Korupsi di Bank Jepara Artha


KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI atau KPK pada tanggal 24 September 2024 silam memulai penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022–2024.
Dalam perkara itu, penyidik KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, namun nama dan jabatan para tersangka belum dapat disampaikan karena penyidikan yang sedang berjalan.
Penyidik KPK selanjutnya pada tanggal 26 September 2024 mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap lima orang warga negara Indonesia berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA.
Larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka penyidikan kasus tersebut.
Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com sebelumnya bahwa dari lima tersangka, empat di antaranya merupakan pihak internal BPR Jepara Artha. Sementara 1 orang tersangka lainnya merupakan pihak swasta.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk nama dan jabatan tersangka belum dapat disampaikan saat ini," kata, Tessa Mahardika Sugiarto, Selasa (8/10/2024) lalu.
Penelusuran Monitorindonesia.com, dirincikan bahwa ada dua tersangka dari kasus tersebut merupakan mantan pimpinan Bank Jepara Artha, dua kepala bagian Bank Jepara Artha, dan satu debitur dari luar kota. Dua pimpinan itu adalah JH dan IN.
Kemudian dua kepala bagian tersebut yakni AN dan AS. Serta debitur asal luar kota yang ditetapkan sebagai tersangka adalah MIA. Untuk debitur ini juga dikabarkan aktif di salah satu partai politik.
JH diduga Jhendik Handoko, Direktur Utama (Dirut) Bank Jepara Artha. Sementara IN diduga Direktur Bisnis dan Operasional, Iwan Nur (IN). Keduanya juga sudah dinonaktifkan sebelum Bank Jepara Artha diambil alih LPS.
Penonaktifan ini buntut keduanya tersangkut kasus dana haram kampanye dari parpol tertentu sebagaimana temuan PPATK. Penonaktifan itu juga sebagai tindak lanjut atas pengawasan OJK.
JH diduga tersangka dalam kasus ini juga ditandai dengan pernyataan Hendra Wijaya, kuasa hukum JH yang membenarkan jika kliennya JH sudah menyandang status tersangka. “Benar, klien saya (JH) sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” kata Hendra kepada wartawan, Rabu (9/10/2024).
Tak hanya itu, Hendra Wijaya membenarkan jika ada penyitaan mobil jenis Toyota Fortuner dari rumah kliennya.
Namun, ia memastikan mobil tersebut bukan atas nama JH, tapi keluarganya. Penyitaan mobil tersebut dilakukan pekan lalu di rumah JH di Kecamatan Mlonggo. ''Mobil Toyota Fortuner, atas namanya bukan JH,'' kata Hendra.
Hendra mengaku telah mendampingi JH sejak berita acara pemeriksaan (BAP) pada bulan Agustus lalu. Ia juga menyebut tersangka sangat kooperatif. Sampai saat ini tersangka masih tinggal di rumahnya. ''Tersangka kooperatif sekali,'' tegas Hendra.
Hendra pun mengaku kecewa, karena dari empat direktur, hanya sebagian yang ditetapkan tersangka. Pasalnya, dia menduga pencairan kredit melibatkan direktur lain yang tidak turut ditetapkan tersangka oleh KPK.
Begitu juga dengan komisaris dan para debitur lain yang jumlahnya cukup banyak. ''Yang menikmati uangnya sebanyak Rp 342,5 miliar kan dikucurkan ke semua debitur. Ada banyak itu (debitur) di Semarang,'' tandasnya.
Jhendik diperiksa sebagai saksi
Pada Selasa (3/6/2025) KPK dikabarkan mendalami kewenangan dan peran dari Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) Jhendik Handoko (JH) dalam kasus dugaan korupsi terkait pencairan kredit usaha fiktif di bank tersebut.
“Saksi hadir, dan penyidik mendalami kewenangan apa saja serta tugas pokok apa saja yang diberikan kepada JH selaku Dirut pada BPR Bank Jepara Artha,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Modus
Kasus dugaan korupsi di BPR Bank Jepara Artha itu sebagaimana disebutkan KPK bermodus kredit fiktif terhadap 39 debitur.
Dalam penyidikan, uang belasan miliar hingga berbagai aset bangunan hingga kendaraan sudah disita tim penyidik KPK. Kala itu, Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, pada Senin, 24 Februari 2025, penyidik telah melakukan penyitaan uang dari tersangka berinisial MIA sebesar Rp11,7 miliar.
"Penyitaan dilakukan oleh penyidik sebagai upaya pemulihan kerugian negara akibat pencairan kredit fiktif pada PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022-2024. Kerugian negara akibat kredit fiktif ini, saat ini mencapai kurang lebih sebesar Rp250 miliar," kata Tessa, Selasa siang, 25 Februari 2025.
Tessa menjelaskan, sejak perkara ini bergulir hingga saat ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 5 unit kendaraan dengan jenis Fortuner, CRV dan HRV, 130 bidang tanah dan bangunan senilai Rp50 miliar, dan uang tunai sebesar Rp12,5 miliar.
"KPK menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak dan peran serta masyarakat yang membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini."
Penyidik akan terus mengejar aset-aset milik tersangka, baik yang dikuasai keluarga tersangka ataupun yang dikuasai pihak lain.
Penyidik juga akan mempertimbangkan pemidanaan dan tindakan hukum yang tegas bilamana ada pihak yang tidak mau kooperatif dan sengaja menyembunyikan aset-aset milik tersangka," demikian Tessa.
Topik:
KPK Bank Jepara Artha Korupsi Bank Jepara Artha