TP Rachmat Sebut Kualitas Manusia Jadi Penentu Kemajuan Bangsa

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 4 Juni 2022 16:45 WIB
Jakarta, MI - Tokoh entrepreneur sukses, TP Rachmat menyampaikan visi dan pandangan dalam pidato berjudul "Indonesia Raya Seribu Tahun Lamanya" pada penganugerahan Paramadina Award 2022 di Jakarta, Sabtu (4/6). Pemikiran visinya tidak lagi hanya soal bisnis, pertumbuhan korporat, tanggung jawab sosial, tetapi masalah kebangsaan dan nasib bangsa di masa mendatang. Menurut TP Rachmat, 100 tahun emas Indonesia merdeka adalah penting dan utama bagi bangsa Indonesia untuk mengambil peran lebih besar lagi dalam kancah peradaban dunia. Sekarang Indonesia sudah masuk dalam jajaran 20 negara ekonomi besar (large economy) dan di tahun 2045 nanti harus lebih kuat lagi peranannya. "Banyak pihak memberikan prediksi positif tentang peran Indonesia di kancah peradaban dunia. Kekayaan alam, besarnya jumlah penduduk, serta letak geografis Indonesia, yang membuat banyak pihak yakin akan besar dan pentingnya peran Indonesia di masa depan," kata Theodore Permadi Rachmat. Dia mengatakan semua pihak menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka dengan optimisme yang luar biasa. "Sebagian dari kita, mungkin akan berkesempatan mengalami masa itu, dan sebagian dari kita, mungkin tidak berkesempatan mengalaminya," kata mantan pimpinan Grup Astra ini. Menurut pendiri Triputra Group ini, Indonesia mempunyai berbagai keunggulan luar biasa dalam sumber daya alam dan banyaknya jumlah penduduk, serta letak geografis yang strategis. Namun ada aspek yang menjadi faktor penentu dan pembeda dari semua keunggulan itu. "Aspek ini amat sering dibicarakan, tapi sering perwujudannya terkalahkan oleh aspek-aspek lain yang bersifat lebih mendesak. Aspek ini juga amat sulit untuk disiapkan, karena sifatnya jangka panjang, perlu komitmen serta konsistensi lintas generasi - lintas pemerintahan, yang gigih dan pantang menyerah. Aspek itu adalah kualitas manusia. Kualitas manusialah yang akan menjadi penentu dan pembeda bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa," kata TP Rachmat. Dia mengatakan banyak bangsa di dunia yang jumlah penduduknya sedikit, tidak memiliki sumber daya alam berlimpah, dan tidak memiliki posisi geografis yang menguntungkan. Namun bangsa-bangsa itu dapat memberikan dampak besar bagi dunia melalui beragam karya. Justru dengan sedikitnya jumlah penduduk, sumber daya alam, serta kondisi geografis yang kurang menguntungkan, bangsa-bangsa itu lebih cepat sampai pada kesimpulan dan keyakinan, bahwa sesungguhnya bukan sumber daya alam, jumlah penduduk, atau posisi geografis yang paling menentukan. Namun kualitas manusianya. Menurut TP Rachmat bangsa-bangsa yang sukses merumuskan prinsip dasar pendidikan, menempatkan talenta-telanta terbaik untuk mengelola pendidikan, mengalokasikan sumber dana besar, dan menetapkan kebijakan yang mendukung dan meningkatkan kualitas pendidikan. Semuanya itu, dilakukan dengan teguh, konsisten, all-out dari generasi ke generasi, walaupun pemerintahan silih berganti. "Pendidikan itu penting. Amat sangat penting. Bangsa dengan penduduk yang terdidik akan dapat melepaskan diri dari masalah-masalah dasar seperti kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, kesenjangan, serta ketidaksetaraan. Dengan pendidikan, bangsa bergerak maju, melepaskan diri dari berbagai keterbatasan serta belenggu yang menghambat kemajuan," kata dia. Dia memiliki keyakinan bahwa pendidikan yang paripurna adalah pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi menanamkan fondasi kokoh dalam nasionalisme, spiritualitas, nilai-nilai inti, dan cara berpikir yang benar. "Bangsa membutuhkan kombinasi dari lima unsur tersebut agar dapat terus tumbuh menuju kejayaan dan kemuliaannya," kata dia. Ilmu pengetahuan semata, bisa saja membawa bangsa pada kemajuan dan skala ekonomi yang mengagumkan. Namun tanpa nasionalisme, spiritualitas, nilai- nilai inti, serta cara berpikir yang benar, sebuah bangsa akan sulit mencapai peradaban yang jaya, mulia, dan langgeng. "Pendidikan, menjadi kunci terjadinya Indonesia yang Raya, yang ada sampai seribu tahun lamanya," kata dia. Tugas pendidikan untuk generasi penerus Dalam konteks itulah, TP Rachmat ingin mengajak semua untuk mengambil peran aktif dalam dunia pendidikan: Pertama, bila jadi pendidik, jadilah pendidik yang utuh. Yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi berupaya menanamkan nasionalisme, spiritualitas, nilai-nilai inti, serta cara berpikir yang benar kepada seluruh siswa yang dipercayakan kepada kita. Kedua, bila kita jadi pengusaha, jadilah pengusaha yang tidak berhenti pada ukuran-ukuran ekonomi yang memuaskan diri. Namun embuka diri untuk berkolaborasi dengan institusi pendidikan, memberikan dukungan finansial, serta membantu dunia pendidikan dengan sarana, kesempatan, serta pengalaman. Ketiga, bila menjadi tokoh agama, jadilah tokoh agama yang memahami agama sampai ke inti-inti ajarannya. Jadilah tokoh agama yang mengabarkan perdamaian, kasih sayang, dan kemanusiaan. Jangan terjebak pada dogma dan fanatisme sempit yang justru membuat agama menjauhkan manusia dan manusia lainnya, atau bahkan menjauhkan manusia dari Tuhan. Keempat, bila menjadi orang tua, jadilah orang tua yang tidak semata-mata mengukur dan membandingkan anak berdasarkan nilai-nilai ilmu pengetahuannya. Orang tua juga harus mendidik anak dan menjadi panutan dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme, pemupukan spiritualitas, penanaman nilai-nilai inti, serta cara berpikir yang benar. Kelima, bila kita jadi anak muda, jadilah anak muda yang rendah hati. Potensi yang besar, semangat yang menyala-nyala, intelegensi yang tinggi, akan sempurna bila dikombinasikan dengan jiwa yang rendah hati. Mengenang Buya Syafii Maarif Dalam kesematan itu TP Rachmat juga mengenang kepergian Buya Syafi'i Maarif, sebagai sahabat dan simbol persaudaraannya. "Saya mengenang beliau sebagai salah satu tokoh bangsa memahami agama yang dianutnya dengan jernih dan sampai ke inti terdalamnya, dan menemukan bahwa di dasar semua agama, selalu terdapat ajaran yang universal dan sederhana. Seorang tokoh yang begitu yakin bahwa agama yang benar haruslah selaras dengan ke-Indonesia-an dan kemanusiaan. Seluruh hidup dan karya beliau, adalah wujud harapan beliau untuk Indonesia yang bhinneka namun ika. Indonesia yang beragam dan berbeda-beda namun tetap dan terus setia pada prinsip kesatuan dan persatuan," kata TP Rachmat. Bangsa ini membutuhkan lebih banyak lagi tokoh seperti Buya Syafi’i Maarif. Untuk meraih cita-citanya, bangsa ini perlu sadar bahwa Indonesia yang Raya hanya akan terjadi bila perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan tidak dipermasalahkan tetapi justru dapat diterima, dihormati, mendewasakan, dan bahkan dirayakan sebagai kekuatan unik yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa yang lain. [Sul]
Berita Terkait