Pemerintah dan DPR Diam-diam Melanjutkan Revisi UU MK

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 Mei 2024 18:36 WIB
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers usai mengunjungi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe di Sulawesi Tenggara dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024). (Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers usai mengunjungi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe di Sulawesi Tenggara dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024). (Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden)

Kolaka Utara, MI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan mengomentari revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang dinilai banyak pihak diam-diam kembali dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Namun saat dikonfirmasi mengenai revisi UU MK disinyalir digelar secara tertutup, Jokowi hanya merespon singkat dan meminta wartawan untuk menanyakan langsung kepada DPR.  "Tanyakan ke DPR," kata Jokowi singkat usai meninjau pasar sentral di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, dikutip pada Selasa (14/5/2024). 

Disebutkan, revisi UU MK yang kontroversial itu dibahas secara diam-diam. Padahal dinilai hanya merugikan hakim.  Diketahui, pembahasan revisi UU MK sudah lama menjadi sorotan karena terkesan dilakukan DPR dan pemerintah secara senyap. 

Adapun pembahasan revisi itu dilakukan di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada Selasa-Rabu (28-29/11/2023), bukan dilakukan di ruang kerja Komisi III. Revisi UU ini tidak pernah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun demikian, revisi ini ditargetkan tuntas pada 5 Desember 2023. 

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Polhukam) saat itu, Mahfud MD, mengaku terkejut atas langkah DPR yang membahas revisi tersebut. 

"Kita juga kaget karena itu tidak ada di Prolegnas, tapi setelah kita konsultasikan ya mungkin, ya ada kebutuhan, ya kita layani," katanya di Kantor Menko Polhukam, 4 Desember 2023 lalu. 

Terkait dengan masalah MK, Mahfud juga menilai, tidak ada kegentingan yang mengharuskan UU ini perlu segera direvisi. "Kalaupun kegentingan itu ada, seharusnya jalan yang ditempuh melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu)," lanjut Mahfud.

"Kalau perppu baru ada unsur kegentingan. Dalam hal ikhwal, kegentingannya ini ndak ada. Tetapi, ini diusulkan oleh DPR," timpal mantan Ketua MK itu.

Terkini, pada Senin kemarin, pemerintah akhirnya menyetujui pasal-pasal peralihan yang sebelumnya dimaksud Mahfud MD mengalami deadlock.  Hal tersebut disampaikan Sarifuddin Sudding yang mengikuti rapat pleno pengambilan keputusan revisi UU MK tingkat I. 

Revisi UU MK itu akhirnya disepakati untuk dibawa ke Paripurna. Namun pada era Mahfud MD Menkopolhukam  rencana itu ditolak. Sebaliknya, pada era Hadi Sudding menegaskan, pemerintah akhirnya menyetujui revisi UU itu untuk dibawa ke tingkat selanjutnya, yaitu pengambilan keputusan tingkat II atau sidang paripurna. 

"Dibawa ke tingkat II untuk mendapat pengesahan persetujuan dari seluruh anggota Dewan," kata Sudding Senin kemarin. (Sar)