Kasus Dokter Residen RSHS, DPR Minta Sistem Pendidikan Dokter Dievaluasi Total


Jakarta, MI – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengecam keras tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Ia menegaskan bahwa kejadian tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap etika dan hukum, terlebih karena terjadi di ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi pasien dan tenaga medis.
"Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi bentuk kekerasan seksual yang tidak bisa ditoleransi. Apalagi ini terjadi di rumah sakit, tempat orang mencari pertolongan. Korban harus dilindungi, dan pelaku harus diproses secara adil, tanpa pandang bulu," tegas Netty, Sabtu (12/4/2025).
Ia menyebut, insiden tersebut menunjukkan adanya kelengahan sistemik dalam pengawasan serta pembinaan terhadap dokter residen yang sedang menjalani pendidikan di rumah sakit pendidikan.
"RSHS harus segera mengevaluasi sistem pengawasan terhadap peserta didik. Rumah sakit wajib membangun sistem pelaporan yang aman dan berpihak pada korban, serta memastikan pendampingan psikologis bagi korban dilakukan secara maksimal," ujarnya.
Lebih lanjut, Netty mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tidak tinggal diam. Ia meminta Kemenkes segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh rumah sakit pendidikan di Indonesia, guna mencegah kejadian serupa terulang.
"Kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan harus dijaga melalui integritas dan profesionalisme tenaga medis. Komisi IX DPR RI akan mengawal penanganan kasus ini, termasuk proses hukumnya. Tidak boleh ada toleransi terhadap pelaku kekerasan seksual. Ini soal keselamatan dan martabat manusia," tegasnya lagi.
Sebagai bentuk fungsi pengawasan DPR, Netty mengusulkan agar Komisi IX memanggil Kementerian Kesehatan dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) untuk dimintai klarifikasi. Ia menilai perlu adanya pembenahan sistemik dalam tata kelola pendidikan dokter spesialis, termasuk penguatan etika dan perlindungan terhadap mahasiswa PPDS.
"Perlu komitmen serius dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan kerja dan belajar yang aman, bebas dari kekerasan. Kekerasan seksual tidak cukup diselesaikan dengan permintaan maaf. Harus ada perubahan sistem, penegakan hukum, dan pembenahan budaya organisasi yang berpihak pada korban," jelas Netty.
Ia juga menekankan pentingnya peran institusi pendidikan dalam pembinaan karakter dan etika para residen yang sejatinya masih berstatus sebagai mahasiswa.
"Karena para residen adalah mahasiswa yang secara akademik dan etik dibina oleh FK Unpad, maka tanggung jawab pembinaan karakter, profesionalisme, dan etika berada di bawah institusi pendidikan. Ini bukan hanya tanggung jawab rumah sakit sebagai tempat praktik klinis," tambahnya.
Kasus ini mencuat setelah seorang residen diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sesama tenaga kesehatan di lingkungan RSHS. Proses investigasi internal telah dilakukan, dan laporan telah disampaikan ke pihak berwenang. Komunitas medis dan masyarakat luas kini mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan adil. ***
Topik:
Kekerasan Seks DPR Pasien KorbanBerita Terkait

Dasco soal Gugatan Penghapusan Uang Pensiun DPR ke MK: Apa Pun yang Diputuskan, Kita Akan Ikut
6 jam yang lalu

KPK akan Periksa Semua Anggota Komisi XI DPR (2019-2024) soal Korupsi CSR BI, Ini Daftarnya
15 jam yang lalu