Salah Satu Penerobos Ruang Kerja Gubernur Banten Minta Maaf

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 29 Desember 2021 12:15 WIB
Monitorindonesia.com- Salah satu tersangka berinisial O, penerobos ruang kerja Gubernur Banten meminta maaf kepada Wahidin Halim dan menyesali perbuatannya. Ia berharap mendapat belas kasih lantaran istrinya tengah mengurus bayi kembar yang baru berusia dua bulan. "Saya menyesali kejadian 22 Desember 2021. Saya sadar saya salah. Saya mohon maaf Pak Gubernur," kata dia kepada wartawan, Rabu (29/12/2021). Omsar sempat ditahan di Polda Banten terkait laporan Gubernur Banten Wahidin Halim pada 25 Desember 2021 lalu. Ada dua tersangka yang kemudian ditahan polisi. Sementara empat tersangka lainnya tidak menjalani penahanan. "Istri saya baru bersalin dua bulan lalu, melahirkan anak kembar kami. Susahnya dia tanpa ada saya," ujar dia. Omsar kembali meminta maaf atas perbuatannya dan berharap tidak ditahan selama proses penegakan hukum. Omsar mengaku perbuatan menduduki ruang kerja Gubernur Wahidin itu dilakukanya secara spontan. "Tidak ada maksud kami menduduki kantor Gubernur," kata Omsar. Polisi kemudian menangguhkan penahanan Omsar, warga Cisoka, Kabupaten Tangerang dan tersangka lainnya berinisial MHF, warga Cikedal, Kabupaten Pandeglang. "Alhamdulillah saya merasa lega. Terima kasih rekan-rekan buruh dan Polda Banten," kata Omsar didampingi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea di halaman Mapolda Banten. Sementara itu, Dirreskrimum Polda Banten Kombes Ade Rahmat Idnal menyebutkan, penangguhan penahanan kedua buruh yang menjadi tersangka sudah diatur dalam KUHP. "Ada kewenangan penyidik untuk penangguhan penahanan sebagaimana diatur pada Pasal 31 KUHAP, Untuk syarat-syarat (penangguhan penahanan) sendiri sudah terpenuhi, tidak mengulangi perbuatannya lagi dan menjalani wajib lapor," ujarnya. Sebelumnya, Gubernur Banten melaporkan massa buruh ke Polda Banten atas tuduhan masuk ke ruang kerja Wahidin Halim tanggal 22 Desember 2021 lalu. Polisi menetapkan enam tersangka, yakni AP (46) SH (33), SR (22), SWP (20), OS (28) dan MHF (25). AP, SH, SR dan SWP dikenakan Pasal 207 KUHP tentang secara sengaja menghina suatu kekuasaan negara di muka umum, dengan duduk di tempat kerja gubernur. Mereka terancam 18 bulan penjara, tetapi saat ini tidak dilakukan penahanan. Sedangkan, untuk OS dan MHF, dikenakan Pasal 170 KUHP, tentang perusakan barang yang dilakukan secara bersama-sama. Keduanya terancam sekitar 5 tahun kurungan penjara dan saat ini sedang dilakukan penahanan. Meski dikenakan pasal, kepolisian mengaku siap melakukan upaya restorative justice seperti yang digaungkan oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Akan kita tindak lanjuti dalam perkembangannya, agar restorative justice ini bisa menjadi satu pilihan penegakkan hukum dalam LP (laporan polisi) Pak Gubernur," kata Kabid Humas Polda Banten, AKBP Shinto Silitonga, di tempat yang sama, Senin (27/12). Penerapan restorative justice (RJ) akan dilakukan sesuai peraturan Kapolri (perkap), dengan dasar memenuhi azas keadilan bagi semua pihak. Penerapan RJ akan dilanjutkan bersama Asep Abdullah Busro, selaku pengacara Wahidin Halim. "Komunikasi akan kita teruskan dengan kuasa hukum Pak Gubernur, sehingga mekanisme RJ yang sudah dibuka dalam konteks awal ini, mereka meminta maaf secara terbuka. Ini langkah konstruktif untuk membuka RJ ke depan," tandasnya.   (Wawan)

Topik:

Demo Buruh
Berita Terkait