Pemerintah Didorong Kendalikan Pergerakan Tembakau dan Larang Penjualan Rokok Eceran

wisnu
wisnu
Diperbarui 14 April 2022 09:23 WIB
Jakarta, MI – BPOM mendorong pemerintah bisa mengendalikan pergerakan tembakau lewat simplifikasi cukai dan larangan penjualan rokok batangan (ecer). Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Mayagustina Andarini mengaku, pihaknya setuju dengan rekomendasi pengendalian tembakau yang perlu ditingkatkan yaitu melalui simplifikasi tarif cukai dan pelarangan penjualan rokok batangan. "Jika bisa didukung oleh seluruh 'stakeholder' ini akan sangat bagus,” kata Maya dalam Webinar Diseminasi Hasil Survei Harga Transaksi Pasar Rokok 2021 yang diikuti secara daring dikutip, Kamis (14/4). Pengendalian terhadap tembakau dan rokok, diakui dia, memang sulit untuk diterapkan sampai di warung-warung kecil di daerah ataupun kota dengan pergerakan penduduk yang pesat. Tapi, dia merasa pemerintah bisa menerapkan sanksi yang tegas, agar seluruh pihak dapat mematuhi peraturan yang ada guna melindungi masyarakat dari bahaya rokok. [caption id="attachment_385860" align="aligncenter" width="300"] Ilustrasi rokok. FOTO: iStockphoto[/caption] Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021, rokok menjadi belanja prioritas dalam keluarga kedua setelah beras. Tingginya pengeluaran rokok pada rumah tangga terutama keluarga dengan kondisi miskin, akan berdampak pada ekonomi keluarga juga penurunan tingkat kesehatan “Pengeluaran terhadap beras ini juga cukup memprihatinkan, tahun 2021 data menunjukkan bahwa belanja rokok perkapita itu Rp76.583 sedangkan belanja padi-padian itu Rp69.786 artinya rokok ini menjadi konsumsi terbesar,” beber dia. Penerapan kedua peraturan tersebut, kata dia, menjadi penting mengingat Peringatan Kesehatan Bergambar (PHW) pada bungkus rokok saat ini banyak tertutup oleh pita cukai. Pemerintah perlu memastikan juga apakah gambar tersebut masih efektif untuk menekankan rokok dapat berbahaya bagi kesehatan. Apalagi jumlah pelajar yang mengkonsumsi rokok secara eceran semakin bertambah. “Apakah efektif jadi kita mesti pertimbangkan itu, terutama nanti di Kementerian Kesehatan dengan PHW itu. Kalau di beberapa negara sudah jelas rokok itu mematikan, di Belanda juga sudah begitu rokok itu membunuhmu,” ujar Maya. Pengendalian tembakau, kata Maya, memang bukan otoritas dari BPOM. Tapi, setiap pihak yang berusaha untuk menutupi gambar peringatan secara berlebihan akan pihaknya berikan peringatan dan dilaporkan kepada kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan. Sembari melakukan inspeksi kepada dagangan rokok, BPOM juga ikut melakukan pemantauan terhadap jenis rokok yang beredar di retail-retail seperti minimarket. Didapati sebesar 80 persen Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dijual di minimarket, sedangkan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 20 persen. “Berdasarkan hasil survei tahun 2020 meski ini survei lanjutan ya, bukan utama kami, di minimarket dan kios untuk kemasan 20 batang, hasil monitoring SKM dan SKT 80 persen dan SPM 20 persen. Rata-rata harga berdasarkan hasil pengawasan tahun 2020 menunjukkan antara Rp19.700 sampai dengan Rp24.000 per bungkus isi 20 batang,” kata dia.