Revisi UU BUMN Pertegas Fungsi BUMN Sebagai Pilar Ekonomi Nasional


Jakarta, MI - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan bahwa revisi ketiga Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menjadi momentum penting dalam mengembalikan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
Rieke mengungkapkan, meskipun dirinya tidak tergabung langsung dalam panitia kerja (panja) revisi UU tersebut, namun terdapat hal krusial yang ia perjuangkan dan akhirnya diterima, yakni pencantuman konsideran hukum “menimbang” yang selama ini sering diabaikan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
“Saya bersyukur perjuangan agar konsideran hukum masuk dalam revisi UU BUMN akhirnya diterima. Ini penting, karena konsideran hukum menjadi dasar agar undang-undang tidak bertentangan dengan hierarki peraturan yang lebih tinggi,” kata Rieake dalam Forum Legislasi bertajuk "Pengesahan RUU BUMN Harapkan Percepat Kemajuan Ekonomi Nasional" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/10/2025)
Menurut Rieke, konsideran tersebut mengacu pada TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Ketetapan ini menjadi landasan hukum yang menegaskan bahwa kebijakan ekonomi nasional harus berpijak pada prinsip demokrasi ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945.
“Dengan masuknya TAP MPR XVI/MPR/1998 dalam konsideran hukum revisi UU BUMN, maka kedudukan BUMN sebagai instrumen negara dalam menjalankan demokrasi ekonomi semakin kuat. BUMN adalah salah satu pilar penting dalam sistem ekonomi nasional,” jelas Rieke.
Rieke menuturkan, salah satu perubahan paling mendasar dalam revisi tersebut adalah penghapusan ketentuan yang menyatakan direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
“Ketentuan lama itu menimbulkan kontradiksi dengan konsideran hukum dan TAP MPR. Padahal, secara konstitusional, BUMN termasuk dalam rezim keuangan negara, sehingga direksi dan komisarisnya merupakan penyelenggara negara,” katanya.
Dengan perubahan itu, BUMN kini kembali berada dalam pengawasan lembaga negara. “Konsekuensinya, BUMN wajib diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan pejabatnya dapat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Rieke.
Rieke juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/016/019/PUU-IV/2006 yang menegaskan konsep constitutional importance, yakni lembaga-lembaga yang meski tidak disebut langsung dalam konstitusi, namun memiliki peran penting dalam sistem ketatanegaraan.
“BUMN memiliki sifat constitutional importance karena menjadi instrumen negara untuk mencapai tujuan bernegara dan melaksanakan amanat konstitusional dalam pembukaan serta Pasal 33 UUD 1945,” jelasnya.
Rieke berharap, revisi UU BUMN kali ini benar-benar mampu memperkuat posisi BUMN sebagai penggerak utama ekonomi nasional yang berpihak pada kepentingan rakyat.
“Inilah semangat awal dari perjuangan revisi UU BUMN, yaitu mengembalikan peran BUMN sesuai konstitusi — bukan sekadar entitas bisnis, tapi alat negara untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat,” pungkasnya.
Topik:
Rieke Diah Pitaloka Revisi UU BUMN TAP MPR XVI/MPR/1998 Pasal 33 UUD 1945 BUMN penyelenggara negara DPR Komisi VIBerita Terkait

Ratna Juwita Dukung Tegas Presiden Prabowo, Ingatkan Pentingnya Menegakkan Pasal 33 UUD 1945
8 Agustus 2025 20:13 WIB

80 Tahun Indonesia Merdeka: Saatnya Data Dasar Negara Berbasis Data Presisi
6 Agustus 2025 13:44 WIB