Proyek Rp27 Miliar Pelabuhan Speed Boat di Ternate Diduga Tertutup, KSOP Bungkam

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 29 Mei 2025 11:17 WIB
Pelabuhan Speed Boat di Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate, mulai direhabilitasi dengan anggaran lebih dari Rp27 miliar lebih dari APBN (Foto: MI/Jainal Adaran)
Pelabuhan Speed Boat di Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate, mulai direhabilitasi dengan anggaran lebih dari Rp27 miliar lebih dari APBN (Foto: MI/Jainal Adaran)

Ternate, MI – Proyek rehabilitasi Pelabuhan Speed Boat di Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate, Maluku Utara, mulai dikerjakan dengan nilai anggaran fantastis, lebih dari Rp27 miliar. Dana itu dikucurkan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, dengan pelaksana teknis di bawah Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Ternate. Namun, pelaksanaan proyek yang menyedot APBN ini diselimuti dugaan kuat minim keterbukaan bahkan sejak awal pengerjaan.

Pantauan lapangan wartawan Monitorindonesia.com, pada Rabu (28/5/2025) menunjukkan aktivitas pembangunan telah dimulai. Alat berat dan sejumlah pekerja terlihat beroperasi di lokasi. 

Namun yang mencolok, tidak ada papan proyek di area pembangunan sebagaimana yang diwajibkan oleh regulasi. Tak satu pun informasi terpasang mengenai jenis kegiatan, sumber anggaran, nama pelaksana, nilai kontrak, atau jangka waktu pengerjaan.

Kondisi ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa proyek dijalankan tanpa transparansi, bertentangan dengan prinsip keterbukaan yang seharusnya melekat pada proyek-proyek yang menggunakan dana negara.

Meski belum ada keterangan resmi dari KSOP, informasi yang dihimpun menyebutkan proyek dikerjakan oleh pihak ketiga, yakni PT Ransoe Pilar Utama, melalui proses tender. 

Namun, hingga berita ini diturunkan, belum diketahui secara pasti masa kontrak, jenis pekerjaan yang dilakukan, maupun skema pengawasan proyek.

Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Kepala KSOP Kelas II Ternate, Rushan Muhammad, belum membuahkan hasil. Saat disambangi di kantornya pada hari yang sama, seorang staf menyampaikan bahwa Rushan sedang mengikuti rapat melalui Zoom bersama Kementerian Perhubungan. Wartawan Monitorindonesia.com diminta kembali minggu depan, setelah terlebih dahulu melakukan konfirmasi ulang.

Sikap tertutup KSOP ini diduga berkaitan dengan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE-MHB 1 Tahun 2025. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa kewenangan pemberian pernyataan publik melalui media massa dan media sosial dibatasi dan harus dikoordinasikan secara internal. Surat ini sekaligus mencabut ketentuan lama, yakni Surat Edaran Nomor 8 SHB Tahun 2024.

Namun, penggunaan surat edaran ini sebagai alasan menutup informasi publik dinilai tidak berdasar secara hukum. Surat edaran bukanlah peraturan perundang-undangan, dan tidak dapat mengebiri hak publik yang telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Praktisi hukum, Fadly S. Tuanany, menegaskan bahwa proyek ini wajib disampaikan secara terbuka kepada masyarakat karena menggunakan dana APBN. Ia menilai sikap tertutup KSOP dan pelaksana proyek merupakan bentuk pengabaian terhadap prinsip akuntabilitas publik.

“Instansi teknis tidak boleh menutupi informasi. Ini menyangkut dana publik, maka masyarakat berhak tahu,” ujar Fadly kepada Monitorindonesia.com, Rabu (28/5).

Ia juga mengingatkan bahwa menghalangi akses publik terhadap informasi proyek bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. 

“Jika ada pihak yang melarang masyarakat atau media untuk mengawasi, maka itu sudah menghalangi fungsi kontrol sosial. Ini serius,” tegasnya.

Fadly mendorong KSOP Ternate untuk terbuka agar proyek ini tidak menimbulkan potensi penyimpangan yang merugikan negara dan masyarakat.

Hal senada diungkapkan oleh Rajak Idrus, Koordinator Lembaga Pengawasan Independen (LPI). 

Ia menegaskan bahwa proyek senilai puluhan miliar di pusat kota harus dijalankan secara transparan, apalagi Pelabuhan Speed Boat Mangga Dua merupakan pelabuhan transit utama masyarakat.

“Proyek ini bukan urusan internal KSOP, ini kepentingan masyarakat. Kalau dananya dari APBN, maka harus jelas: lewat jalur mana, untuk pekerjaan apa, dan siapa yang bertanggung jawab,” ujar Rajak.

Ia menyatakan bahwa alasan KSOP menyembunyikan informasi dengan dalih surat edaran adalah tidak masuk akal. 

“Kalau semua ditutup, berarti patut diduga ada yang ingin disembunyikan. Keterbukaan itu wajib, bukan pilihan,” katanya.

Rajak juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dan media dalam pengawasan proyek infrastruktur. 

“Ini uang rakyat, bukan uang pejabat. Jadi, tidak boleh ada proyek gelap. Kalau tidak diawasi, proyek seperti ini bisa jadi ladang korupsi,” katanya.

Kedua narasumber sepakat bahwa keterlibatan masyarakat dan media dalam mengawasi proyek pemerintah adalah bagian dari demokrasi yang sehat. 

Pemerintah wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar, termasuk siapa pelaksana proyek, tenggat waktu, dan metode pelaksanaan.

Rajak menambahkan bahwa menutup-nutupi informasi bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merusak kepercayaan publik. 

Ia mengingatkan bahwa proyek yang tidak transparan seringkali berujung pada inefisiensi, pemborosan, atau bahkan korupsi.

“Jika informasi terus disembunyikan, maka sangat mungkin ini akan berkembang menjadi skandal keuangan. Kalau tidak ada yang diawasi, maka siapa yang menjamin tidak ada permainan?” ujarnya. (Jainal Adaran)

Topik:

Ternate KSOP Ternate