilainya Rp 349.847.187.502.987. 

“Transaksi kategori satu itu dianggap berbeda, karena yang disampaikan di Komisi XI nilainya Rp 22.042.264.925.101. Kenapa berbeda? Karena ketika kita melihat data surat tadi, Kemenkeu itu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada aparat penegak hukum,” tutur Suahasil.

Namun, Suahasil menjelaskan, di data Kemenkeu transaksi kategori satu itu dipecah menjadi dua kategori di mana berdasarkan surat yang benar-benar dikirimkan ke Kemenkeu nilainya menjadi Rp 22.042.264.925.101. 

Kemudian dari surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum dengan nilai transaksi Rp 13.075.060.152.748. Sehingga jika dijumlahkan menjadi 35.117.325.077. 

“Cara mengklasifikasi kami begitu,” katanya.

Dalam data Kemenkeu juga disebutkan selain kategori tersebut, ada juga surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan pihak lain nilainya Rp 47.008.738.267.859; ada juga surat yang dikirimkan ke Kemenkeu yang berkaitan dengan korporasi nilainya Rp 252.561.897.678; dan surat dikirimkan ke aparat penegak hukum yang berkaitan dengan korporasi nilainya Rp 14.186.181.968.600.

“Kenapa angkanya secara keseluruhan mirip, karena memang kami bekerja dengan data yang sama yaitu 300 surat dan keseluruhan 300 surat itu nilai totalnya berapa? Rp 349.874.187.502.987. Sumber datanya sama yaitu rekap surat PPATK, cara menyajikannya bisa berbeda tapi kalau di konsolidasi ya ketemu sama,” tutur Suahasil.

https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2023/04/10/PhotoCollage_20230410_120930032.jpg.webp
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers di Kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023)

Hingga Mahfud Md meninggalkan kursi Menko Polhukam, kasus ini tak kunjung ada kabarnya lagi. Namun dalam konferensi pers usai serah, terima, dan jabatan (Sertijab), Hadi Tjahjanto  ditemani oleh Tito Karnavian selaku Plt. Menko Polhukam yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. 

Tito mengatakan kelanjutan tindak pidana pencucian uang Rp 349 triliun. Tito menyebut masih harus dirundingkan terlebih dahulu dengan jajaran di Kemenko Polhukam. "Nanti ya itu bagian yang disampaikan internal pada beliau," kata Tito dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).

Persoalan masa tugas Satgas TPPU, Tito mengatakan hal tersebut perlu diusulkan terlebih dahulu oleh Menko Polhukam yang baru, Hadi Tjahjanto. Namun, Hadi tidak menanggapi lebih lanjut. "Nanti kan beliau usulkan dulu ya dan seterusnya," imbuhnya.

Menguap begitu saja
Terkait kasus itu, pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih kepada Monitorindonesia.com, menilai memang tidak ada keseriusan dari pemerintah, dalam hal ini Mahfud MD selaku menko polhukam saat itu untuk mengusut tuntas kasus ini. 

Padahal, Mahfud saat itu memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk menyelesaikan dugaan TPPU di Kemenkeu itu. "Dari awal saya sudah tidak setuju dengan adanya satgas, karena satgas tugasnya hanya supervisi. Justru yang terpenting itu harus ada penindakan. Nah, sayangnya hingga Satgas TPPU itu selesai masa tugasnya, kita tidak melihat adanya penindakan yang jelas," kata Yenti.

Ketua Pansel Capim KPK 2019-2023 ini pun menyayangkan kasus TPPU Kemenkeu ini seolah menguap begitu saja. Seharusnya, ada tindak lanjut yang jelas dari temuan satgas ke penindakan hukum.

"Uang Rp 349 triliun itu kan tidak kecil, ini kasus yang meresahkan rakyat. Kemarin kan sudah ada temuan yang memang impor ilegal emas itu Rp 189 triliun. Jadi memang TPPU itu memang ada, sesuai pernyataan Pak Mahfud. Jika tidak ada penindakan, dari awal untuk apa juga ada satgas, hanya buang-buang anggaran," jelas Yenti.

Ia juga menyebut seharusnya Satgas TPPU mengumumkan hasil temuannya ke publik, agar masyarakat tidak hanya dibuat gaduh dengan pernyataan Mahfud.

"Kita kalau menyebarkan kabar bohong saja bisa kena pidana, apa lagi ini yang dari awalnya mengumbar data temuan PPATK, lalu tiba-tiba tidak ada lanjutnya. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum. Rakyat justru bisa tidak percaya dengan hukum kalau seperti ini," pungkas Yenti.

Bak ditelan bumi
Kabar terakhir, Satgas TPPU telah melakukan supervisi dan evaluasi penanganan 300 surat LHA terkait dugaan TPPU yang melibatkan Kemenkeu dengan nilai agregat lebih dari Rp 349 triliun.

"Dalam kurun waktu 8 bulan Satgas TPPU telah melakukan supervisi dan evaluasi penanganan tiga ratus surat LHA/LHP informasi dugaan TPPU dengan nilai agregat lebih dari Rp 349 triliun," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring di YouTube Kemenko Polhukam, Rabu (17/1/2024).

Buntut dari kasus ini, sebanyak 8 pegawai Kemenkeu dipecat. Namun oleh Satgas TPPU enggan merincikannya. Dan tidak diketahui apakah 8 pegawai itu termasuk 491 Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenkeu yang sempat disebutkan Mahfud Md.

"Yang terlibat di sini jumlah entitas dari Kemenkeu 491 orang," kata Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3/2023) lalu.

Dia mengungkapkan bahwa 491 entitas ASN Kemenkeu itu terdiri dari tiga kelompok laporan hasil analisis (LHA). Kategori pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu dengan jumlah Rp35.548.999.231.280, melibatkan 461 entitas ASN Kemenkeu.

Kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain. Nilai transaksi dari kategori kedua di atas adalah Rp53.821.874.839.402, dengan jumlah entitas ASN Kemenkeu yang terlibat sebanyak 30 orang. 

Ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tidak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai di kementerian tersebut. 

Untuk kategori yang terakhir, jumlah transaksinya mencapai Rp260.503.313.306 dan tidak melibatkan entitas ASN Kemenkeu. 

Mahfud menegaskan bahwa jangan melibatkan Rafael Alun dengan kasus dugaan TPPU ini karena Rafael terlibat dalam kasus berbeda. "Rafael sudah ditangkap, selesai. Di laporan ini ada jaringannya. Bukan Rafael, itu kan pidana, bukan TPPU," tandas Mahfud.

Satgas Pemberantasan Judol

Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) ini bekerja sejak 14 Juni 2024 hingga 31 Desember 2024.  Hal tersebut berdasarkan penjelasan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) yang telah resmi diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (14/6/2024) kemarin. 

Dilansir dari salinan Keppres yang telah diunggah di laman resmi Sekretariat Negara pada Sabtu (15/6/2024), masa kerja Satgas tersebut nantinya bisa diperpanjang lagi lewat Keppres yang baru. 

Kemudian dijelaskan pula soal sumber biaya kegiatan Satgas yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan undang-undang (UU). 

Adapun Satgas ini berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Kepala Negara. Satgas dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua. 
Namun, ada pula ketua harian dan wakil ketua harian. 

Berikut ini susunan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring sebagaimana disampaikan pada Keppres Nomor 21. 

a. Ketua Satgas : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto. 
b. Wakil Ketua Satgas : Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. 
c. Ketua Harian Pencegahan : Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi. 
d. Wakil Ketua Harian Pencegahan : Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong.

Selain itu ada pula sejumlah anggota bidang pencegahan yang diisi para direktur dan deputi sejumlah lembaga terkait. 

e. Ketua Harian Bidang Penegakan Hukum : Kapolri 

g. Wakil Ketua Harian Penegakan Hukum: Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Anggota bidang penegakan hukum juga diisi oleh para direktur dan deputi kementerian dan instansi terkait.

Pada intinya, Satgas ini berfungsi mempercepat pemberantasan kegiatan judi online secara tegas dan terpadu, serta melindungi masyarakat.

Satgas yang disebut sebagai "senjata" khusus untuk memberantas judi online ini ternyata menyimpan dugaan penyimpangan yang dilakukan salah satu organ di dalamnya. Tak lain adalah Ketua Harian Pencegahan, Budi Arie Setiadi.

Satgas Judi Online
Tim Satgas Pemberantasan Judi Online (Foto: Dok MI/Istimewa)

Bahwa namanya disebut-sebut meja hijau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pembacaan dakwaan terdakwa kasus dugaan judi online (judol) Kemenkominfo yang saat ini berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi). Dalam persidangan, nama Budi Arie Setiadi pun muncul. 

"Dalam pertemuan tersebut terdakwa II Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data website judi online, lalu saudara Budi Arie Setiadi menawarkan kepada terdakwa II Adhi Kismanto untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kemenkominfo," bunyi dakwaan Jaksa sebagaimana dilihat Monitorindonesia.com, pada Minggu (18/5/2025).

Adapun sidang kasus dugaan suap judol tersebut digelar pertama kalinya beragendakan pembacaan dakwaan pada Rabu, 14 Mei 2025. Terdakwanya adalah Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.

Dalam dakwaan Jaksa, pada bulan Oktober 2023 lalu, Budi Arie diduga meminta rekanannya, Zulkarnaen mencari orang yang dapat mengumpulkan data website judol. Zulkarnaen lalu mengenalkan Adhi Kismanto pada Budi Arie, yang mana Adhi Kismanto ditawarkan ikut seleksi tenaga ahli, hanya saja Adhi Kismanto tak lolos seleksi.

Namun, Budi Arie memberikan atensi agar Adhi Kismanto tetap diterima bekerja di Kemenkominfo. Lantas, Adhi Kismanto, Zulkarnaen, dan Muhrinjan selaku pegawai Komdigi bersekongkol memulai perbuatan penjagaan website judol.

"Adhi Kismanto dinyatakan tidak lulus karena tidak memiliki gelar sarjana namun dikarenakan adanya atensi dari saudara Budi Arie Setiadi, maka terdakwa II Adhi Kismanto tetap diterima bekerja di Kemenkominfo dengan tugas mencari link atau website judi online," tutur Jaksa dalam dakwaannya.

Dalam dakwaan Jaksa, Budi Arie turut mendapat bagian dari penjagaan website judol tersebut. Pada 19 April 2024, Adhi Kismanto menerima informasi Budi Arie meminta agar praktik penjagaan website judol tak dilakukan di lantai 3 Kantor Komdigi, yang mana hal itu lalu dikomunikasikan langsung.

"Bahwa kemudian terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony, Terdakwa II Adhi Kismanto, dan Terdakwa IV Muhrijan alias Agus kembali bertemu di Cafe Pergrams Senopati untuk membahas mengenai praktik penjagaan website perjudian online di Kemenkominfo dan tarif sebesar Rp. 8.000.000,- per website serta pembagian untuk Terdakwa II Adhi Kismanto sebesar 20%, Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony sebesar 30% dan untuk saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50% dari keseluruhan website yang dijaga," jelas jaksa.

"Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony dan Terdakwa II Adhi Kismanto dan menemui saudara Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra untuk pindah kerja di lantai 8 bagian pengajuan pemblokiran dan disetujui oleh saudara Budi Arie Setiadi," kata dakwaan Jaksa lagi.

Masih dalam dakwaan Jaksa, Adhi Kismanto melakukan pertemuan dengan Zulkarnaen, yang mana Zulkarnaen menyampaikan Budi Arie telah mengetahui adanya praktik pengamanan website judol. Zulkarnaen sendiri sudah mengamankan agar penjagaan website judol tetap dapat dilakukan.

"Zulkarnaen Apriliantony menyampaikan bahwa penjagaan website perjudian sudah diketahui oleh saudara Budi Arie Setiadi, namun Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony sudah mengamankan agar penjagaan website perjudian tetap dapat dilakukan karena terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony merupakan teman dekat saudara Budi Arie Setiadi," kata dakwaan Jaksa.

Terkait hal ini pakar hukum dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf, mempertanyakan: apa gunanya Satgas Pemberantasan Perjudian Daring tersebut jika memang fakta persidangan bahwa Menkominfo era Jokowi itu disebut dalam surat dakwaan termasuk kode jatah setoran untuknya?

Bahwa Jaksa menyebut Budi Arie mendapatkan jatah 50 persen dari situs judol agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kala itu.

"Ya kalau benar begitu, (Budi Arie) ya jangan mau kena sendirian dong. Perlu diperiksa apabila ada petunjuk dan bukti yang mengarah keterlibatan Satgas dalam kejahatan judol," kata Hudi sata berbincang dengan Monitorindonesia.com, Minggu (18/5/2025).

Kemudian, tambah Hudi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut dilibatkan dalam kasus ini. Dalam hal ini menelusuri aliaran dana kemana saja.

"Termasuk apabila ada dana dari hasil judol perlu diselidiki alirannya kemana saja dan yang menerima aliran tersebut juga wajib diperiksa. Pada intinya siapa saja yang terlibat semua harus diperiksa termasuk yang memiliki kewenangan besar dalam mengambil keputusan terkait judol," tegas Hudi.

Pun dia menyoroti, keberadaan Budi saat ini di Vatikan. Kata Hudi, semestinya perlu gerak cepat juga terhadap Polri agar mencegah mereka yang diduga terlibat ke luar negeri. 

Tujuannya tak lain untuk kepentingan pengusutan kasus tersebut. Di khawatirkan pula menghilangkan barang bukti jika tak segera dihadapkan di pengadilan.

"Menurut saya semua yang bermasalah dengan hukum khususnya terkait tindak pidana khusus yang merugikan keuangan negara atau merongrong kewibawaan negara apalgi apabila dilakukan oleh penyelenggara negara seyogyanya yang bersangkutan tidak dapat pergi ke luar negeri hingga urusan hukumnya selesai," demkina Hudi Yusuf yang juga advokat dari Justice Law Office (JLO).

Copot Budi!
Pun, Hudi Yusuf, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil sikap tegas dengan memberhentikan sementara Budi Arie Setiadi dari jabatannya sebagai Menteri Koperasi (Menkop).

Menurut Hudi, langkah tersebut perlu segera diambil oleh Prabowo tanpa harus menunggu selesainya proses hukum kasus pengamanan situs judi online (judol) yang menyeret nama mantan anak buah Jokowi itu.

"Seyogyanya Pak Prabowo mengambil sikap tegas apabila ada anak buahnya tersangkut masalah hukum agar tidak menggangu proses peradilan. Jangan menunggu sampai proses peradilannya selesai. Cukup untuk anak buah yang bermasalah dihentikan sementara sampai proses peradilan selesai," kata Hudi.

Hudi menilai, jika Prabowo segera mengambil langkah tegas, hal itu akan berkontribusi positif dalam menjaga kredibilitas pemerintahan Kabinet Merah Putih, yakni kabinet di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

"Untuk dapat menjaga kredibilitas dan reputasi kabinet Pak Prabowo," tutur Hudi.

Sudah saatnya ditersangkakan?
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, mendesak Polri agar menetapkan Budi Arie Setiadi sebagai tersangka kasus dugaan judi online (judol). Pun, Budi juga harus dicopot dari jabatan Menteri Koperasi.

"Kalau Polri belum menetapkan Budi Arie sebagai tersangka yang namanya masuk dalam dugaan, patut diduga ada oknum Polri yang membeking posisi Budi Arie saat itu," kata Hari, Minggu (18/5/2025).

Dengan munculnya nama Budi Arie di surat dakwaan yang disebut menerima jatah hingga 50 persen dari pengamanan website judol, maka Presiden Prabowo Subianto seharusnya mencopot atau 'menendang' Budi Arie dalam jabatan saat ini sebagai Menteri Koperasi. "Dengan nama Budi Arie masuk dalam dakwaan kasus judol, sudah tepat Presiden untuk mencopot Budi Arie dari jajaran kabinet," tandas Hari.

"Karena itu perlu konsistensi dan keteguhan hati untuk penuntasan pemberantasan judi online ini terutama dalam perlindungan terhadap masyarakat," imbuh Budi.

Budi membantah, Projo gerah!
Berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, bahwa Budi Arie, saat ini sedang berada di Vatikan hadir sebagai utusan Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara pelantikan Paus Leo XIV di Vatikan. "Saya lagi di Doha menuju Vatikan," kata Budi, Sabtu (17/5/2025).

Lantas Ketua Umum (Ketum) Pro Jokowi (Projo) itu membantah menerima aliran dana yang diterimanya. 

Dia kemudian menyinggung ada partai politik yang tidak senang dengan dirinya.

"Ada framing jahat dari parpol mitra judol kepada Budi Arie, mengapa? Karena setiap ada penangkapan kasus judol selalu ada kader partai mitra judol yang terlibat," jelasnya di video tersebut.

Namun Budi Arie juga diduga tidak pernah kampanye anti judol. Sementara ekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Projo, Handoko menyatakan bahwa, dalam beberapa hari belakangan ini, sejumlah media memberitakan mengenai alokasi sogokan untuk eks Menkominfo Budi Arie yang dipersiapkan oleh para terdakwa.

"Saya menanggapi agar berita tersebut tidak menjadi bahan framing jahat atau bahkan persepsi liar bahwa Budi Arie Setiadi terlibat dan menerima sogokan duit haram judi online," kata Handoko, Minggu (18/5/2025). 

Handoko mengatakan, publik bisa mengecek fakta dan pemberitaan bagaimana Budi Arie berada di garis depan memberantantas judi online selama menjabat Menkominfo. 

Dalam surat dakwaan yang ditulis di media massa, kata Handoko, jelas disebutkan bahwa alokasi sogokan untuk tidak memblokir sejumlah situs judi online adalah kesepakatan para terdakwa. 

Handoko menekankan, surat dakwaan menyebut para terdakwa mengalokasikan 50 persen untuk Budi Arie, sementara sisanya dengan prosentase berbeda untuk para terdakwa. 

"Dakwaan JPU tidak menyebutkan Budi Arie tahu, apalagi menerima uang haram tersebut. Faktanya, memang Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya baik sebagian maupun keseluruhan. Kesaksian itu juga yang dijelaskannya ketika dimintai keterangan oleh penyidik Polri," bebernya. 

Maka dari itu, Handoko menekankan betapa pentingnya keutuhan informasi untuk memahami persoalan. Dia pun meminta agar narasi jahat terhadap Budi Arie segera dihentikan. 

"Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan siapapun, termasuk bagi Budi Arie Setiadi. Kegaduhan akibat pembelokkan fakta sangat merugikan masyarakat. Hanya kecurigaan dan sesat pikir atau salah tuduh yang akan diperoleh, alih-alih mendapatkan kebenaran serta keadilan," kata Handoko. 

"Proses hukum sedang berjalan di pengadilan yang terbuka untuk umum. Sumber-sumber informasi yang valid, misalnya penjelasan penegak hukum melalui media yang menjunjung tinggi obyektifitas dan independensi, sangat mudah diakses oleh masyarakat. Jangan belokkan fakta hukum dengan asumsi yang tidak faktual, apalagi framing jahat untuk membunuh karakter Budi Arie Setiadi," imbuhnya. (an)

Topik:

Satgas TPPU Kemenkeu Transaksi Janggal Rp 349 Triliun Satgas Pemberantasan Judi Online Judi Online Budi Arie Setiadi Kemenkeu Kemenkominfo Kemenkomdigi Komdigi Kominfo