Diterpa Sejumlah Masalah: Program Makan Bergizi Gratis Perlu Dievaluasi


Jakarta, MI - Polemik program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menjadi perhatian publik. Program ini menjadi harapan untuk memperbaiki kualitas gizi anak-anak di sekolah.
Namun dalam implementasinya justru diterpa sejumlah masalah, mulai kasus keracunan massal di beberapa daerah dan tidak kalah penting adalah tentang program ini mengarah pada mereka yang tepat sasaran.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Universita Nasional (Unas) Didin Alkindi menyampaikan pandangan kritisnya dengan memetakan masalah yang terjadi sekaligus menyarankan solusi untuk memperbaiki program.
Ribuan siswa di beberapa provinsi dilaporkan mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan MBG. Hal ini diakibatkan karna proses pengelolaan yang bisa diakibatkan karena lemahnya pengawasan kualitas bahan makanan dan kebersihan dapur.
Berdasarkan data yang terhimpun per September 2025 yang dilakukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia mencatat telah ada sekitar 6.452 kasus keracunan menu MBG.
Sementara itu berdasarkan data versi pemerintah yang dihimpun Badan Gizi Nasional, Kementerian Kesehatan, serta BPOM mencatat jumlah total korban berada di kisaran 5 ribu orang.
Terdapat 5 provinsi yang menurut data JPPI yang mengalami keracunan MBG terbanyak, yakni Jawa Barat dengan 2.012 kasus, DI Yogyakarta 1.047 kasus, Jawa Tengah 722 kasus, Bengkulu 539 kasus, dan Sulawesi Tengah 446 kasus.
"Kasus ini menjadi gambaran bahwa dalam implementasi kebijakan MBG perlu diefaluasi agar tidak terjadi lagi keracunan di daerah-daerah lain," kata Didin Alkindi, Selasa (7/10/2025).
Maka, seharusnya peningkatan standar menu dan gizi lokal penyusunan panduan menu gizi yang disesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal perlu segera dilakukan. Ahli gizi independen juga harus dilibatkan secara langsung.
Setiap dapur MBG harus lolos sertifikasi higienitas dan kelayakan operasional sebelum menyalurkan makanan ke sekolah-sekolah. Guru, komite sekolah, dan orang tua dilibatkan sebagai pengawas lapangan. Dengan begitu, kualitas makanan dapat dipantau langsung oleh pihak penerima manfaat.
Selain itu, program MBG seharusnya tidak disalurkan ke semua siswa yang ada di sekolah-sekolah, ada pengecualian yang perlu dipetakan dalam data siswa itu sendiri.
"Sekolah-sekolah yang kaya seperti yang berada di kota-kota besar, harus dikecualikan, karna tidak semua dari mereka layak mendapatkan Program MBG karna diantara anak-anak itu adalah orang kaya, yang mungkin uang jajan mereka Rp 100 sampai Rp 200 rb/Hari," lanjut Didin Alkindi.
Penjaringan itu akan mengefesiensi anggaran yang ada. Mereka yang tercatat sebagai siswa yang kaya harus dikecualikan, dan dana yang sudah tersalurkan kepada anak-anak orang kaya itu bisa dialihkan ke anggaran yang lainnya.
Pun, Didin sapaannya menegaskan bahwa MBG adalah program penting bagi generasi muda Indonesia. Namun tanpa perbaikan sistem, manfaat program akan hilang dan justru menimbulkan kerugian.
“Anak-anak tidak boleh menjadi korban dari kelemahan manajemen. Tujuan utama MBG adalah memastikan mereka mendapat gizi yang sehat, aman, dan halal. Mari kembali ke tujuan itu dengan transparansi dan pengawasan ketat,” ungkapnya.
Dengan identifikasi problem dan tawaran solusi ini, Alkindi berharap pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dapat bergerak cepat memperbaiki pelaksanaan MBG, sehingga program benar-benar memberi manfaat bagi jutaan anak Indonesia.
Topik:
Makan Bergizi Gratis MBG BGN