Sepakat dengan Megawati, Bamsoet Usul MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 16 Agustus 2023 14:20 WIB
Jakarta, MI - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengusulkan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Hal itu disampaikan Bamsoet dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). Menurut dia, usulan ini sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri. "Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," kata Bamsoet. Bamsoet menegaskan, hal ini perlu ada lembaga yang bisa mengambil keputusan, jika Pemilu serentak mengalami suatu masalah atau bencana. Kondisi demikian, kata Bamsoet, bisa membuat pelaksanaan Pemilu tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya sesuai perintah konstitusi. "Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana sekiranya menjelang Pemilihan Umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alamyang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan Pemilihan Umum tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya, tepat pada waktunya, sesuai perintah konstitusi?," kata Bamsoet. "Maka secara hukum, tentunya tidak ada Presiden dan/atau Wakil Presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu," sambungnya. Bamsoet pun mempertanyakan dalam kondisi itu siapa pihak atau lembaga mana yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan bahaya untuk menunda pelaksanaan pemilihan umum. "Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?" tanya dia. Menurutnya, permasalahan tersebut belum ada jalan keluarnya. Karenanya, kondisi ini diharapkannya memerlukan perhatian yang sungguh sungguh dari semua pihak sebagai warga bangsa. Sebelum amendemen UUD 1945, kata Bamsoet, MPR masih dapat menetapkan berbagai ketetapan yang bersifat pengaturan, untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi. "Apakah setelah perubahan undang-undang dasar MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan Ketetapan-Ketetapan yangbersifat pengaturan? Hal ini penting untuk kita pikirkan dan diskusikan bersama, demi menjaga keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara," kata Bamsoet. Karena itu, Bamsoet menegaskan, perlu mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. "Sesuai amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Dasar, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, maka MPR dapat di-atribusikan dengankewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum, untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak darisuatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar," katanya.