Mengulik Penempatan Narapidana Terorisme pada Level Maximum Security di Nusakambangan

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 15 Juli 2022 16:12 WIB
Cilacap, MI - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama beberapa UPT Lapas Nusakambangan menggelar Focus on Group Discussion (FGD) dengan bahasan Penyiapan Aparat Penegak Hukum Wilayah dalam Rangka Asistensi Penempatan Narapidana Terorisme pada Level Maximum Security di Wilayah Nusakambangan, Rabu (13/7). Diskusi dihadiri narasumber dari BNPT, di antaranya Kasubdit Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum Kombes Pol Hando Wibowo, Ahli Jaringan Terorisme Solahudin, Kasubdit Eksekusi dan Eksaminasi Direktorat TPTLN Kejagung Gunawan Wibisono, dan Koordinator Intelijen Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Muhammad Dwi Sarwono. Juga hadir para perwakilan UPT Lapas Nusakambangan yaitu dari Lapas Pasir Putih, Lapas Karanganyar, Lapas Batu, dan Bapas Nusakambangan. Diskusi digelar di Favehotel Cilacap. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah A Yuspahruddin sangat mendukung kegiatan diskusi dengan pihak BNPT tersebut sebagai langkah tepat untuk bisa memaksimalkan penempatan narapidana terorisme pada level maximum security di Nusakambangan. Senada dengan A Yuspahruddin, Kepala Lembaga Pemasyarakatan High Risk Pasir Putih Fajar Nur Cahyono juga sangat setuju dengan kegiatan diskusi ini. "Dalam pengisian dan penempatan narapidana terorisme pada level maximum security harus kita persiapkan secara matang dengan pihak BNPT, juga pihak lain yang terkait dalam hal ini," ujar Fajar. Kegiatan FGD berlangsung dialogis dan interaktif, di mana dibuka Kombes Pol Hando Wibowo. Selain itu, narasumber dari akademisi jaringan terorisme, Solahudin juga memberikan statement-nya yang menekankan bahwa suksesnya sistem revitalisasi napiter bergantung pada dua hal penting, yakni kompetensi dan profesionalitas personel serta infrastruktur lapas yang memadai. "Oleh karena itu diperlukan peningkatan SDM yang nantinya dapat ditugaskan di Lapas Super Maximum Security maupun Lapas Maximum Security. Juga peningkatan infrastruktur lapas yang memadai untuk kelancaran kegiatan di dalam lapas," katanya. Tujuan diskusi ini untuk menyukseskan program revitalisasi narapidana terorisme khususnya di wilayah Nusakambangan, serta mewujudkan sinergitas antara aparat penegak hukum wilayah untuk menanggulangi overcrowded di rutan dengan konsep pembinaan di Pemasyarakatan, sehingga proses penempatan narapidana dan pola pembinaan bisa terencana dan diatur dengan baik, sesuai tingkat risiko narapidana. Dalam diskusi terungkap bahwa dalam menjalankan tugas, Lapas Super Maximum Security menemui kendala, diantaranya masalah overcrowded napiter, di mana selama ini para napiter tidak bisa dipindah ke lapas maksimum karena terkendala syarat ikrar NKRI. Oleh sebab itu, diperlukan revisi aturan terkait penempatan narapidana di lapas maximum security. Ikrar NKRI tidak menjadi syarat utama lagi, tetapi menggunakan metode disengagement dan deradikalisasi. Disengagement sendiri adalah proses seorang napiter/ekstremis yang secara gagasan masih radikal, tetapi dia sudah meninggalkan jalan kekerasan. Berbeda dengan deradikalisasi di mana seorang napiter sudah meninggalkan pemahaman ekstremnya dan jalan kekerasan. BNPT menekankan, pengoptimalan koordinasi antar aparat penegak hukum terkait penempatan narapidana terorisme, karena tindak pidana terorisme merupakan ancaman nyata sehingga dibutuhkan sinergitas yang intensif antar aparat penegak hukum dalam menanggulangi masalah terorisme ini. [Estanto]