Jazuli Juwaini: Tarif AS Beratkan Indonesia, Dubes Kosong Jangan Jadi Alasan Mandek Diplomasi

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 12 April 2025 14:40 WIB
Jazuli Juwaini Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. (dok.MI)
Jazuli Juwaini Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. (dok.MI)

Jakarta, MI - Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Jazuli Juwaini, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap produk Indonesia serta lamanya kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS. 

Hal ini ia sampaikan saat menghadiri Sidang Parlemen Dunia ke-150 (Inter-Parliamentary Union/IPU) yang digelar di Tashkent, Uzbekistan, pada 5–9 April 2025.

Menurut Jazuli, tarif tinggi yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap produk Indonesia harus disikapi dengan kepala dingin. Ia menekankan, langkah tersebut tidak hanya merugikan Indonesia, tetapi juga menimbulkan kegelisahan di dalam negeri AS.

“Kebijakan Trump ini tidak hanya merugikan kita. Banyak pengusaha Amerika sendiri yang merasa tidak nyaman dengan aturan tersebut, terutama yang berurusan dengan komoditas asal Indonesia,” ujar Jazuli dalam keterangannya, Sabtu (12/4/2025).

Karena itu, lanjutnya,  kita harus bersikap tenang, jangan emosional

Jazuli menilai strategi pemerintah Indonesia yang memilih jalur negosiasi ketimbang konfrontasi terbuka adalah langkah yang tepat.

“Saya kira itu pendekatan yang bijak. Meski kebijakan Presiden AS ini tidak bersahabat, kita tetap bisa mencari celah untuk meraih keuntungan ekonomi yang maksimal bagi bangsa,” katanya menambahkan.

Jazuli juga menyoroti perlunya Indonesia memperluas kerja sama ekonomi ke berbagai negara, tidak hanya menggantungkan diri pada Amerika Serikat.

“Kita tidak boleh hanya terpaku pada satu negara. Diversifikasi mitra dagang adalah keharusan. Dunia ini luas dan banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan nasional,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Jazuli turut menyinggung kekosongan posisi Duta Besar Indonesia untuk AS yang telah berlangsung hampir dua tahun. Menurutnya, walaupun posisi Dubes penting, absennya pejabat tersebut tidak boleh menjadi hambatan dalam menjalankan diplomasi strategis.

“Benar, keberadaan Dubes itu penting. Tapi bukan berarti kalau belum ada Dubes, diplomasi berhenti. Kita tetap bisa melakukan lobi dan negosiasi secara aktif,” tegas anggota Komisi I DPR RI ini.

Meski begitu, ia tetap mendorong pemerintah untuk segera mengisi kekosongan tersebut agar hubungan bilateral RI-AS bisa semakin solid.

“Kita tentu berharap posisi Dubes segera terisi. Tapi sembari menunggu, diplomasi harus tetap berjalan demi maslahat bangsa,” tutupnya.

Sidang IPU ke-150 ini menjadi wadah penting bagi parlemen dari berbagai negara untuk bertukar pandangan soal tantangan global, geopolitik, hingga peluang kerja sama multilateral. ***

Topik:

BKSAP DPR RI Ekonomi