BPOM Bongkar 35.000 Lebih Produk Pangan Bermasalah

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 21 Maret 2025 14:39 WIB
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI (Foto: Dok MI)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengungkap hasil intensifikasi pengawasan pangan menjelang Ramadan dan Idulfitri 1446 H/2025. 

Dalam operasi pengawasan lintas sektor tersebut, BPOM menemukan maraknya peredaran produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) di berbagai wilayah.

Sebanyak 376 sarana, mulai dari ritel modern, pasar tradisional, gudang distributor, hingga e-commerce, kedapatan menjual produk bermasalah. Total temuan pangan TMK mencapai 35.534 pieces, terdiri dari pangan tanpa izin edar (TIE), produk kedaluwarsa, dan produk rusak.

Dari total tersebut, mayoritas adalah produk TIE sebanyak 19.795 pcs (55,7%). Selain itu, ditemukan juga 14.300 pcs (40,2%) pangan yang sudah kedaluwarsa dan 1.439 pcs (4,1%) produk dalam kondisi rusak.

"Nilai temuan di sarana peredaran offline ini diperkirakan lebih dari Rp500 juta,” ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar, melalui keterangan tertulis, Jumat (21/3/2025).

Pangan olahan TIE banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Jakarta, Batam, Tarakan, Balikpapan dan Pontianak.

Jenis pangan olahan TIE di ritel wilayah Jakarta mayoritas berasal dari negara Tiongkok/China seperti biskuit dan buah kering/manisan buah serta dari negara Arab Saudi seperti bumbu, kembang gula/permen, dan bahan tambahan pangan (BTP).

Taruna menyampaikan bahwa produk pangan olahan tanpa izin edar (TIE) lainnya ditemukan di wilayah perbatasan seperti Batam, Tarakan, Balikpapan, dan Pontianak. 

"Produk  paling banyak ditengarai berasal dari Malaysia berupa minuman serbuk, minuman berperisa, kembang gula/permen. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jalur ilegal pada wilayah ini dan dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif,” bebernya.

Lalu, temuan terbesar produk kedaluwarsa paling banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Manokwari sebanyak 16,13% dari 14.300 pcs temuan total kedaluwarsa, diikuti Kabupaten Bungo (Jambi) (14,25%), Kupang (12,83%), Bandung (6,64%), dan Palangkaraya (5,99%). 

BPOM mencatat bahwa jenis pangan yang paling banyak ditemukan bermasalah meliputi mi instan, minuman serbuk berperisa, bumbu penyedap rasa, bahan tambahan pangan (BTP), serta susu UHT (ultra high temperature).

Sementara itu, produk pangan olahan yang mengalami kerusakan paling banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM seperti Mataram, Kabupaten Bungo (Jambi), Mamuju, Surabaya, dan Merauke. 

Produk yang rusak tersebut antara lain krimer kental manis, yogurt atau minuman yogurt, olahan perikanan kaleng, susu UHT, serta susu kental manis.

"Banyaknya produk tanpa izin edar (TIE) dan kedaluwarsa yang ditemukan menunjukkan bahwa pengawasan di sarana peredaran perlu diperketat lagi. Meskipun jumlah produk rusak lebih sedikit dibandingkan produk tanpa izin edar (TIE) dan kedaluwarsa, namun tetap diperlukan perhatian untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan di peredaran," tutur Taruna.

Selain pengawasan langsung di lapangan, BPOM juga melakukan inwas melalui patroli siber/online. Sebanyak 4.374 tautan pada platform e-commerce terjaring menjual produk pangan tanpa izin edar  (TIE). 

Total nilai ekonomi temuan pangan TIE hasil inwas melalui patroli siber ini sebesar Rp15,9 miliar dengan mayoritas produk berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.

BPOM mengimbau masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam pengawasan dengan melaporkan jika menemukan produk pangan ilegal, kedaluwarsa, atau rusak melalui saluran pengaduan resmi BPOM.

“Melalui sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, diharapkan dapat menekan peredaran produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan” pungkas Kepala BPOM.

Topik:

bpom-ri pangan ramadan-2025