Tim Misterius Atur Efisiensi, DPRD Bongkar Dugaan “TAPD Bayangan”


Sofifi, MI – Rapat tindak lanjut hasil konsultasi pimpinan DPRD dengan Gubernur Maluku Utara (Malut) yang digelar di Ruang Rapat Badan Musyawarah DPRD Malut, Sofifi, Kamis (10/4/2025), memunculkan pernyataan tajam dari Ketua Komisi III DPRD Malut, Merlisa Marsaoly.
Dalam forum yang dihadiri unsur pimpinan DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tersebut, Merlisa secara terbuka mengungkapkan kecurigaannya terhadap adanya tim bayangan yang terlibat dalam proses penyusunan dan efisiensi APBD Pemprov Malut.
Pernyataan Merlisa menyentak ruang sidang. Dengan nada serius, ia mempertanyakan siapa sebenarnya yang menyusun skema efisiensi anggaran selama ini.
Menurutnya, proses pemangkasan anggaran yang terjadi di tubuh Pemprov Malut seakan berjalan dalam ruang gelap, tanpa melibatkan atau bahkan sekadar memberitahu DPRD, khususnya Komisi III yang menjadi mitra kerja teknis.
“Bahwa ada tim tersendiri begitu yang menyusun efisiensi, berarti bukan tim TAPD yang menyusun efisiensi. Dan biasanya kalau ada efisiensi anggaran terkait program baru, biasanya ada surat pemberitahuan dari pemerintah kepada DPRD untuk efisiensi agar kita DPRD juga tahu,” ungkap Merlisa dengan lantang.
Kritik Merlisa bukan tanpa dasar. Ia mengungkapkan bahwa selama ini DPRD tidak pernah menerima pemberitahuan resmi dari Pemprov Malut terkait program-program yang mengalami pemangkasan anggaran.
Padahal, menurutnya, setiap perubahan atau penyesuaian dalam struktur APBD semestinya disampaikan melalui surat resmi ke pimpinan DPRD.
“Biasanya sih anggaran perubahan yang kita sepakati dalam APBD apabila ada perubahan itu seharusnya diberitahukan ke DPRD dalam bentuk surat resmi sebenarnya ke pimpinan. Tapi sampai sekarang pun saya sebagai anggota DPRD juga di Komisi III, kami tidak tahu anggaran program apa sih yang diefisiensi,” lanjutnya.
Pernyataan itu bukan sekadar protes administratif, tetapi sinyal bahwa ada krisis komunikasi serius antara eksekutif dan legislatif di bawah kepemimpinan gubernur baru.
Bahkan sebagai Ketua Komisi III, Merlisa mengaku tidak mengetahui secara rinci program-program mana yang terkena pemangkasan anggaran.
“Program-program mana yang diefisiensi juga kami tidak tahu. Jadi memang ini pertama kali saya ber-DPRD dan saya juga tentu tidak tahu anggarannya,” ungkapnya, menyiratkan keheranan sekaligus kekecewaan atas pola relasi kerja yang dinilainya tidak sehat.
Merlisa kemudian menyinggung soal pentingnya kemitraan antara DPRD dan pemerintah daerah agar roda pemerintahan berjalan secara transparan, adil, dan akuntabel.
Ia mengingatkan bahwa dalam lima tahun ke depan, dibutuhkan kerja sama yang setara dan komunikasi yang tidak terputus agar fungsi pengawasan legislatif dapat berjalan maksimal.
“Jadi ini memang agak sedikit berbeda ya. Jadi saya mohon supaya kita juga sama-sama menjalankan fungsi pengawasan. Fungsi dan tugas yang kita jalankan bisa maksimal. Kita mitra yang bisa berjalan dengan baik selama lima tahun ini dengan masa periode gubernur yang baru ini,” katanya.
Menurut Merlisa, ketidakterbukaan informasi antara jajaran Pemprov dan DPRD berpotensi menimbulkan miskomunikasi yang berujung pada kebijakan tak sinkron di lapangan.
Ia menyarankan agar koordinasi antara pimpinan DPRD, Gubernur, dan Sekretaris Daerah diperkuat demi menjaga informasi yang diterima publik tetap utuh dan tidak bias.
“Saya berharap kita mitra yang mampu menjaga keseimbangan untuk pembangunan di Maluku Utara. Jadi memang komunikasi para pimpinan dengan gubernur maupun jajarannya, Pak Sekda dan DPRD, kita lanjut sama-sama agar informasinya tidak simpang siur begitu. Tapi informasinya seperti ini, informasinya seperti ini, sementara kita ini bersinggungan langsung dengan masyarakat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Merlisa menyoroti pendekatan Pemprov Malut yang hanya mengandalkan laporan digital atau aduan daring dalam menyusun kebijakan, padahal anggota DPRD secara rutin turun ke lapangan dan menerima laporan langsung dari masyarakat.
“Jadi bukan Ibu Gubernur aja yang melihat, buka website melihat bahwa ada laporan jalan ini rusak. Berarti kita 45 anggota DPRD ini dari seluruh kabupaten Maluku Utara, dan kita satu tahun itu kita tiga kali turun reses, dan itu laporan di mana-mana jalan rusak itu kita sudah dapat sebenarnya informasinya,” jelasnya.
Namun, ia juga mengakui adanya keterbatasan kewenangan dan kemampuan anggaran yang membuat banyak aspirasi masyarakat belum bisa ditampung secara maksimal melalui pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD.
“Hanya keterbatasan untuk kita mengelola pokir, kan ada batasannya juga. Terus kemudian kita juga melihat kemampuan, posisi kemampuan keuangan daerah, sehingga itu juga kita belum maksimal untuk mengambil seluruh aspirasi masyarakat,” tandasnya. (Rais Dero)
Topik:
Maluku Utara DPRD Malut Pemprov Malut