Marwan Polisiri Aktif di Status WA, Pasif di Rapat Komisi II DPRD Malut

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 12 Juli 2025 11:17 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPRD Malut, Said Banyo (Foto: Dok. MI)
Wakil Ketua Komisi II DPRD Malut, Said Banyo (Foto: Dok. MI)

Sofifi, MI - Wakil Ketua Komisi II DPRD Malut, Said Banyo, menyampaikan kekecewaannya atas ketidakhadiran Dinas Nakertrans Malut dalam rapat bersama yang digelar pada Jumat (11/7) di kantor DPRD Malut, Sofifi. 

Agenda pertemuan tersebut sejatinya membahas skema pendapatan daerah dari sektor Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), serta mengevaluasi program strategis yang dijalankan Dinas Nakertrans selama ini.

Dalam rapat itu, Komisi II berencana melakukan pendalaman terhadap target pendapatan sebesar Rp50 miliar yang dibebankan kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dari sektor IMTA. 

Namun ketidakhadiran Kadis Nakertrans, Marwan Polisiri, dan jajarannya membuat pembahasan tak bisa dilanjutkan secara menyeluruh.

“Teman-teman pendamping sudah mengundang Dinas Nakertrans untuk hadir di rapat hari ini, untuk kita minta konfirmasi soal skema target pendapatan yang dibebankan kepada Badan Pendapatan Daerah, itu tentang IMTA itu. Nah, di situ kan ada 50 miliar, kalau tidak salah itu,” kata Said Banyo.

Menurut Said, angka Rp50 miliar tersebut bukanlah nominal kecil. Komisi II membutuhkan kehadiran pihak teknis dari Dinas Nakertrans agar bisa memperjelas dasar penetapan target tersebut dan memastikan adanya potensi riil yang bisa mendukung pencapaian itu. 

Ia menekankan bahwa sumber PAD dari sektor ketenagakerjaan, terutama IMTA, harus dihitung secara realistis dan berbasis data.

Lebih lanjut, Komisi II menilai perlunya sinergi antara Bapenda dan Dinas Nakertrans agar estimasi target tidak hanya menjadi beban angka di atas kertas, tetapi benar-benar memiliki dasar operasional yang kuat. 

Kehadiran Dinas Nakertrans dalam rapat akan membantu menjawab pertanyaan seputar mekanisme penarikan, dasar hukum, dan jumlah aktual tenaga kerja asing di Malut.

“Tapi sampai saat ini, kemarin dari Badan Pendapatan Daerah minta kepada kami untuk diturunkan target itu, karena alasan mereka kesulitan untuk proses data-data itu,” ujarnya.

Keterangan ini mengindikasikan bahwa ada permasalahan di tingkat teknis dan koordinasi antara instansi pengelola data tenaga kerja asing dan instansi pemungut pendapatan. 

Menurut Said, jika proses pendataan dan koordinasi tidak berjalan maksimal, maka akan berdampak langsung pada realisasi pendapatan daerah.

Ia menekankan bahwa Komisi II tidak sedang mencari kesalahan, melainkan memastikan bahwa setiap potensi penerimaan dapat dioptimalkan. 

Untuk itu, diperlukan keterbukaan dan kolaborasi dari seluruh OPD terkait agar penyusunan target pendapatan tidak dilakukan secara sepihak atau tanpa dasar akurat.

“Kalau kita bicara prioritas yang ada di Malut, tenaga kerja asing cukup banyak. Nah, bahkan belasan ribu,” tutur Said.

Banyaknya jumlah tenaga kerja asing di Malut, kata Said, seharusnya menjadi kekuatan besar dalam mendongkrak PAD, khususnya dari kontribusi sektor ketenagakerjaan. 

Ia menyebut sejumlah kawasan industri besar di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur menjadi magnet bagi masuknya ribuan tenaga kerja asing, terutama dari Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya.

Menurutnya, jika keberadaan mereka dikelola dengan baik dan sesuai aturan, maka pemerintah daerah seharusnya tidak kesulitan untuk mencapai target pendapatan yang telah ditetapkan. 

Apalagi IMTA merupakan instrumen legal yang sudah diatur dalam ketentuan nasional dan memberikan ruang bagi daerah untuk mengambil bagian dari sisi fiskal.

“Izin tinggal itu kalau sudah selesai kan harus diperpanjang. Kalau belum diperpanjang, kan harus bayar per bulannya. Berapa? Kalau tidak salah satu juta. Nah, satu juta dikalikan dengan tenaga kerja asing di Malut ini kan, kalkulasi matematisnya cukup besar pendapatannya,” jelasnya.

Said menguraikan bahwa potensi pendapatan daerah dari sektor ini bersifat stabil dan berkelanjutan. Setiap tenaga kerja asing yang memperpanjang izin tinggalnya memiliki kewajiban membayar retribusi tertentu. Jika ini dimaksimalkan, maka Dinas Nakertrans bersama Bapenda bisa menjadikannya sebagai sumber pendapatan tambahan bagi daerah.

Namun ia menegaskan, semua itu hanya bisa diwujudkan apabila pemerintah memiliki data akurat, sistem pemungutan yang jelas, dan pengawasan yang memadai. 

Karena itulah Komisi II sangat berkepentingan untuk bertemu langsung dengan Dinas Nakertrans guna meminta kejelasan menyeluruh soal aspek legal dan teknis pelaksanaan kebijakan tersebut.

“Itu yang kami dari Komisi II mengundang Kadis Nakertrans untuk mengonfirmasi terkait masalah itu. Tapi kan mungkin karena hal lain, jadi tidak menghadiri rapat dengan Komisi II. Kemudian akan diagendakan kembali oleh teman-teman pendamping,” tambahnya.

Ia memastikan bahwa pembahasan ini belum selesai. Komisi II akan segera menjadwalkan ulang pertemuan dengan Dinas Nakertrans agar evaluasi dan penyusunan rekomendasi kebijakan bisa berjalan secara menyeluruh dan terukur.

Said juga menilai ketidakhadiran OPD dalam agenda penting seperti ini mencerminkan rendahnya komitmen terhadap akuntabilitas publik. 

Ia mengimbau seluruh kepala OPD dan pejabat teknis agar tidak mengabaikan undangan resmi dari DPRD yang merupakan mitra kerja dalam penyusunan dan pengawasan kebijakan.

“Mereka juga pernah melakukan job fair. Kemudian dari job fair, kita butuh laporan progresnya seperti apa, dan dampaknya seperti apa, dan sudah sampai sejauh mana program job fair itu terhadap tenaga kerja di Malut. Dan sudah sampai sejauh mana yang nantinya kita ukur dan kita lihat dampaknya terhadap generasi Malut,” ucapnya.

Said menegaskan bahwa Komisi II ingin melihat dampak konkret dari kegiatan yang sudah dibiayai melalui APBD. 

Menurutnya, job fair bukan sekadar kegiatan rutin tahunan, melainkan program yang harus diukur capaian dan manfaatnya terhadap penurunan angka pengangguran di Malut.

Ia menyebut bahwa pelaporan yang jujur dan terukur adalah kunci agar kebijakan pembangunan di sektor ketenagakerjaan berjalan efisien. 

Evaluasi terhadap job fair, katanya, akan menjadi dasar apakah program tersebut patut diperluas, direvisi, atau dihentikan ke depan.

“Jadi maksud kami undang Dinas Nakertrans itu terkait evaluasi tenaga kerja di Malut. Maksudnya seperti itu,” tandasnya.

Sementara itu, berdasarkan pantauan media ini di ruang Banmus DPRD Malut pada Jumat (11/7), Komisi II juga menggelar rapat bersama beberapa OPD lainnya seperti perwakilan dari Dinas Koperasi dan UKM, DPM-PTSP, dan Dinas Pariwisata. Namun, tak satu pun kepala OPD yang hadir dalam forum tersebut.

Khusus untuk Dinas Nakertrans, bahkan tidak ada satu pun perwakilan yang datang menghadiri undangan rapat. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan tersendiri di kalangan anggota Komisi II, yang menilai minimnya respons OPD menunjukkan kurangnya keseriusan dalam proses evaluasi anggaran dan program.

Sebagai informasi, sehari sebelumnya, Kamis (10/7), Komisi II juga telah menggelar rapat bersama OPD mitra lainnya, seperti Dinas Pertanian dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). 

Rangkaian rapat ini merupakan bagian dari upaya DPRD dalam melakukan evaluasi kerja dan penguatan fungsi pengawasan terhadap mitra eksekutif.

Sementara itu, Kadis Nakertrans Malut, Marwan Polisiri, pada Jumat (11/7) diketahui aktif membagikan informasi melalui akun WhatsApp pribadinya terkait pembagian kartu BPJS Ketenagakerjaan kepada kelompok rentan. 

Sebanyak 47 petugas dan cleaning service Masjid Raya serta 87 sopir pangkalan disebut telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan kelompok rentan.

Meski begitu, hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Dinas Nakertrans Malut mengenai alasan ketidakhadiran mereka dalam rapat bersama Komisi II DPRD Malut. (Jainal Adaran)

Topik:

DPRD Malut Said Banyo