UU Pangan Akan Direvisi, Riyono Soroti Krisis Global dan Potensi Pangan Lokal

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 14 Mei 2025 09:33 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono (Dok. MI)
Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono (Dok. MI)

Jakarta, MI - Komisi IV DPR RI tengah menggodok perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pembahasan yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Pangan ini dinilai sangat strategis dalam merancang ulang kebijakan pangan nasional, menyongsong visi Indonesia Emas 2045 di tengah tekanan geopolitik dan tantangan global.

Anggota Komisi IV  Riyono, menekankan bahwa revisi ini bukan sekadar pembaruan regulasi, melainkan penyusunan ulang arah kebijakan pangan nasional untuk jangka panjang. Ia menyebutkan bahwa berbagai dinamika global seperti "Trump Effect", perang Rusia-Ukraina, serta ketegangan di Timur Tengah turut memperburuk kondisi ketahanan pangan dunia.

“RUU Pangan perubahan ketiga ini menjadi sangat strategis dalam mendesain ulang kebijakan politik pangan nasional. Menuju Indonesia Emas 2045, kita butuh sistem pangan yang kokoh dan mampu bertahan dalam jangka panjang,” ujar Riyono, Rabu (14/5/2025).

Riyono juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tanah tersubur di dunia dan memiliki produktivitas beras yang tinggi, yakni rata-rata 5,6 ton per hektare. Namun menurutnya, dominasi beras dalam kebijakan pangan sering kali membuat publik dan pengambil kebijakan lupa bahwa esensi pangan bukan hanya soal komoditas, tetapi soal pemenuhan gizi.

“Pangan sebagai gizi harus menjadi inti dari pemikiran kita. Jangan selalu berpikir pangan hanya sebagai komoditas ekonomi. Kita harus mengembalikan makna pangan sebagai penopang gizi bangsa,” tegasnya.

Ia menambahkan, Indonesia sebenarnya memiliki kekayaan luar biasa dalam keragaman sumber pangan lokal. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki sedikitnya 77 jenis bahan pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 110 jenis rempah dan bumbu, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 26 jenis kacang-kacangan, dan 40 jenis bahan minuman.

“Pangan lokal kita cukup untuk menghadapi kondisi darurat. Dari Sabang sampai Merauke, kekayaan pangan kita ini bisa jadi tameng menghadapi krisis pangan global yang kini mulai mengancam,” ungkap politisi PKS ini.

Dalam konteks itu, ia mendorong agar revisi UU Pangan kali ini benar-benar memberi ruang besar bagi penguatan pangan lokal. Ia menilai, perlu adanya pasal-pasal khusus yang secara eksplisit mendorong pangan lokal menjadi arus utama kebijakan pangan nasional dalam dua dekade ke depan.

“Pangan lokal harus menjadi mainstream selama 20 tahun ke depan dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Kita perlu landasan hukum yang kuat untuk menjadikan pangan lokal sebagai pangan emas masa depan bangsa,” pungkasnya.

Topik:

Pangan DPR Gizi Indonesia Emas